Tuesday, August 7, 2007

Berubah untuk Berbuah


Perubahan adalah suatu keharusan. Siapa yang tidak berubah, ia akan mati. Itulah kredo yang kita yakini selama ini. Teori evolusi Darwin membuktikan, makhluk hidup yang tidak dapat mengikuti perubahan alam akan punah. Seleksi alam itu berlaku pada hampir setiap bidang kehidupan. Apa pun, siapa pun yang tidak melakukan perubahan, mengikuti perkembangan zaman akan terlindas.

Di dunia bisnis, perusahaan yang masih menggunakan metode dan paradigma lama, tidak akan berkembang. Di dunia kerja tidak hanya dibutuhkan right person in the right place tetapi sudah best person in the right place. Jadi, pekerja yang ogah memperbaharui diri, kariernya akan “jalan di tempat”. Atau bisa-bisa terkena pensiun dini. Di keluarga, orangtua yang tidak mau mengubah cara pandangnya dalam mendidik dan memahami anak-anak zaman sekarang akan semakin jauh ”jaraknya” dengan mereka. Dan, gereja yang enggan memperbaharui diri mengikuti pergolakan jemaatnya akan ditinggalkan.

Intinya, selama masih hidup kita memang harus terus berubah. Sayangnya, tidak mudah untuk berubah. Ada saja alasannya untuk tidak mau berubah. Banyak kambing hitam untuk melegitimasi alasan enggan berubah. Usialah. Kesehatanlah. Kemiskinanlah. Kecerdasanlah. Pendidikanlah. Wataklah. Modallah. Dsb. Padahal, sejatinya setiap orang pu-nya benih keunggulan untuk bisa melakukan perubahan. Di dalam diri setiap orang ada gen atau molekul pembawa sifat yang memungkinkan orang untuk berubah dan menjadi penggerak perubahan. Change DNA atau DNA Perubahan, begitulah teori yang digulirkan oleh pakar manajeman Rhenald Kasali dalam bukunya Re-Code Your Change DNA.

UNSUR-UNSUR OCEAN

Mengutip pendapat Costa & McCrae, Rhenald menyebut setidaknya ada lima unsur unggulan pembentuk DNA Per-ubahan itu. Dalam bahasa Inggris, kelima unsur itu diberi akronim OCEAN, Openness to Experience (Keterbukaan pikiran), Conscientiousness (Keterbukaan hati dan telinga), Extroversion (Keterbukaan terhadap orang lain), Agreeableness (Keterbukaan terhadap kesepakatan) dan Neuroticism (Keter-bukaan terhadap tekanan).

Kelima unsur itu ada di dalam diri setiap orang. Hanya saja, kadarnya bisa bervariasi. Ada yang tinggi, sedang, rendah, dan bahkan, rendah sekali. Tokoh pembuat sejarah yang juga pemimpin perubahan seperti Mahatma Gandhi, Martin Luther King, Abraham Lincoln, Mother Teresa semuanya punya karakter dan kepribadian itu. Terbukti, di tengah situasi sulit mereka dapat menjadi lentera yang memberi cahaya dalam kegelapan. Kabar baiknya, karena unsur itu bukan biological melainkan behavioral maka ia bisa dibentuk, ditumbuhkan atau dibiarkan layu dan terkubur. Tidaklah cukup hanya sekadar punya DNA itu. Kita perlu terus mengasahnya, menghadapi berbagai cobaan, terbuka terhadap pengalaman, tekanan dan terus membangun diri.

KETERBUKAAN PIKIRAN (OPENNESS TO EXPERIENCE)

Keterbukaan pikiran, tulis Rhenald, adalah modal awal bagi pembaharuan. Tuhan telah mengaruniakan otak pada manusia yang harus difungsikan sebagaimana mestinya. Orang bijak bilang, otak kita bekerja seperti parasut. Ia baru berfungsi kalau terbuka. Artinya, kita mesti bereksplorasi, membuka pikiran kita terhadap semua pengalaman baru. Keterbukaan terhadap apa yang sehari-hari kita lihat, alami dan pelajari adalah modal awal yang penting bagi sebuah proses perubahan. Kita harus punya kelenturan terhadap informasi baru. Jangan menganggap apa yang selama ini kita ketahui sebagai suatu kebenaran yang mutlak.

Marthin Luther King, punya kekuatan di unsur ini yang membuat ia menjadi penggerak perubahan, menghapuskan diskriminasi rasial di Amerika Serikat. Ia terbuka matanya, sejak masih kanak-kanak temannya yang berkulit putih dilarang bermain dengannya. Ketika remaja, saat di bis kota ia diminta memberikan kursi pada penumpang berkulit putih. Ketika orang kulit hitam lain merasa bahwa menjadi budak adalah takdir yang tidak bisa dilawan, King justru melihat belief itu tidak dapat diteruskan lagi.

Unsur keterbukaan terhadap pengalaman, dalam pandangan Adi Soenarno, direktur SmartStrom Consulting, lazim terjadi di kalangan kristiani. Pengalaman masa lalu yang buruk menjadi pelajaran penting bagi orang untuk bertobat. “Pengalaman itu diceritakan secara terbuka dan bisa memberi berkat buat orang lain. Ada terang Kristus yang bercahaya melalui orang tersebut,” jelas Adi pada Robby Repi.

KETERBUKAAN HATI DAN TELINGA (CONSCIENTIOUSNESS)

Orang yang menghargai pentingnya perubahan adalah orang yang mem-buka hati dan telinga mereka. Ia tidak hanya mendengar tetapi mendengar dengan cerdik, kemudian menjalankannya dengan penuh disiplin dan dapat diandalkan. Orang-orang dengan kesadaran/keterbukaan hati yang tinggi cenderung termotivasi tinggi, tidak perlu didorong-dorong, sangat menghargai waktu dan bekerja dengan target. Seorang change maker mampu menciptakan perubahan karena mereka disiplin, cara kerjanya sistematis, mampu berpikir logis sehingga dapat diandalkan. DNA unsur ini menentukan kemampuan Anda mengendalikan diri dan disiplin dalam mencapai tujuan Anda.

Bunda Teresa juga kuat di unsur ini. Orang sakit kusta yang tergeletak di pinggir jalan adalah pemandangan biasa di Calcutta. Para dermawan yang mampu menolong, paling banter hanya melempar koin padanya. Namun, dengan penuh cinta kasih peraih Nobel Perdamaian tahun 1979 itu merawat mereka. Biarawati itu punya motivasi tinggi untuk melakukan perubahan. Maka mereka yang menjadi beban dan disingkirkan masyarakat karena miskin, buta, kusta, lepra mendapatkan cinta kasihnya.

KETERBUKAAN TERHADAP ORANG LAIN (EXTROVERSION)

Perubahan membutuhkan orang yang extrovert, terbuka terhadap orang lain. Perubahan —dalam organisasi/perubahan— dapat menciptakan suasana saling tidak percaya, orang menjadi gampang marah dan melakukan tekanan. Hanya orang ekstrovert dengan hati tulus yang mampu menghadapi semua itu dalam suasana yang lebih relaks. Orang yang dengan unsur extrovertness tinggi cenderung senang berkawan, bekerja dalam kelompok, lugas, berenergi, bergairah, percaya diri, penuh keberanian, percaya orang lain.

Dengan pimpinan Tuhan, unsur ini dapat berkembang dengan lebih optimal. “Berani jujur. Dalam bisnis antara keterbukaan dengan berbohong, batasannya tipis. Namun orang yang lahir baru bisa melakukan bisnisnya dengan baik. Tanpa bohong, apalagi harus menggadaikan Tuhan,” papar Adi. Ia lalu mencontohkan. Seorang pengembang yang daerahnya rawan banjir harus berani berterus pada calon customer. “Perumahan itu memang dekat sungai dan bisa saja banjir tetapi pihak pengembang telah membuat tanggul yang tinggi sepanjang bantaran sungai sehingga tidak akan terjadi banjir di perumahan,” terang Adi yang lembaganya banyak melakukan in-house training bagi banyak perusahaan itu.

KETERBUKAAN TERHADAP KESEPAKATAN (AGREEABLENESS)

Seorang change maker adalah orang yang cinta damai. Sebisa mungkin, ia menghindari konfrontasi tetapi bila diperlukan, mereka punya keberanian untuk menghadapinya. Kesepakatan adalah unsur terpenting dalam setiap proses perubahan. Perubahan sering kali menimbulkan pertentangan. Antara yang ingin mempertahankan status quo dan mereka yang ingin berubah. DNA unsur ini yang tinggi memberikan mereka keberanian untuk menghadapi segala konfrontasi dengan kepala dingin dan memperoleh kesepakatan. Prinsipnya, berani karena benar dan takut karena salah. Bersedia bekerja sama jika diperlukan sekaligus berani menghadapi konfrontasi jika dibutuhkan. Orang dengan unsur ini yang tinggi cenderung memercayai, sederhana, ingin melimpahkan wewenang, kooperatif, altruistik, bersahabat, mengorbankan pribadi sendiri.Dalam kekristenan kita mengenal sosok Daniel. “Daniel berketetapan untuk tidak makan makanan raja (Dan 1:8). Ada komitmen, ikrar yang sungguh-sungguh untuk berubah. Dari sana akan muncul banyak berkat. Jika ada orang mulai berketetapan untuk melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh maka sesungguhnya berkat Tuhan tersedia bagi dia,’” papar Adi Soenarno.

KETERBUKAAN TERHADAP TEKANAN (NEUROTICISM)

Perubahan akan menimbulkan ketegangan. Karena itu, dibutuhkan orang yang punya keteguhan hati untuk menghadapi tekanan. Tekanan dapat menimbulkan gangguan keseimbangan emosi. Emosi yang labil dapat mengacaukan proses pengambilan keputusan, kejernihan berpikir dan hubungan Anda dengan orang lain.

Karena itu, kita harus tahan dan terbuka terhadap tekanan sehingga mampu mengendalikan diri, tidak emosional, tidak mudah cemas, resisten terhadap godaan. Sebaliknya, orang yang kadar DNA unsur ini rendah hanya akan bertarung melawan diri sendiri saat mengalami tekanan. Dan, orang yang sibuk melawan diri sendiri tidak akan menyelesaikan perubahan. Supaya tahan dan terbuka terhadap tekanan, tutur Pdt. Pengky Andu, kita harus punya kekuatan mental dan pikiran. “Ketika dalam kondisi under pressure kita tidak bisa menyalahkan kekuatan di luar kita. Seperti yang Rhenald bilang, kita harus selalu bersyukur atas apa yang kita punyai,” terang pendeta GBI REM itu pada Robby Repi.

LANGKAH-LANGKAH RE-CODE

Berkembangnya unsur OCEAN banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Rhenald mengibaratkan manusia sebagai batu cadas. Untuk itu manusia perlu berinteraksi dengan manusia lain. Dari interaksi tersebut, kita bisa menghancurkan belenggu-belenggu yang ada di dalam diri kita. Karena seperti kata Paulus, Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik (1 Kor. 15:33) maka kita pun harus pandai-pandai memilih lingkungan pergaulan yang bisa mengasah DNA Perubahan itu.

Jika memang unsur OCEAN bisa kita kembangkan, lalu bagaimana langkah-langkah untuk menata ulang alias Recode DNA Perubahan itu? “DNA itu adanya di pikiran, jadi langkah pertama adalah mengubah cara berpikir,” tegas Rhenald saat ditemui Robby, Rumintar dan Daniel dari Bahana.Banyak orang yang punya kesadaran untuk berubah tetapi tidak pernah berhasil. Mengapa? Karena perubahan itu tidak menyentuh pola pikir. Hanya sekadar di tataran realita tidak di tahap persepsi. Ia mengam-bil contoh orang yang ingin berhenti merokok atau menurunkan berat badan. Kebanyakan orang yang berhenti merokok, menghapus anggaran untuk merokok dan membeli permen. Dan, orang yang ingin langsing akan rajin berolah raga dan diet makanan. Kedua hal itu baru dalam tahapan perubahan realita dan biasanya hasilnya tidak maksimal. Tidak berhasil total berhenti merokok atau bobot yang sudah turun kembali naik.

Karena itu, mengutip the law of changenya Palo Alto, Rhenald menyarankan supaya perubahan yang kita lakukan bersifat langgeng maka kita harus mengalami perubahan dua kali yaitu perubahan realita dan perubahan persepsi. Sebelum berhasil mengubah cara berpikir kita, maka kita tidak akan berhasil. Manusia pada dasarnya terbelenggu oleh kebiasaan, habit atau tradisi. Pola pikir atau persepsi dapat membentuk dorongan dan hasrat un-tuk dapat lepas dari belenggu itu.

Sebagai ciptaan mulia, Tuhan telah menaruh benih ilahi di dalam setiap orang. “Karena DNA ciptaan Tuhan, jadi jelas ada benih ilahi. Ada peranan Tuhan yang besar. Jadi jelas perubahan itu bukan sistem tetapi perubahan itu berasal dari diri, mental, pemikiran dan sifat-sifat Allah di dalam diri kita,” jelas Pdt. Pengky Andu yang juga motivator andal itu. Dengan campur tangan Tuhan perubahan yang kita lakukan tentu akan lebih dahsyat. “Dalam mengembangkan kelima unsur OCEAN itu, kita beri aksentuasi nilai-nilai kristiani. Dengan doa dan penyembahan kepada Tuhan sehingga hidup kita bisa menja-di garam dan terang sebagai wujud dari buah-buah hidup baru,” saran Adi. Maka kita pun mengenal Saulus yang menjadi Paulus, Simon berubah menjadi Petrus. Dan, berarti kita pun bisa melakukan perubahan yang berbuah bagi dunia bukan? Selamat berubah…. (Krisetiawati Puspitasari/Rob/Rum/Gro)

Jangan Ge-Er!
Category Article : Hot Issues»Article
printprint
jangan ge-erArticle - July 2007

Seekor keledai betina muda yang ditunggangi oleh seseorang, berjalan memasuki kota Yerusalem. Begitu menginjak gerbang kota, alangkah terkejut si keledai atas gegap-gempita orang yang menyambut. Luar biasa meriah. Ia melihat betapa penduduk kota itu rela menghamparkan pakaiannya di atas jalanan yang akan dilaluinya.

“Ahaaa.. saya baru tahu sekarang betapa berharganya saya bagi mereka,” begitu si keledai. “Sebegitu hormatnya manusia-manusia ini kepadaku, sampai mereka merelakan pakaiannya untuk di-jadikan alas. Sehingga kakiku yang indah ini tidak kotor terkena debu jalanan.”

Tumpah ruah di jalanan, pendu-duk kota menyongsong dengan penuh antusias sambil melambai-lambaikan daun palem. Sepanjang jalan terdengar sorak-sorai serta salam hormat, “Hosana!... Hosana!”. Maka si keledai membusungkan dadanya seraya berjalan dengan penuh wibawa bak presiden yang sedang memeriksa barisan. Sepanjang jalan, ia mengangguk-anggukkan kepalanya dengan anggun sambil membalas salam itu. “Terima kasih… terima kasih…”. Begitu ujarnya berulang-ulang sembari menoleh ke kiri dan ke kanan.

Belum selesai sampai di situ. Kali ini kebingungannya bertambah-tambah tatkala mendengar penduduk berseru, “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja!”. Si keledai muda langsung terhenyak, ”Hah, apa?! Raja?... Jadi, saya ini rajanya mereka, toh?” Begitu pikirnya. “Pantas saja mereka menyambutku demikian.” Lalu teringatlah dia akan segala ketidakadilan yang dialaminya selama ini. “Kurang ajar benar kalau selama ini saya diperlakukan oleh pemi-lik saya sebagai keledai kampung yang hanya mendapat pelayanan apa adanya. Belum tahu dia siapa saya!”

Saat kebanggaannya sudah ham-pir sampai di ubun-ubun, tiba-tiba sang penunggang turun dari punggung si keledai, lalu melangkahkan kakinya menuju ke bait Allah. Kerumunan orang yang tadipun berbondong-bondong segera mengikuti arah langkah sang penunggang itu. Kini tinggallah si keledai itu celingukan sendirian, tanpa ada seorang manusia pun yang berdiri di dekatnya. Kemeriahan terhenti. Sorak soraipun senyap. Barulah ia sadar, bahwa sambutan meriah yang barusan itu ternyata bukanlah ditujukan buat dia, tapi buat penunggangnya... Aah, betapa malunya si keledai yang ge-er ini!

Kita mungkin bisa tersenyum membaca kisah ini. Tapi tanpa disadari, kitapun sering bersikap geer seperti si keledai itu. Kita memasuki pelayanan dengan menebarkan segenap kharisma dan talenta yang kita miliki, lalu kitapun mendengar sorak-sorai dan pujian. Biasanya kita jadi bangga, dan merasa layak atas pujian itu. Kita sering lupa bahwa kita hanyalah ‘seekor keledai’, dan pujian itu sebenarnya adalah milik Tuhan yang sedang menunggang di punggung kita. Jangan ge-er!

Terhadap orang-orang yang gemar bermegah akan kehebatannya, serta menyepelekan peranan Allah dalam hidupnya, Alkitab mengibaratkannya sebagai kapak yang memegahkan diri terhadap orang yang memakainya, atau gergaji yang membesarkan diri terhadap orang yang mempergunakannya (Yes. 10:15a). Kapak dan gergaji memang powerful untuk merubuhkan pohon yang besar, namun hanya apabila sedang berada di tangan orang yang ahli.

Dalam kisah keledai tadi, seharus-nya si keledai betina muda itu mengucap syukur, karena sekalipun bukanlah yang terkuat dan yang tercantik, ia satu-satunya yang terpilih di antara seluruh populasi keledai yang ada pada saat itu di Palestina untuk dijadikan tunggangan Sang Maha Raja (Luk. 19:30). Demikianlah kita, bila kita telah diberi kesempatan dan dipilih untuk menjadi alatnya, itu bukanlah karena keunggulan kita, tapi semata-mata hanya karena anugerah-Nya. Sebuah kehormatan yang patut kita syukuri. (Santino Widjaja)

Dari Generasi Cuci Piring Menjadi Generasi “Pencuci Hati”


lightKehidupan TKW memang masih dipandang sebelah mata. Julukan sebagai ”generasi cuci piring” menunjukkan kualitas TKW kita yang memang dinilai rendah. Kendati kisah duka sering menghiasi media kita, tidak menyurutkan tekad mereka, termasuk anak-anak Tuhan. Menariknya, meski mereka pernah mengalami keterpurukan, mereka akhirnya bangkit dengan hati yang diperbarui.
Bagaimana kehidupan anak-anak Tuhan yang menjadi TKW di Malaysia, Singapura, Hongkong, Korea, dan Timur Tengah? Berikut ini pernik-pernik kisah mereka.

Live Worship 3 - Jeffry S. Tjandra


Live Worship 3 - Jeffry S. TjandraMulanya gelap. Hanya lampu-lampu kecil yang digerai di kiri dan kanan panggung dengan impresi langit bertaburan bintang. Dalam kegelapan itu, Jeffry Tjandra muncul dari balik panggung bersayap kerubim. Hening. Mulailah ia berprolog hingga sorot lampu kebiruan jatuh padanya. Tuhan Kau Sungguh Baik dilantunkan. Suasana diam. Tak ada tepuk tangan. Orang sudah terpana dengan prolognya sebelum bisa menyambut kehadirannya. Ketika musik mulai penuh, spotlight merah, kuning, hi-jau, dan biru menyertai kesyahduan itu.

Apa yang Tuhan taruh di hati Jeffry itulah yang disampaikannya. Kalau Live Worship 1 (2002) dan Live Worship 2 (2004) lebih banyak lagu yang menguras air mata, maka konser ketiganya di Grand Pacific, Jl. Magelang, Yogyakarta (23/5) sore itu punya warna beda. Seperti kata Jeffry, “Hari-hari ini banyak yang dalam keadaan terjepit, putus asa, dan gampang menyerah. Jangan cuma mikir masalah terus, berhenti bergumul dengan masalah!”

Setiap prolog Jeffry merupakan kesaksian. Tentang orang lain atau dirinya. Prolog ini mengalir begitu saja saat lagu-lagu mulai mengalun. Kadang-kadang waktu suara musik klimaks – yang otomatis mengaduk-aduk emosi penonton mata beberapa orang tampak basah. Roh Kudus menggugah hati mereka. Bahagia atau sedih. Pun saat drum dan bass menggoda kaki dan tu-buh bergoyang, ada yang melepaskannya begitu saja. Melompat, bersorak. Kalimat-kalimat yang digayakan puitis itu mengena hati . Disinilah letak kekuatan improvisasi prolognya.

Tapi tidak banyak orang yang punya ekspresi seperti itu. Mereka yang tidak terbiasa (atau mungkin tidak tersentuh?) dengan refleksi ala Jeffry hanya menonton layaknya konser penyanyi sekuler. Seorang ibu di sebelah saya tampak kaku mendampingi wanita muda di dekatnya yang sudah tenggelam dalam hadirat Tuhan. Ia melihat aneh ke arah teman nontonnya yang terlebih dulu mengangkat tangan. Namun, pelan-pelan kedua tangannya diangkat juga sambil sesekali melongok ke kanan kiri kalau ia tidak sedang melakukan kesalahan. Jangan-jangan ia yang jadi tontonan!

Sebenarnya ada hal lain yang turut menjadi kekuatan konser Jeffry. Visualisasi gambar-gambar yang ter-proyeksi pada layar. Item yang impresif. Di sudut kiri panggung, 8 pemain musik (2 drum, 2 keyboard plus 1 synthesizer, 1 gitar, 1 bass, dan 1 saksofon) menemaninya. Memang jiwa album ini ialah semangat untuk bangkit. Tapi lagu-lagu baru macam Melekat kepada Tuhan, Tak Pernah Tinggalkanku, Ada Kuasa Dalam Nama-Mu, S’lalu Kupegang Janji-Mu, dan lagu lainnya tidak bisa ‘menipu’ tema besar Live Worship yang intinya, menyembah. Aransemen yang didominasi keyboard, synthesizer dan saksofon melengkapi rasa tenang hadirin. Saat Ku Tak Akan Menyerah dilantunkan suasana benar-benar terangkat. Banyak yang terdiam. Seperti terhenyak karena kesaksian-kesaksian yang diceritakan Jeffry adalah persoalan mereka sendiri.

Di Live Worship 3, Jeffry mem-beri warna rancak. Walau nadanya masih kalem, tapi bahasa tubuhnya adalah keperkasaaan. Yesus Besar menegaskan itu. Sering-sering ia harus mengepalkan tangan untuk membangkitkan semangat orang-orang. “Kita punya Allah yang besar!” Dengan perkasa juga ia berjalan ke arah layar dan mengangkut stand mike yang diayunkan bak rocker. Panggung setinggi 1 meter itu harus berdehem saat Jeffry melompat menyanyikan Injak Iblis/dengan kuasa Allah/kita bebas/dibebaskan-Nya.

Di bawah panggung, anak-anak sebuah panti asuhan duduk manis. Sepanjang acara, merekalah yang mengaminkan setiap perkataan Jeffry yang menguatkan. Mungkin anak-anak itu sudah terbiasa dengan kehidupan yang sulit jadi lebih mudah bersyukur saat mendengar kata-kata penguatan. Orang-orang yang lebih tua tampak mencari-cari sumber suara “Amin! Amin!” itu. Janji memang harus dibuktikan. Apalagi kalau yang berjanji Tuhan sendiri.


Merenda Harapan di Tengah Kesulitan


Berita dan derita seputar TKI (Tenaga Kerja Indonesia) khususnya wanita sudah begitu sering kita lihat dan dengar di media massa. Meski menjadi TKI bukanlah impian, namun realitas memaksa mereka bekerja di negeri orang, jauh dari keluarga dan teman-teman yang biasanya siap memberi dukungan ketika ada masalah.

MENJEMPUT IMPIAN

Kapal ferry yang ditumpangi Sinta beranjak meninggalkan pelabuhan Batam menuju Harbor Front, Singapura. Di buritan kapal gadis dusun ini menatap ke arah lautan luas. Sesekali ia mengarahkan pandangannya ke pelabuhan Batam.Usianya baru 18 tahun. Selepas SMA ia nekat bekerja sebagai TKW (Tenaga Kerja Wanita) di Singapura demi masa depannya dan pendidikan ketiga adiknya. Ayahnya sudah 2 tahun sakit-sakitan. Lahan mereka tak cukup luas untuk biaya hidup dan membayar utang mereka.

Berjuta tanya menggayut dalam benaknya. Apa yang akan terjadi nanti di Singapura? Apakah majikannya akan memperlakukan sama seperti bundanya? Tanpa disadari air mata membasahi pipinya. Sinta mengusap kelopak matanya. Sementara ferry pun terus melaju mengantar Sinta menjemput impiannya. Apakah Sinta akan berhasil mewujudkan impiannya? Mampukah ia bertahan dari godaan budaya modern dan pergaulan yang salah? Ataukah nasibnya akan terpuruk? Sinta hanyalah satu di antara jutaan TKW yang tersebar di berbagai negara. Dari sekitar 2,7 juta TKI (Tenaga Kerja Indonesia), 76% di antaranya wanita (Kompas, 9 Juni 2007).

PELUANG DI TENGAH PERSOALAN

Selain alasan ekonomi, ada juga TKW yang pergi bekerja di luar negeri karena masalah lain, seperti keretakan rumah tangga. Setelah mendapat pekerjaan, ternyata masalah baru juga muncul. Misalnya agen penyalur yang tidak bertanggung jawab, pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, bos yang kelewatan, gaji tidak dibayar, dsb.Bagaimana kompleksnya masalah TKI/W, dapat kita lihat Kuwait sebagai contoh.

Saat ini jumlah WNI di Kuwait sekitar 52.000 orang, dan lebih dari 80% bekerja sebagai TKW. Setiap hari ada 200-300 TKW bermasalah, keluar-masuk di penampungan karena penganiayaan oleh majikan, pelecehan seksual, kegagalan beradaptasi dengan tugas yang sangat berat, dll. Sementara di Hong Kong yang menerapkan Undang-Undang Perburuhan dengan ketat, ternyata 80% dari 100.000 TKW digaji di bawah standar.

Belakangan, Arab Saudi akan mendeportasi 40.000 TKI, dan Malaysia 800.000 TKI ilegal. Masalah TKI/W kian bikin miris manakala ada puluhan yang terancam hukuman mati dengan berbagai alasan. Namun, di tengah berbagai permasalahan itu, toh selalu ada harapan. Berbagai masalah yang dihadapi TKI/W, justru menjadi peluang bagi gereja (umat Tuhan) untuk melayani mereka. Bukan hanya pelayanan rohani, tetapi juga menjadi tempat berbagi.

Bagaimana kehidupan TKW khususnya anak-anak Tuhan di mancanegara? Apa saja yang menjadi pergumulan mereka? Momen-momen apa yang berarti bagi mereka? Dan, bagaimana gereja dan orang-orang percaya melayani mereka? Anda dapat menyimak kesaksian pelayanan saudara-saudara kita di Singapura, Hong Kong, Korea Selatan, dan Kuwait sebagai contoh. Mereka tidak hanya merenda harapan di tengah kesulitan. Bahkan bangkit dari julukan generasi cuci piring menjadi ”Tentara Kristus Wanita” yang siap menjadi berkat.

Skip Navigation

Membangkitkan, Mencerahkan, Mengubahkan


Re-code Your Mind for SuccessArticle - July 2007

“Spesies yang mampu bertahan bukanlah mereka yang terkuat, bukan pula yang tercerdas, melainkan yang mampu beradaptasi dengan perubahan.” – Charles Darwin.

Jujur saja, biasanya kita melihat dunia tidak seperti apa adanya. Kita melihat dunia dari sudut pandang kita sendiri. Jadi, cara pandang kita berkaitan dengan cara kita memandang diri kita sendiri (gambar diri). Sesungguhnya, semua peningkatan dalam segala segi kehidupan kita dimulai dari peningkatan cara pandang kita terhadap diri kita. Ketika gambar diri Anda membaik, maka kepercayaan diri Anda pun meningkat. Kepercayaan diri memberi pengaruh bagi diri Anda dalam mencari arah hidup seperti apa yang hendak Anda ambil, kekuatan kepribadian, dan kemauan hati untuk berkembang. Jadi, Anda tidak dapat melakukan perubahan jika Anda tidak mengubah apa yang ada dalam pikiran dan hati Anda terlebih dahulu. Dengan kata lain, ketika jiwa kita berkembang (berubah), otomatis sudut pandang dan kerangka berpikir kita pun berubah.

Oleh sebab itu, perbaruilah pemikiran Anda setiap saat, maka Anda pun tidak akan ketinggalan zaman. Jangan takut mengubah pikiran dan hidup Anda. Karena persepsi Anda bergantung pada benih yang Anda tabur dalam pikiran Anda. “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:2).

Ubahlah DNA rohani Anda, dan program ulang mental Anda dengan cara mengangkat level cara berpikir (akal-budi) Anda dengan memikirkan hal-hal yang lebih tinggi. Cara terjitu untuk dapat mengembangkan pikiran Anda adalah dengan memikirkan firman Tuhan. Buanglah paradigma yang salah dan singkirkan filosofi manusia yang kosong.

CHANGE! GET BETTER OR GET BEATEN

Berani untuk berubah adalah kunci bagi pengembangan rohani, pribadi, dan tujuan hidup Anda. Oleh karenanya, Anda memerlukan kebijaksanaan untuk mengetahui mana yang harus Anda pertahankan dan mana yang harus Anda buang. Ini adalah “panggilan untuk berubah”. Karena tidak akan ada perubahan tanpa pertukaran.

Beranilah berpikir untuk berubah karena Tuhan pun telah memberikan ke-hendak bebas bagi Anda untuk mengambil keputusan. Karena Tuhan hanya me-nyuntikkan benih ide kepada Anda dan membiarkan Anda memikirkannya lebih lanjut. Maka dari itu, berpikirlah sendiri! Bangun dan beranjaklah ke level yang lebih tinggi. Jangan biarkan diri Anda berkubang dalam keputusasaan ketika mengalami kesulitan. Karena kesulitan & masalah—perubahan-perubahan dalam kehidupan Anda—adalah nama lain dari bertumbuh.

Perubahan selalu disertai dengan tantangan, dan pada saat yang sama ketika diri Anda berubah, Anda pun dapat mengatasi tantangan. Dalam perubahan terdapat proses, tekanan, waktu, luka hati, pembaruan akal-budi, pencerahan, kebangkitan, reformasi, dan adaptasi. Karena adanya tekanan yang kompleks dalam perubahan, banyak orang tidak mau berubah atau menerima perubahan. Ya, saat kita berada dalam zona kenyamanan, kita menjadi malas untuk berubah atau berkembang.

Sesungguhnya kehidupan diciptakan dinamis oleh Tuhan. Hidup adalah berubah, dan berubah adalah bertindak. Tindakan berhubungan dengan iman. Kenyataannya, iman tanpa perbuatan tak ada gunanya! Iman adalah lawan dari ketakutan. Jadi, kesuksesan dalam hidup kita bukan berarti kita telah berhasil mengalahkan orang-orang lain. Kesuksesan yang sesungguhnya adalah kemampuan kita untuk menaklukkan diri sendiri. Karena batasan yang kita hadapi, serta kemauan untuk menaklukkan tantangan dalam perubahan bergantung pada hasil peperangan batin kita.

7 CARA MENGUBAH PIKIRAN ANDA

Milikilah pikiran yang terbuka terhadap perubahan. Ketika Anda mau terbuka, tanpa Anda sadari, tiba-tiba Anda akan dengan mudah menemukan jalan keluar bagi masalah-masalah Anda di masa lalu. Hal ini terjadi karena pikiran Anda telah maju beberapa langkah ke depan. Pastilah setelah melewati rintangan dan sukses menaklukkannya, Anda pun memiliki kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih baik. Pada saat ini, Anda menjadi lebih mampu mengambil sikap. Akibatnya, Anda menjadi lebih puas dalam menjalani hari-hari dalam kehidupan Anda. Berikut ini adalah tujuh langkah berlatih “berpikir keluar dari kotak”. Nah, jangan sampai kita menjadi seperti “katak dalam tempurung”. Berpikirlah keluar dari kotak, dan pastikan wawasan Anda menjadi lebih luas karenanya!

1. Ukurlah harapan Anda, sesuaikan dengan kemampuan Anda
Ketika kita berharap terlalu ting-gi, sebenarnya kita sedang melemahkan kesempatan untuk mencapai hasil yang kita harapkan. Memang penting untuk berpikir dan berpengharapan besar ka-rena Allah kita dahsyat. Janganlah ber-henti bermimpi! Berlatihlah memben-tuk, memelihara, dan memperlengkapi ide dan mimpi Anda. Rencanakanlah mimpi Anda menjadi beberapa tahap yang dapat Anda raih dalam dunia nya-ta. Bagilah rencana Anda menjadi tujuan-tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Pastikan cara kerja Anda praktis dan angan Anda tetap membumi. Jangan lupa untuk memberikan penghargaan kepada diri Anda ketika mencapai hasil setahap demi setahap hingga sampai waktunya Anda memetik hasil dari upaya kerja keras Anda.

2. Bersikaplah fleksibel
Roma tidak dibangun dalam sehari, begitu juga dengan gaya hidup, gaya berpikir dan gaya kerja Anda yang baru dan bertambah baik. Jika Anda tidak bahagia dengan hidup dan apa yang Anda miliki saat ini, rencanakanlah perubahan yang akan Anda ambil. Peningkatan seperti apa yang Anda inginkan terjadi dalam hidup Anda? Identifikasikanlah keinginan Anda. Rencanakan tujuan yang hendak Anda raih. Yang terpenting, bergeraklah! Jika ada hal-hal yang terjadi di luar rencana, jagalah diri Anda tetap fokus dan carilah solusinya. Sesuaikan rencana Anda bila perlu, lihatlah apa yang terjadi selanjutnya, dan jangan segan untuk memodifikasi—mengubah dengan kreatif—rencana Anda. Saat Anda bersikap fleksibel, maka Anda pun akan lebih mudah menghindari masalah yang tak perlu dan mengatasi halangan.

3. Evaluasilah cara kerja Anda
Anda pasti lebih suka bekerja atau hidup seperti yang telah biasa Anda la-kukan. Namun perhatikan, “jalan atau cara” itu tidak selalu dapat “berjalan” seiring dengan perubahan waktu dan kebutuhan hidup. Maka dari itu, perhatikanlah situasi yang terjadi pada ke-hidupan dan sekeliling Anda waktu demi waktu dengan pandangan obyektif dan pikiran yang kritis. Bertanyalah pada diri Anda: masalah apa yang sedang terjadi sekarang? Apa yang harus saya lakukan untuk memperbaiki masalah itu? Apakah cara saya sudah benar dan dapat berjalan dengan lancar? Bila jawabannya tidak, mengapa cara ini tidak berhasil? Apa kesalahannya, dan perubahan apa lagi yang harus dilakukan? Buatlah alternatif jawaban atas pertanyaan Anda. Masukkan rencana A, B, C, dan D. Hal ini perlu Anda lakukan untuk mengantisipasi jika rencana Anda gagal. Pastikan Anda membuat langkah-langkah perbaikan yang berkesinambungan.

4. Hidup di masa sekarang
Kebanyakan dari kita membiarkan kejadian di masa lalu memengaruhi cara berpikir dan bertindak di masa kini. Misalnya, jika di masa lalu karyawan Anda tidak bersikap positif atas nasihat yang Anda berikan, di masa depan pun Anda akan merasa kurang antusias untuk memberi masukan kepada mereka. Atau, jika Anda mengharapkan pasangan merespons Anda dengan sikap tertentu, maka Anda cenderung menghakimi bila pasangan melakukan hal di luar harapan Anda. Cara berpikir seperti ini tidak akan menghasilkan apa pun! Jangan terjebak dalam kerangka berpikir “apa yang telah terjadi dulu”. Gantilah dengan pendekatan atas apa yang sedang terjadi sekarang, lalu lihat hasilnya!

5. Pilih kebiasaan yang hendak diubah dan kebiasaan baru yang hendak dilakukan
Bila Anda ingin mengubah tingkah laku atau kebiasaan Anda, pilihlah satu kebiasaan dulu dan fokuslah pada hal itu. Tentukan kebiasaan yang penting bagi Anda. Maka Anda pun akan lebih termotivasi.

6. Libatkan orang ­orang di sekitar Anda
Perhatikan bagaimana orang lain memengaruhi keinginan Anda untuk berubah. Misalnya, apakah Anda makan lebih banyak ketika bersama teman tertentu? Apakah Anda enggan berolahraga ketika sedang bersama orang tertentu? Apakah teman dan keluarga mendukung keinginan Anda untuk berubah? Beranilah bersikap dalam menghadapi respons orang lain ketika mereka mengetahui perubahan Anda.

7. Bersiap untuk jatuh pada kebia­saan yang lama
Jika Anda dapat mempertahankan kebiasaan baru selama minimal 6 bulan, kesempatan Anda untuk dapat melakukannya hingga akhir hayat Anda, pastilah lebih besar! Terkadang, Anda akan mendapati diri Anda kem-bali melakukan kebiasaan lama. Pada taraf ini, hilangkan perasaan bahwa Anda telah gagal. Hal terbaik untuk di-lakukan adalah memperbarui komitmen, dan lanjutkan kembali program Anda. Selamat mencoba!

No comments: