Thursday, April 24, 2008

Be silent, consume, die



By Hamid Golpira

Many years ago in San Francisco, I looked down at the street one day and saw a spray-paint stencil graffiti work saying: “Be silent, consume, die.”

Immediately after seeing it, I thought to myself, “This perfectly sums up Western consumer capitalism.”

The words of the graffiti message were written on the image of a TV screen, apparently to emphasize the idea that television and other media are promoting mindless consumer capitalism.

Western consumer capitalism uses advertising in the mass media to convince people to buy things they don’t need, usually at exorbitant prices.

Advertising agency marketers are experts at producing commercials to sell products that people normally wouldn’t buy.

Every trick in the book is used to dupe the hapless consumer.

The ad agencies appeal to people’s desire to be popular, to be in fashion, and to possess status symbols, and they manipulate their insecurities.

And it has been proven that TV can induce a hypnotic trance state.

Ad agency experts know this and thus extensively make use of TV.

There is even evidence that subliminal messages in films, other video images, and music have been used to market products.

And certain companies have proposed that the Internet activities of individuals should be tracked (read: monitored) to customize advertisements for each user.

So how can you tell if you have become a mindless consumer?

Well, do you often buy the most expensive product or a name brand even when a less expensive generic item is not of lower quality?

Do you own many things that you rarely use?

Do you feel a compulsion to buy things you know you don’t need and probably can’t afford?

Do you find yourself buying useless products because you feel they are status symbols that you must have?

Do you often use a credit card to avoid paying up front, even though you know this will cost you more in the end?

If you answered yes to any of these questions, you are in trouble.

And now we have the phenomenon of the shopaholic, which is a new expression defined as a person who compulsively shops to the point where it has become an addiction.

There are even treatment programs for people suffering from this malady.

This is what happens when money and possessions are valued more than people.

Shop till you drop, consume till you die, and make sure to remain silent.

People must become aware of how they are being manipulated.

The corporations want your money and they want you to work as a wage slave so you can hand them all your earnings for over-priced products you don’t really need.

And after you’ve worked yourself to death, the corporations will just find another consumer to take your place.

To the corporatocracy, you are also a disposable product.

When people wake up to this reality, something will change










'Pemain Barca Lebih Baik dari MU'

Barcelona - Meskipun hasil imbang tanpa gol namun Barcelona mampu mendominasi jalannya pertandingan. Hal itu pun memunculkan keyakinan El Barca dapat menang di Old Trafford.

Barca memang mampu menguasai jalannya pertandingan. Soccernet mencatat Barca mendominasi 73 persen jalannya pertandingan di Nou Camp, Kamis (24/4/2008) dinihari WIB. Walau gagal mencetak gol, hal itu membuat kubu Barca lebih optimistis menghadapi laga selanjutnya.

"Kami tidak melihat diri kami menjadi orang yang rendah sejak kami memainkan permainan sepakbola terbaik di dunia dan kami memiliki pemain yang memiliki kualitas yang lebih baik daripada mereka," kata Presiden Barcelona Joan Laporta seperti dilansir Goal.

Tentu saja performa yang ditunjukan oleh Samel Eto'o cs membuat keyakinan mereka bisa meraih kemenangan di leg kedua. "Saya berharap impian kami bisa menjadi kenyataan di Theatre of Dreams dan kami akan dapat menuju Moskow (final Liga Champions)," harap Laporta.

Sementara pelatih Frank Rijkard pun memuji kerja keras skuadnya. "Tim telah bermain dengan baik dan tidak memberikan mereka peluang. Kami ingin menang namun di sisi lain peluang masih terbuka dan mereka tahu kami dapat mencetak gol tandang," ujar dia.

Rijkaard Tak Pikirkan Soal Chelsea

Barcelona - Frank Rijkaard tetap berkonsentrasi dengan jabatannya saat ini. Pelatih Barcelona ini tak mau ambil pusing meskipun dikabarkan sedang didekati oleh Chelsea.

Bukan hanya mengenai strategi pertandingan yang ditanyakan kepada Rijkaard menghadapi Manchester United. Pelatih asal Belanda ini juga dihujani pertanyaan mengenai kabar Chelsea tertarik meminangnya.

Apalagi Rijkaard dikabarkan akan dilepas oleh Barcelona jika gagal mempersembahkan gelar di musim ini. Peluang Barca meraih gelar La Liga juga cukup berat karena sudah tertinggal jauh dari Real Madrid.

Meski demikian, semua kabar itu ditanggapi santai oleh Rijkaard. "Saya bukan orang yang membuat rencana. Jika saya bekerja di suatu tempat maka saya tak memikirkan hal lain," ujarnya seperti dilansir Sporting Life.

Pelatih Barca ini menegaskan bahwa dia tidak akan memikirkan hal lain karena dia ingin menyelesaikan pekerjaannya dengan Barca. Ia juga mengungkapkan akan strateginya meraih sukses dalam melatih.

"Lebih cepat adalah lebih baik. Pemenuhan pribadi saya dapat dari cara saya bekerja dengan orang, tetapi target adalah menang dan memberikan yang terbaik sebisa Anda," ungkap pelatih Barca.



Kelaparan, Ibu Hamil Meninggal

Refleksi: Bagaimana bisa ada yang mati kelaparan di Makassar, tempat asal Wakil Presiden Kalla yang juga termasuk salah seorang terkaya di Indonesia. Pak Wapres bagilah sedekit dari berkat rejeki Anda kepada yang berkekurangan agar mereka tidak mati kelaparan.

http://www.fajar. co.id/news. php?newsid= 57143

Kelaparan, Ibu Hamil Meninggal
(01 Mar 2008, 165 x , Komentar)

Laporan : Rahim dan Amiruddin

Disusul Putra Kedua, Anak Bungsunya Juga Kritis. MAKASSAR--Suasana di salah satu rumah yang terletak di Jalan Dg Tata I Blok 5, tampak lain dari biasanya. Puluhan warga di sekitar lorong itu, berkumpul dan tampak larut dalam suasana duka berbalut kesedihan.Salah seorang tetangga mereka, Dg Basse, 35, yang sedang hamil tujuh bulan, meninggal dunia bersama jabang bayi yang dikandungnya, sekira pukul 13.00 Wita. Tragisnya lagi, hanya berselang lima menit, Bahir, 5, anak ketiganya, juga menyusul meninggal.

Ibu dan anak ini meninggal akibat kelaparan setelah tiga hari tidak pernah menelan sebutir nasipun. Hal sama nyaris menimpa, Aco, 4, anak bungsu mendiang Basse. Untung saja, sebelum ajal datang menjemput, warga sekitar bergegas membopongnya ke ruang Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Haji.

Pada saat itu, kondisi Aco sudah sangat parah. Jangankan bergerak, mengedipkan kelopak matanya terlihat susah.

Basri, 40, suami dan ayah korban, yang sehari-harinya bekerja sebagai pengayuh becak, tak mampu berbuat apa-apa. Ia hanya bisa tepekur menyaksikan orang-orang terdekat dan amat dicintainya, telah meregang nyawa satu persatu setelah ia tiba di rumah.

Satu-satunya yang dia mampu lakukan hanya “memboyong” jazad istri dan seorang anaknya ke kampung halamannya di Kassi, Kabupaten Bantaeng, dengan ditemani Baha, 7, anak keduanya. Sementara untuk menjaga anak bungsunya yang dibawa ke Rumah Sakit Haji, Basri hanya memercayakan kepada anak sulungnya, Salma yang baru berusia 9 tahun.

“Sehari-hari memang sering terdengar suara anak-anak itu menangis. Kalau keluar rumah, biasanya kita tanya kenapako menangis nak. Katanya, mereka lapar,” tutur Mina, 42, tetangga korban yang sempat ditemui, kemarin.

Penuturan Mina ini juga diperkuat dengan hasil pemeriksaan tim medis RS Haji yang menangani anak bungsu mendiang Basse. Dokter jaga UGD RS Haji, dr Putu Ristiya mengatakan, Aco positif menderita gizi buruk.

Saat baru tiba di rumah sakit, kata Putu, kondisi kesehatan anak itu mengalami dehidrasi berat. Beratnyapun hanya 9 kg. Nanti setelah diberi cairan dua botol, kondisinya agak membaik. “Padahal untuk anak seusia ini (Aco, red) berat idealnya 15-20 kg. Jadi, ini positif marasmus (gizi buruk),” kata Putu Ristiya.

Berpenghasilan Rp5 Ribu

Bagaimana sebenarnya kehidupan Basri dan mendiang Basse? Menurut penuturan Mina, selama ini, ekonomi keluarga pengayuh becak itu memang sangat memprihatinkan. Penghasilan yang diperoleh tiap hari rata-rata hanya Rp5 ribu hingga Rp10 ribu saja. Akibatnya, untuk membeli beras amat kesulitan.

“Kalau mereka beli beras satu liter, biasanya itu untuk mencukupi makan selama tiga hari. Sehari semalam mereka cuma bikin bubur satu kali,” tutur Mina.

Sedangkan rumah kos ukuran 4x10 meter yang ditempatinya juga hanya dibayarkan orang lain, Dg Dudding yang merupakan sahabat Basri. Untuk satu tahun, Dg Dudding membayar sewa ruma itu Rp1,6 juta. Lantai bawah ditempati Dg Dudding dengan istri dan anaknya. Sedangkan Basri dan keluarganya tinggal di lantai atas.

“Mereka juga baru lima bulan tinggal di sini. Sebelumnya mereka tinggal di Jl Bonto Duri,” lanjut Mina.
Hanya saja, Mina mengaku belum terlalu akrab dengan tetangganya itu. Sebab, suami korban sangat pendiam dan cenderung tertutup.

“Sebenarnya kami juga selalu ingin membantu, cuma suami dan istrinya itu jarang bicara. Jadi yang kita ajak bicara biasanya cuma anak-anaknya,” terang Mina.

Herman, tetangga korban lainnya juga menuturkan, warga sekitar masih jarang yang akrab. Selain pendiam, mereka juga sangat jarang bergaul. “Bahkan selama ini, mereka masih menggunakan KTP Bantaeng,” katanya.
Sementara istri Dudding, Hasna mengungkapkan, kehidupan keluarga Basri memang sangat memilukan.

Bayangkan, mereka makan tanpa sayur. “Paling kalau makan kuahnya pakai minyak bekas penggorengan. Karena tidak punya uang untuk beli ikan, mereka juga hanya makan garam. Saya tahu, sebab saya sering melihat mereka makan dan memberinya ikan,” ungkap Hasna.

Sempat Dibacakan Surah Yasin

TRAGIS dan menyedihkan, memang. Kalimat itulah yang terasa pas disematkan untuk keluarga Basri. Dalam sehari, dia kehilangan istri, anak, dan jabang bayi dalam kandungan istrinya; Basse.

Rumah kayu yang berdiri di ujung lorong blok 4 Jl Dg Tata I, menjadi saksi bisu begitu beratnya hidup di Kota Makassar. Rumah tersebut tampak sangat kontras dengan rumah di sekelilingnya. Letaknya juga agak tersembunyi, sehingga tak tampak jelas dari luar.

Di atas rumah panggung itulah Basri dan keluarganya tinggal sejak lima bulan lalu. Sebagai pengayu becak dengan berpenghasilan pas-pasan, kondisi tempat tinggal Basri begitu memprihatinkan. Bagian atas rumah yang ditempatinya dibagi empat petak. Untuk dapur, ruang tengah, ruang tidur, serta gudang.

Di tempat itu, jangan berharap mencari lemari atau perabot mahal lainnya. Sebab di situ hanya ada karung-karung berisi pakaian, rak piring, satu kompor, satu tungku, serta sejumlah peralatan masak, seperti panci dan piring tua, serta dua kasur usang.

Di atas kasur itulah, Basse dan anaknya, Bahir, meninggal karena kelaparan dan sakit. “Dia pertama sakit pada Kamis, sore. Saat itu, sepanjang malam ia menangis dan berteriak kesakitan. Ia sempat tidur saat Jumat subuh, namun hanya beberapa menit lalu terbangun lagi dan menangis kembali,” tutur Hasna, tetangga Basri yang menemani Basse hingga ajal menjemput.

Bahir sendiri yang sakit lebih awal, sempat dibawa ke salah seorang mantri bernama H Idris di Bonto Duri. Namun, langsung dirujuk ke RS. Karena tak punya uang, Hasna lalu membawa mereka ke klinik Rezki. Di situ, Hasna sempat memelas sebelum akhirnya diberi obat mahal dengan hanya membayar Rp10 ribu.

Menurut Hasna, malam sebelum meninggal, Basse berak-berak puluhan kali. “Setiap dikasi sarung, pasti berak lagi. Saya tidak bisa menghitung berapa kali, yang pasti puluhan kali,” katanya. Sebelum meninggal, Hasna sempat memanggil seorang ustaz bernama Syamsuddin. “Pak Syamsuddinlah yang membacakan yasin dan menuntun untuk salawat. Makanya di kamarnya ada Alquran,” beber Hasna.

“Saat akan meninggal, pak ustaz memegang satu tangannya dan sebelah lagi saya yang pegang. Saat akan meninggal, Basse baru terlihat tenang. Ia meninggal kira-kira pukul 13.00. Sebab saat itu, baru saja selesai salat Jumat,” sambung Hasna.

Dg Kanang, tetangga lainnya, membenarkan begitu menderitanya Basse sebelum meninggal. “Saya bahkan tidak bisa lagi tidur sejak bangun tengah malam karena dia (Basse, Red) menangis dan berteriak terus,” katanya. (him-amr



Australia Lebih "Islami" Daripada Indonesia

Refleksi: Ucapan senada pernah juga saya dengar dari almarmahum salah seorang mantan petinggi Darul Islam [DI] waktu melihat dan mengetahui keadaan sosial penduduk di negeri-negeri Skandinavia. Almarhum tsb pernah angkat senjata melawan pemerintah Soekarno.

http://www.antara. co.id/arc/ 2008/2/23/ australia- lebih-islami- daripada- indonesia/


23/02/08 21:21
Australia Lebih "Islami" Daripada Indonesia


Brisbane (ANTARA News) - Australia yang merupakan tetangga "putih" Indonesia di selatan jauh lebih Islami dan berhasil menerapkan nilai-nilai Islam dalam sistem kehidupan mereka daripada Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim di dunia karena keadilan, kebersihan, kemakmuran dan kedamaian ada di negara benua itu.

"Dalam konteks sistem, Australia tampak sekali Islaminya. Artinya Islam secara fungsional terjadi di negara yang berpenduduk mayoritas bukan Muslim ini, sedangkan di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, nilai-nilai Islami justru tidak tampak," kata Intelektual Muslim Indonesia, Dr.Eggi Sudjana,SH, MSi.

Otokritik terhadap Indonesia itu disampaikan Eggi kepada ANTARA News seusai berceramah tentang "Islam Fungsional" di depan puluhan anggota jemaah pengajian bulanan Perhimpunan Masyarakat Muslim Indonesia di Brisbane (IISB).

Intelektual yang juga pelopor perjuangan buruh Muslim, politisi, peneliti, dan pengacara itu mengatakan, Australia berhasil mengfungsionalisasi kan nilai-nilai Islami ke dalam sistem kehidupannya adalah satu kenyataan sehingga para penganggur sekalipun diberikan jaminan sosial di Australia.

Di Indonesia, kehidupan sebagian besar rakyatnya justru susah, angka pengangguran dan kriminalitas tinggi, pendidikan bermutu belum berpihak kepada rakyat kecil, dan bahkan penerapan upah minimum regional bagi para buruh pun berbeda-beda di setiap daerah padahal harga minyak sama dimana-mana, katanya.

Kondisi demikian justru tidak terjadi di Australia. Dalam kondisi kehidupan yang semakin berat di Indonesia itu, aksi perampokan dan pencurian semakin tampak biasa di negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia itu, katanya.

Kondisi demikian, menurut mantan ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jakarta (1984-1985) dan Ketua Umum HMI MPO (1986-1988) itu, tidak dapat dilepaskan dari tanggungjawab pemerintah.

Aktivis yang pernah mencalonkan diri menjadi ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan duduk sebagai anggota Dewan Pakar DPP PPP itu pun secara panjang lebar mengupas perihal tanggungjawab besar pemerintah yang berkuasa terhadap kondisi yang ada dalam ceramahnya di forum pengajian bulanan IISB.

Umat Islam Indonesia, lanjutnya, sudah saatnya menyamakan visi dan misi mereka di tengah keberagaman keyakinan politik mereka untuk mendorong berfungsinya nilai-nilai Islam dalam sistem kehidupan di Indonesia. "Visi itu adalah `ridho Allah` dan misi `amar ma`ruf nahi munkar` (mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan)," katanya.

Eggi Sudjana berada di Australia sejak dua minggu lalu untuk memasyarakatkan ide "Islam fungsional" melalui kegiatan dakwah dan pelatihan di Sydney, Brisbane, dan Melbourne. Penulis buku "Islam Fungsional Paradigma Baru PPP" (2006) itu akan bertolak ke Melbourne pada 14 Maret 2008.

Acara pengajian bulanan IISB yang berlangsung di salah satu ruang kuliah Universitas Queensland (UQ) itu juga diisi dengan penampilan kelompok musisi pemuda Muslim Indonesia dan pemilihan pengurus baru IISB. (*)

COPYRIGHT © 2008


Pembunuhan Karakter BI

Oleh Christovita Wiloto
Managing Partner
Wiloto Corp. Asia Pacific
www.wiloto.com

Bank Indonesia (BI) selama 5 tahun ini cenderung tenang dan stabil, bahkan Gubernurnya sempat diakui dunia sebagai Best Central Banker dan mendapat Bintang Mahaputra Utama dari Presiden. Jika dibandingkan dengan sebelum tahun 2003, dimana pada masa itu BI sangat bergejolak, begitu banyak masalah dan berbagai skandal, setelah tahun 2003 BI cenderung solid, hampir tanpa masalah yang berarti.

Bahkan di awal tahun 2007 lalu Indonesia bisa mengembalikan stabilitas makro ekonomi paska gejolak harga minyak di akhir 2005 dan dampaknya pada nilai tukar, inflasi, dan suku bunga. Sedangkan di sisi pertumbuhan ekonomi, untuk pertama kalinya sejak krisis Asia, pertumbuhan ekonomi kita telah mencapai diatas 6% pertahun yaitu 6,3% di 2007.

Kondisi positif ini mendadak berubah dengan ledakan kasus aliran dana BI yang dianggap tidak wajar ke oknum-oknum anggota DPR dan penegak hukum.

Ceritanya semakin menjadi seru ketika KPK secara serta merta menetapkan Gubernur dan 2 pejabat BI sebagai tersangka. Tidak sampai di situ saja, bahkan kemudian 2 pejabat tersebut ditahan dan tak kurang dari 16 pejabat, mantan pejabat dan pejabat di lingkungan BI pun dicekal.

Semua kejadian ini menjadi semakin seru untuk diamati dengan seksama, karena terjadi bertepatan dengan habisnya masa jabatan Gubernur BI dan dimulainya proses pemilihan Gubernur BI yang baru.

Tentu elite dan masyarakat dapat merasakan kentalnya aroma politik di kasus BI ini. Apalagi ketika dikaitkan dengan suhu politik menjelang Pemilu 2009, yang merupakan perhelatan politik yang tentu saja membutuhkan sangat banyak dana.

Banyak kalangan mengatakan bahwa BI merupakan target politik yang sangat empuk, persis seperti domba putih gemuk yang mudah digiring ke pembantaian. Nampaknya idiom ini tidak berlebihan, karena terbukti sampai sekarang hanya BI saja yang diserang secara bertubi-tubi. Mulai dari penetapan sebagai para tersangka, pihak yang diperiksa, ditahan dan dicekal. Sementara dari pihak oknum-oknum DPR dan Penegak Keadilan hampir tidak ada yang tersentuh.

Skenario Penghancuran

Aliran dana BI ke oknum-oknum DPR dan penegak hukum pada tahun 2003 sebesar Rp 100 milyar, memang sangat mengusik rasa keadilan rakyat, terutama di tengah era reformasi ini. Namun sebagian pejabat pemerintah, badan dan lembaga yang pernah berurusan dengan DPR dan penegak hukum sangat maklum dengan kondisi ini.

Seorang rekan dari pemerintahan pernah bercerita bahwa setiap kali berurusan dengan DPR, maka departemennya selalu harus menyediakan budget khusus untuk para oknum DPR. Mulai dari urusan hearing sampai masalah undang-undang, jika tidak, maka urusan akan menjadi rumit. Bahkan proses undang-undang pun bisa disandera. Menurutnya kejadian ini dialami oleh hampir seluruh departemen, badan, lembaga dan perusahaan yang berurusan dengan DPR. Melihat konteks ini, maka sebagian elitepun mengatakan bahwa kasus BI ini sangat dicari-cari.


Berbagai skenario dibalik kasus BI ini beredar di antara elite dan masyarakat, salah satunya adalah bahwa kasus ini sengaja diledakkan sebagai sebuah upaya Character Assassination alias pembunuhan karakter terhadap BI. Baik Gubernur yang sedang menjabat, Burhanuddin Abdullah, maupun jajaran BI secara menyeluruh.


Skenario ini dilakukan agar persepsi publik tentang BI menjadi sedemikian rupa buruknya, seolah-olah BI sangat bobrok, sehingga dengan mudah dapat dilakukan justifikasi alias pembenaran untuk melakukan "cleansing" terhadap BI. Upaya pembersihan atau "cleansing" terhadap seluruh jajaran BI dari Gubernur, Deputi Gubernur sampai jajaran pelaksananya akan dengan mudah dilakukan. Untuk kemudian akan banyak orang-orang dari pihak luar BI akan "ditanamkan" di jajaran BI.

Langkah selanjutnya dari skenario ini, seperti dengan mudah kita tebak, adalah menguasai BI untuk kepentingan logistik pemilu 2009.

Semoga skenario ini tidak benar dan tidak pernah terjadi, karena jika ini terjadi, maka resiko yang harus ditanggung rakyat sangatlah besar. Terutama resiko ekonominya.

Rakyat Dirugikan

Seperti kita sadari, bahwa BI adalah pertahanan moneter dan perbankan bangsa Indonesia, jika BI lemah atau diobok-obok atau diintervensi oleh kepentingan- kepentingan politik tertentu, maka dapat dipastikan bahwa sistem moneter dan perbankan bangsa Indonesia menjadi sangat lemah dan mudah dihancurkan.

Masih jelas diingatan kita akan krisis ekonomi yang meluluh lantakan Indonesia pada 1997, dampaknya pun sampai saat ini masih sangat terasa. Tingkat kepercayaan masyarakat baik nasional maupun internasional terhadap sistem perbankan Indonesia pun sampai kini belum pulih benar seperti sebelum krisis 1997.

Kondisi BI tidak bisa dianggap sepele, karena efek multipliernya sangat dahsyat. Kondisi moneter dan perbankan yang tergoncang, akan dengan mudah menggoncangkan dunia bisnis di Indonesia secara menyeluruh. Goncangan di dunia bisnis serta merta akan menggoncangkan perekonomian rakyat yang sebagian besar sebagai pekerja dan buruh.

Goncangan di bidang ekonomi, persis seperti krisis 1997, bisa dengan mudah menggoncang bidang sosial, politik dan keamanan negara.

Sampai di sini, siapakah yang paling dirugikan dari manuver politik tingkat tinggi ini? Rakyat, sekali lagi rakyat Indonesia-lah yang harus menanggung resikonya. Dalam kondisi ekonomi yang sangat mengkuatirkan, di mana harga-harga kebutuhan pokok dan BBM melambung tinggi, aliran listrik yang semakin sering mati, maka politisasi BI ini akan mempercepat proses hancurnya perekonomian nasional.

Ketika setiap orang yang semestinya bertanggung jawab dengan masalah ini makin tidak peduli, maka kontrol sosial dari masyarakat yang merupakan silent majority sangatlah diperlukan. Silent majority di Indonesia masih cukup jernih dalam memandang masalah dan masih mengutamakan kepentingan nasional yang lebih besar di atas kepentingan kelompok yang sempit.


PT dari suara minimal 3 - 5 Juta Pemilih apakah tidak rancuh.
PDS Minta 'Parliamentary Threshold' Perlu Diperjelas.
Kapanlagi.com - Wakil Ketua Umum DPP Partai Damai Sejahtera, Denny Tewu, di Jakarta, Jumat, meminta kejelasan pengertian Parliamentary Threshold (perolehan minimal kursi di parlemen) sebesar 2,5%, apakah dihitung dari jumlah suara atau banyaknya kursi.

"Ini harus clear (jelas) dong. Karena, kalau namanya Parlemen, ya jangan dari suara, melainkan dari kursi," tegasnya menanggapi salah satu dari enam klausul `berat` yang mengakibatkan terjadinya penundaan beberapa kali proses pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Pemilihan Umum (Pemilu).


Deklarator Partai Damai Sejahtera (PDS) ini menambahkan, saat ini pihaknya berada di antara sedang bersyukur karena partainya resmi (sesuai ketentuan hukum) menjadi peserta Pemilu 2009, tetapi di lain pihak, mesti mewaspadai Parliamentary Threshold (PT) 2,5% tersebut.


"Mensyukuri hasil perjuangan kawan-kawan di Fraksi PDS yang tidak sia-sia, sehingga PDS resmi sebagai Parpol peserta Pemilu 2009, harus dibarengi dengan usaha maksimal, karena perjuangan ternyata belum selesai, bahkan harus lebih giat lagi, dengan tetap mewaspadai PT 2,5% itu," ungkapnya.


Denny Tewu lalu menunjuk sejumlah diskursus yang melibatkan pendapat para politisi, pengamat maupun kalangan birokrasi, tentang penerapan PT secara benar.


"Sekali lagi, ini harus clear. Sebab, yang namanya Parlemen, ya jangan dari suara ditentukan PT-nya, melainkan dari kursi. Kalau misalnya PT dari kursi, berarti sekitar minimal 14 kursi DPR RI harus direbut," ujarnya.


Tetapi, kalau PT dari suara, berarti minimal antara tiga hingga lima juta pemilih. "Dan Anda tahu persis kan, bahwa untuk mencapai ini tentulah bukan hal yang mudah," kata Denny Tewu lagi.
(Kutipan)


Memasuki abad 21, Brand Pribadi menjadi semakin penting..

Bukan siapa yang anda kenal, tetapi SIAPA YANG KENAL ANDA lah yang menentukan keberhasilan Anda di masa depan ..

Contoh: Jika anda kenal BARACK OBAMA, ini tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap diri Anda di masa depan. Karena, siapapun kenal beliau.

Tetapi seandainya Obama yang kenal Anda... , ini berbeda bukan?

Mulailah! pasarkan diri Anda sendiri ... BRANDING YOU!.

Buatlah BLOG PRIBADI... Anda dapat menceritakan apa saja ... sesuai dengan keahlian Anda..

No comments: