Tuesday, June 5, 2007

Samir Nasri


The Most Wanted Teenager

Usianya belum genap 20 tahun, tapi Samir Nasri sudah menjadi the most wanted teenager di Eropa. Ia diperebutkan hampir semua klub besar di Italia, Inggris, dan Spanyol. Apa yang membuat playmaker Olympique de Marseille tersebut begitu istimewa?

Samir Nasri, diperebutkan Inter Milan, Juventus, Arsenal, dan Real Madrid.

Well, cowok kelahiran 20 Juni 1987 tersebut dibekali karakteristik untuk menjadi gelandang serang modern: kaki kanan maupun kiri yang sama-sama hidup, visi permainan, serta kemampuan melepas umpan dan melakukan penyelesaian akhir.

Sabtu (2/6), ia diturunkan sebagai starter timnas Prancis di kualifikasi Euro 2008 kontra Ukraina di St. Denis, Paris. Mungkin Anda yang sempat menonton akan mendapati betapa istimewanya aksi dribel Nasri.

Untuk ukuran bocah yang baru melakoni debut Ligue 1 pada tiga musim lalu, talenta dan skill olah bola jebolan Akademi Sepakbola Marseille tersebut tak perlu diragukan.

Melihat Nasri beraksi di Stade Velodrome saban pekan adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Berkat jasanya pula L’OM selaku runner-up liga dapat mentas di Liga Champion musim depan.

Kariernya di timnas pun mulai terbuka lebar. Sejak melakoni debut kontra Austria pada Maret lalu, Nasri -- yang didaulat sebagai pemain muda terbaik Prancis musim ini -- selalu dicantumkan dalam roster oleh pelatih Raymond Domenech.

Masih Betah di L’OM

Jangan heran jika klub-klub raksasa Eropa tak melepaskan tatapan mereka terhadap pemain yang sejak berumur 14 tahun selalu membela Les Bleus di semua kategori usia tersebut.

Yang pertama kali melakukan pendekatan adalah Arsenal. Sejak musim panas 2005 pihak Marseille dilobi agar bersedia melepas gelandang masa depan tersebut. The Gunners, yang sebelumnya sukses mencaplok Mathieu Flamini dari Velodrome, ketika itu mengipas-ngipaskan delapan juta pound. The London Red berniat memplot Nasri sebagai pengganti Robert Pires, yang hengkang ke Villarreal.

Klub lain yang coba melakukan penawaran adalah Internazionale. Bahkan menurut laporan Tribal, juara Serie A tersebut sudah bertatap muka dengan ayah Nasri. Namun, negosiasi masih mentah lantaran Nasri menegaskan hanya bersedia pindah bila dijamin selalu main di tim inti. Padahal ini sesuatu yang tak bisa digaransi oleh Nerazzurri.

Belakangan ini Real Madrid juga dikabarkan berminat. El Real bahkan beberapa kali mengirim para pemandu bakat mereka untuk memantau sepak terjang Nasri di Ligue 1.

Yang jelas kontrak Nasri dengan L’OM masih tersisa dua tahun lagi dan ia menyatakan ingin mencicipi kompetisi termasyhur di Benua Biru dengan klub yang membesarkannya.

“Saya senang di sini dan masih ingin memperkuat klub ini setidaknya satu musim lagi. Saya masih ingin membuktikan diri di Ligue 1. Saya juga ingin tampil di Liga Champion bersama Marseille,” sebutnya di Sky Sports. (Barry Manembu/Foto: AFP)

Samir Nasri
Lahir: Marseille, 20 Juni 1987
Kebangsaan: Prancis
Postur: 177 cm/69 kg
Posisi: Gelandang
Klub: Marseille
Penampilan Klub: 91 (5 gol)
Nomor Punggung Klub: 22
Nomor Punggung Timnas: 11
Gol Perdana di Ligue 1: 29 April 2007 vs Sochaux
Penampilan Timnas: 2
Debut Timnas: 28 Maret 2007 vs Austria
Prestasi:
- Juara Kejuaraan U-17 Eropa 2004 (Timnas Prancis)
- Juara Piala Intertoto 2005 (Marseille)
- Runner-up Coupe de France 2006 (Marseille)
- Runner-up Coupe de France 2007 (Marseille)
Penghargaan: Pemain Muda Terbaik Prancis 2007





Zizou Baru

Ada satu atribut yang sebetulnya meresahkan kubu Marseille dan timnas Prancis. Ya, Samir Nasri sudah telanjur disebut-sebut pers sebagai the new Zinedine Zidane. Mereka takut predikat bombastis tersebut akan membuat Nasri muda terbebani dan akhirnya terpuruk di kemudian hari.

Godaan untuk mengomparasi Nasri dengan Zizou memang sulit dihindari. Selain karena posisi dan gaya bermain yang mirip, keduanya juga sama-sama anak imigran Aljazair yang lahir dan dibesarkan di Marseille, kota pelabuhan di selatan Prancis.

Ketika Nasri dengan seragam Les Bleus menjuarai Kejuaraan Eropa U-17 pada 2004 dengan mencetak gol di final, label the new Zidane langsung melekat. Untunglah Nasri tak besar kepala dan bijak menanggapi semua itu.

“Sejujurnya itu justru julukan yang sangat mengganggu. Saya pikir tak adil memberi beban semacam itu kepada seorang pemain muda,” katanya kepada L’Equipe beberapa saat sebelum dipanggil ke timnas senior dalam partai kontra Lituania.

“Hanya ada satu Zidane. Sama halnya dengan hanya ada satu Platini. Saya adalah saya, seorang pemula yang berusaha belajar untuk menjadi lebih baik.”

Kalau pada akhirnya Nasri mengikuti jejak sang legenda, maka tentulah itu tak terlepas dari fondasi rendah hati yang ia miliki. Sebuah karakter yang juga tercermin saat Nasri diwawancarai sebuah stasiun televisi Prancis, enam bulan silam.

“Saya menyukai tayangan Star Academy (semacam American Idol versi Prancis) lantaran saya beranggapan bahwa saya seperti orang-orang di acara tersebut, yakni anak-anak muda yang mengasah talenta mereka untuk menggapai impian,” paparnya.

“Media massa berusaha mengubah status saya dan mengklaim bahwa saya sudah berhasil meraih kesuksesan. Namun, saya tak memandangnya seperti itu,” tuturnya. (bry)




Konduktor Muda L’OM

Seperti kebanyakan anak-anak di Marseille, sepakbola adalah olahraga favorit. Samir Nasri cilik, seperti juga Zinedine Zidane semasih bocah, kerap terlihat menendang bola di jalanan atau di petak-petak kosong di antara impitan bangunan.

Menyadari kecintaan Nasri terhadap si kulit bundar, ayah Nasri pun mengirimnya ke Akademi Sepakbola Marseille di usia sembilan tahun.

Perlahan-lahan Nasri menunjukkan talenta sekaligus kapasitasnya sebagai calon bintang masa depan. Yang unik, namanya lebih dulu berkibar di skuad junior Prancis, yakni ketika ia mengantarkan tim U-17 menjuarai Kejuaraan Junior Eropa pada 2004.

Padahal, ketika itu ia malah belum diberi kontrak permanen oleh Marseille. Sepekan berikutnya barulah Nasri, yang hingga kini masih tinggal bersama kedua orang tua di apartemen sederhana di Marseille, resmi terdaftar sebagai pemain pro di ajang Ligue 1.

Pada dua musim awal di L’OM, posisi Nasri masih berubah-ubah: sayap, gelandang bertahan, bahkan sesekali striker. Yang pasti jarang sekali sebagai starter.

Namun, sejak paruh kedua musim 2006/07, pelatih Albert Emon menemukan posisi yang ternyata disukai Nasri, yaitu gelandang serang alias playmaker yang beroperasi persis di belakang striker, mirip dengan peran yang biasa dilakoni Zidane.

Nasri, yang kemudian diberi kepercayaan di tim reguler, ternyata tak canggung menjadi konduktor Marseille dan bahkan terlihat sangat nyaman memainkan tugas sebagai distributor bola.

Satu-satunya alasan kenapa assist kreatifnya tak membuahkan lebih banyak gol adalah para bomber seperti Mamadou Niang, Djibril Cisse, dan Mickael Pagis kerap gagal membuang-buang peluang di depan gawang. Toh, seperti biasa, Nasri tak menyalahkan para seniornya.

“Malah saya yang masih menyimpan konsistensi khas anak muda,” tegasnya dengan nada yang justru tampak dewasa. “Saya bisa gemilang selama 20 menit dan kemudian tenggelam pada 10 menit berikut.”

“Tapi itu bukan sesuatu yang membuat saya khawatir karena itu sangat natural bagi seorang youngster. Yang pasti saya akan berusaha bekerja keras untuk memperbaikinya,” komentarnya. Salut! (bry)

No comments: