Thursday, November 6, 2008

Apakah Anda Dibayar Terlalu Murah?




Salah satu keluhan manusia paling umum adalah tentang betapa murahnya
kita dibayar. Keluhan ini muncul terutama ketika surat kenaikan gaji
rutin kita terima. Betapa kenaikan take-home-pay itu tidak bisa
mengimbangi kenaikan kebutuhan hidup kita. Meskipun komplain itu
tidak selamanya jelek. Namun, untuk soal gaji kita perlu bertanya
lagi; benarkah kita ini dibayar terlalu murah?

Ada sahabat yang getol mengomel tentang gaji. Suatu kali, kami
berkesempatan makan siang setelah sekian lama tidak berjumpa.
Komplain itu masih menjadi bagian dari dirinya. Lalu saya
bertanya; "Memangnya elo digaji berapa?" Sebuah pertanyaan untung-
untungan. Tidak dijawab juga tidak apa-apa.

"Yaaa, sekitar segini lah." Saya terbelalak karena dia begitu terbuka
dengan gajinya, dan juga karena menurut hemat saya gajinya sudah
tergolong besar untuk ukuran pekerjaan dan jabatan yang dia sandang.

"Pren, elu tahu rata-rata pendapatan orang Indonesia itu hanya
sekitar $1,600 setahun. Artinya, cuma sekitar satu setengah juta
setiap bulan. Lha, elo sudah lebih dari sepuluh kali lipat dari itu."

"Heh, elo jangan anggap gue pekerja kelas bawah gitu ye. Ya nggak
berlaku lah rata-rata pendapatan semua penduduk termasuk kelas
pekerja kasar dikampung-kampung dan pelosok desa tuch!" dia menukas
dengan nada sengit.

"Oke, oke," saya mengangkat tangan. "Tapi, rata-rata pendapatan orang
yang kerja di Jakarta pun cuma sekitar $5,167, Man. Empat setengah
jutaan doang." Mata saya tertuju kearah piring. Tapi saya tahu teman
saya ini melotot. "Gaji elu masih berkali-kali lipat dari itu."

"Heh, boy, udah gua bilang jangan pake rata-rata dong. Kemampuan gue
juga kan diatas rata-rata!" katanya.
"Dan elo juga sudah dibayar jaoooh diatas rata-rata," tangkis saya.
"Ah, susah kali ngomong sama kau tuch!" Saya tidak kaget ketika dia
menggebrak meja. Sifat aslinya keluar kalau sedang terdesak. "Orang
harus dibayar sesuai dengan kemampuan dan kontribusinya masing-
maaaasing!" Gayanya mirip Giant dalam film Dora Emon.

"Wah, kalau yang satu itu gue setuju abis, Man. Masalahnya, elu udah
dibayar tinggi, masih komplen juga." Saya bilang. "Atas dasar apa elu
merasa pantas mendapatkan bayaran lebih tinggi?"

"Pertama, teman gue." katanya "Diperusahaan lain dibayar lebih
tinggi, padahal kemampuan gue nggak kalah dari dia."
lanjutnya. "Kedua, gue udah kerja disini lebih dari lima tahun.
Maasak, cuma segini-segini doang!"

"Menurut gue," saya meneguk teh botol. "ada satu cara yang lebih
objektif untuk menentukan apakah elo dibayar terlalu murah atau
tidak."
"Gimana?"
"Caranya," saya berhenti sejenak. "Elu harus menentukan satu hal.
Yaitu; kalau elu tidak bekerja diperusahaan manapun, elu bisa
mendapatkan penghasilan berapa?" Sesendok sayur bayam masuk kemulut
saya. "Nah, kalau elu dibayar dibawah angka itu, maka elu dibayar
terlalu murah. Jika tidak, artinya elu sudah mendapatkan bayaran yang
layak."

Saya tahu bahwa gagasan ini agak kurang lazim. Tetapi anehnya,
meskipun kita tidak puas dengan bayaran yang kita terima, kita masih
juga bercokol disitu. Pertanda bahwa sesungguhnya kita tidak memiliki
dasar yang kuat untuk menuntut bayaran lebih dari itu. Sebab, jika
kita benar-benar memiliki alternatif lain yang jauh lebih baik,
tidaklah mungkin kita berdiam diri.

Mungkin, hengkang ketempat lain bisa jadi pilihan. Tidak aneh. Kalau
perusahaan pesaing merekrut kita, pastilah mereka bersedia membayar
ekstra dimuka. Karena, itu bagian dari strategy persaingan bisnis
mereka. Kadang, perusahaan lama melakukan 'buy back' juga. Tapi hal
ini tidak selalu bisa menggambarkan kemampuan dan kelayakbayaran kita
sebagai individu secara utuh. Sebab, ada 'benchmark' disetiap
industry. Artinya, selalu ada saat dimana gaji kita tidak bisa naik
lagi kecuali kita layak untuk dipromosi kepada jabatan dan tugas yang
lebih tinggi. Makanya, tidak aneh jika ada karyawan yang direkrut
dengan bayaran awal yang tinggi, tapi kenaikan gaji berkalanya tak
terlalu bermakna.

Sebaliknya, jika kita bisa menentukan; 'berapa pendapatan yang bisa
kita hasilkan jika tidak bekerja untuk perusahaan manapun'. Maka kita
akan bisa menentukan 'nilai' kita yang sesungguhnya. Misalnya, jika
kita bisa menghasilkan 30 juta sebulan, maka kita bisa bernegosiasi
dengan manajemen untuk mendapatkan bayaran yang sekurang-kurangnya
setara dengan itu. Mengapa kita harus bertahan disana, jika
bayarannya jauh lebih rendah dari yang bisa kita hasilkan sendiri?
Namun, jika perusahaan sudah membayar kita lebih tinggi dari itu;
kita tahu apa artinya itu, bukan?.

Sahabat saya menggugat: "Kalau gua bisa kerja sendiri ngapain gua
disini? Dari dulu gua pasti sudah berhenti! Gua disini, karena gua
nggak bisa kerja sendiri!" Betul. Disitulah point utamanya. Kita
menyandarkan diri kepada perusahaan itu, tanpa ada alternatif lain
yang lebih baik. Jika demikian situasinya, bukankah akan lebih baik
jika kita berfokus kepada kontribusi yang bisa kita berikan ditempat
kerja? Tanpa harus terlebih dahulu berhitung-hitung soal gaji. Sebab,
jika kita hanya bisa menjadi karyawan dengan prestasi rata-rata,
mengapa perusahaan harus mengistimewakan kita? Sebaliknya, jika
memang kita berprestasi sangat tinggi; tidaklah mungkin perusahaan
menyia-nyiakan kita. Bahkan, kenaikan gaji 'tidak lazim' mungkin bisa
kita terima tanpa terduga. Dan, jikapun perusahaan tempat kerja kita
benar-benar menutup mata; masih banyak perusahaan baik yang bersedia
mempekerjakan kita, dengan bayaran yang sepantasnya. Asal kita bisa
menunjukkan 'siapa sesungguhnya' kita ini.



Seorang pembicara, Dr. Wan, menceritakan pengalamannya ketika ia dan seisi
keluarganya tinggal di Eropa. Satu kali mereka hendak pergi ke Jerman.
Dengan mengendarai mobil tanpa henti siang dan malam, mereka membutuhkan
waktu tiga hari untuk tiba di sana . Mereka sekeluarga pun masuk ke dalam
mobil -- dirinya, istrinya, dan anak perempuannya yang berumur 3 tahun. Anak
perempuan kecilnya ini belum pernah bepergian pada malam hari.
Malam pertama
di dalam mobil, ia ketakutan dengan kegelapan di luar sana .

"Mau kemana kita, papa?"
"Ke rumah paman, di Jerman."
"Papa pernah ke sana ?"
"Belum."
"Papa tahu jalan ke sana ?"
"Mungkin, kita dapat lihat peta."
[Diam sejenak] "Papa tahu cara membaca peta?"
"Ya, kita akan sampai dengan aman.."
[Diam lagi] "Dimana kita makan kalau kita lapar nanti?"
"Kita bisa berhenti di restoran di pinggir jalan."
"Papa tahu ada restoran di pinggir jalan?"
"Ya, ada."
"Papa tahu ada dimana?"
"Tidak, tapi kita akan menemukannya. "

Dialog yang sama berlangsung beberapa kali dalam malam pertama, dan juga
pada malam kedua. Tapi pada malam ketiga, anak perempuannya ini diam.
Dr. Wan berpikir mungkin dia telah tertidur. Tapi ketika ia melihat ke cermin,
ia melihat anak perempuannya itu masih bangun dan hanya melihat-lihat ke
sekeliling dengan tenang. Dia bertanya-tanya dalam hati kenapa anak
perempuan kecil ini tidak menanyakan pertanyaan-pertanyaannya lagi.

"Sayang, kamu tahu kemana kita pergi?"
"Jerman, rumah paman."
"Kamu tahu bagaimana kita akan sampai ke sana ?"
"Tidak"
"Terus kenapa kamu tidak bertanya lagi?"
"Karena papa sedang mengemudi."

Jawaban dari anak perempuan kecil berumur 3 tahun ini kemudian menjadi
kekuatan dan pertolongan bagi Dr. Wan selama bertahun-tahun, ketika dia
mempunyai pertanyaan-pertanyaan dan ketakutan-ketakutan dalam perjalanannya
bersama Tuhan. Ya, Bapa kita sedang mengemudi. Kita mungkin tahu tujuan
kita (seperti anak kecil yang tahu mau ke Jerman' tanpa mengerti di mana
atau apa itu sebenarnya). Kita tidak tahu jalan ke sana , kita tidak dapat
membaca peta, kita tidak tahu apakah kita akan menemukan rumah makan
sepanjang perjalanan. Tapi gadis kecil ini tahu hal terpenting,
-- Papa sedang mengemudi -- dan dia aman.
Dia tahu papanya akan menyediakan semua yang dia butuhkan. Kenalkah engkau
Bapa anda, Gembala Agung, sedang mengemudi hari ini? Apa sikap dan respon
anda sebagai seorang penumpang, anak-Nya yang dikasihi-Nya?
Kita mungkin telah menanyakan terlalu banyak pertanyaan sebelumnya, tapi
kita dapat menjadi anak kecil itu, belajar menyadari fokus terpenting adalah
'Papa sedang mengemudi'. Tuhan adalah Bapa bagi anda. Ijinkan IA untuk
mengemudikan hidup anda. Maka kekuatiran bukan menjadi milik anda lagi.


Mazmur 23:2-3
Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air
yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh
karena nama-Nya.

Amr Zaki
Membayar Kepercayaan Latics

Nama Amr Zaki (25) belum cukup familiar, tapi ia berpotensi untuk menjadi besar karena debutan Liga Inggris yang mentas bersama Wigan ini memiliki kualitas yang sangat baik.

Amr Zaki, membayar kepercayaan Steve Bruce. (Foto: AFP)

Coba tengok daftar pencetak gol sementara Liga Inggris. Saat ini Zaki sedang menempati peringkat pertama dengan dengan torehan 7 gol. Dengan modal kecepatan dan kekuatan, plus sifat tidak mudah mengalah, pemain pinjaman dari klub Mesir, Zamalek, ini cepat beradaptasi dengan kerasnya permainan di Inggris.

Pada situs FIFA, Zaki mengungkapkan perihal kehidupan barunya di Inggris serta ambisi membawa Mesir lolos ke Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Berikut rangkuman wawancaranya.

Beberapa tahun lalu Anda masih berkompetisi di Divisi 2 Liga Mesir bersama Mansoura. Bagaimana rasanya bermain di Premiership?

Memang jika melihat ke belakang ketika memulai karier, perkembangan yang saya buat sangat cepat. Dulu, saya hanya bisa menggunakan kaus beberapa pemain di Liga Inggris saat menonton mereka di televisi. Tapi, kini saya sudah mampu berkompetisi melawan mereka. Sungguh pengalaman yang luar biasa.

Apakah itu seindah saat bermain di Lokomotiv Moskva?

Saya harus mengakui pengalaman bermain di Rusia itu tidak bisa dibanggakan. Di saat harus beradaptasi dengan rekan-rekan baru, cedera justru datang menghampiri. Belum lagi rasa rindu kampung halaman dan juga iklim yang sangat tidak bersahabat. Itulah sebabnya saya hanya bertahan selama tiga bulan di sana.

Sepertinya sudah bisa mengatasi hambatan itu di Wigan.

Sekarang situasinya sangat berbeda. Klub berusaha sekeras tenaga untuk membuat saya nyaman tinggal di Inggris. Bahkan mereka membantu membawa keluarga saya dari Mesir untuk tinggal di sini.

Jika saja Anda bermain bersama klub yang lebih besar, mungkinkah efeknya di Liga Inggris akan lebih besar ketimbang saat ini?

Wigan memang kota kecil, tapi mereka bukanlah sebuah klub kecil. Di sini, kami bermain bersama beberapa pemain hebat di liga dan dua superstar seperti Emile Heskey dan Antonio Valencia. Memang kami sempat merasakan beberapa kekalahan musim ini, tapi kami tetap merasa lebih baik karena hanya kurang beruntung.

Jadi, Anda tetap memiliki komitmen bersama Wigan meski santer terdengar akan pindah ke salah satu anggota big four Januari nanti?

Seluruh tenaga saya saat ini hanya fokus untuk membantu Wigan memenangi pertandingan dan mencetak gol sebanyak-banyaknya untuk tim. Setidaknya inilah yang bisa saya lakukan guna membayar kepercayaan Steve Bruce dan juga para penggemar.

Beralih ke tim nasional, bagaimana peluang Mesir lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya sejak 1990?

Tidak bisa dimungkiri saat ini kami adalah tim terbaik di Afrika. Buktinya dua gelar Piala Afrika berturut-turut. Tapi, fase kualifikasi selanjutnya akan semakin berat karena hanya menyisakan tim elite. Namun, jika kami bermain dengan kemampuan terbaik, nama-nama besar itu pasti akan kami lewati.

Punya target pribadi?

Sudah 25 tahun tidak ada pemain Mesir yang mampu meraih gelar pemain terbaik Afrika. Tahun ini adalah waktu yang sangat tepat untuk mendapatkan gelar tersebut. Apalagi, banyak yang menyebut saya adalah kandidat utama untuk itu. Cukup masuk akal karena kami mampu mempertahankan gelar Piala Afrika.

No comments: