Thursday, August 9, 2007

Orang Melarat dan Konglomerat




RIAU POS
07 Agustus 2007 Pukul 09:12

Orang Melarat dan Konglomerat

Di negeri ini orang melarat adalah komunitas yang terbesar dari sisi jumlah tetapi paling lemah dan termarjinalkan dari peran nya sebagai warga negara. Saat ini penduduk melarat di negeri ini sudah mencapai 39,30 juta orang dan yang bertempat tinggal Provinsi Riau menurut data dari BPS lebih dari satu juta orang.

Orang melarat merupakan kelompok masyarakat yang bersahaja , mereka selalu menjadi obyek penderita dan dijadikan sebagai kedaraan kepentingan kelompok -kelompok kecil yang agresif dan serakah.

Sebagai rakyat kecil, mereka juga memiliki keinginan dan cita-cita tetapi tidak berlebihan, bahkan cenderung sangat sederhana, bagi mereka tersedianya kebutuhan mendasar seperti air bersih, minyak tanah, listrik, kesehatan, pendidikan dan beras murah serta tempat tinggal sudah cukup.

Mereka adalah komunitas yang sebenarnya sangat patuh dan taat kepada pemerintah, tidak pernah merampok uang negara dalam jumlah yang kecil sekalipun kecuali karena desakan hidup yang sudah tidak bisa dielakan lagi, walaupun pada akhirnya mereka diperlakukan bak kacang goreng .

Berbeda dengan para konglomerat, rasa nasionalimenya masih perlu dipertanyakan. Dengan perlakuan negara yang begitu istimewa selama ini dan fasilitas hidup yang sudah berlebihan tanpa rasa bersalah dan malu sedikitpun mengemplang uang negara hingga triliunan rupiah, kemudian dengan mudahnya mereka dan keluarganya lari keluar negeri, merubah status kewarganegaraannya dengan tetap menyandang gelar terhormat dan istimewa, padahal apa yang dikerjakan dan disisakan oleh mereka bagi rakyat hanya sampah dan masalah.

Rakyat jelata, masyarakat kita yang paling sedikit menikmati fasilitas negara harusnya adalah orang yang senantiasa mendapatkan penghargaan dan perhatian dari pemerintah, karena ketulusan dan kesabaranya selama ini ditengah ketidakadilan dan manipulasi.

Lihat bila rakyat kecil melakukan kesalahan, ditelanjangi hingga nampak auratnya kemana-mana tidak disisakan lagi kehormatannya , dalam kacamata hukum kita mungkin mereka adalah orang yang tidak layak mendapatkan penghargaan lebih baik dibandingkan binatang melata.

Berbeda sekali ketika seorang konglomerat melakukan tindakan melawan hukum, seakan-akan hukum meleleh dihadapan mereka. Berbagai alasan diluncurkan untuk mengelabui dan menutupi bobroknya prilaku mereka. Kalaupun mereka terpaksa dibui sudah tentu dengan perlakukan yang tidak kalah anehnya ketika mereka hidup bebas.

Ketika para pemimpin kita berbicara - rakyat jelata menjadi buah bibirnya walaupun pada akhirnya bagian terbesar dari kebijakannya lebih menguntungkan para konglomerat karena telah terambil budi ketika proses pemilihannya. Ketika rakyat jelata di porong Sidoarjo berteriak menyuarakan ketidakadilan karena jerih payahnya dihancurkan oleh karena kelalaian kaum borjuis, pemerintah kita malah tunduk dengan bujuk rayu pemilik Lapindo, bahkan anehnya menjadi tanggungan negara.

Ketika para bangkir berbicara, usaha mikro, kecil dan menengah mulutnya pun berbuih karena saking semangatnya berbicara, tetapi akhirnya bagian terbesar dari pendistribusian uang rakyat hanya diberikan kepada yang sedikit, yaitu konglomerat.

Mereka selalu bicara ekonomi kerakyatan, tetapi bagian terbesar apa yang mereka lakukan adalah untuk memuaskan dan menyenangkan para kapitalis dan para spekulan (penjudi). Pasar tradisonal, pedagang kaki lima dilipat dan tidak disisakan, mereka tidak perduli rakyat jelata ini mau mengais rezeki dengan cara apa lagi. Ketika rakyat kecil bermimpi, negeri ini tidak diperuntukan bagi para penggemar mimpi indah.

Skeptisasi rakyat melarat terhadap apa saja yang dilakukan para pengambil kebijakan adalah wajar, karena memang kenyataanya mereka tidak pernah mendapatkan apapun dari pelayanan yang seharusnya diberikan secara prima, penderitaan rakyat jelata sepertinya tidak pernah kunjung usai. Jangankan bisa menikmati hasil pembangunan, untuk berdiri tegak lebih terhormat saja nampak seperti fatamorgana.

Semua kita bicara kemiskinan dan kebodohan justeru karena kita memang benar-benar miskin dan bodoh, ingat tentang teori ketertarikan (the secret) fikiran miskin dan bodoh adalah do'a dan gambaran yang nyata tentang apa yang kita inginkan dalam hidup ini, akan selalu begitu.

Orang melarat dan konglomerat adalah manusia yang diciptakan Allah dengan derajat yang sama, tidak ada yang istimewa malainkan amal ibadah dan tindak-tanduknya. Yang melarat dan konglemerat sama-sama warga negara yang memiliki derajat yang sama didepan hukum bangsa ini.

Semoga janji para penegak hukum yang akan mempertaruhkan nyawanya dalam menyelesaikan kasus tindak kejahatan berat para konglomerat pengemplang BLBI yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah bisa ditepati.

Semoga saja hati nurani masih menyinari akal budi dan fikiran sehat para pengambil kebijakan negeri yang kita cintai ini. Wallahu 'alam Bishshowab.* **



Perankan Cheng Ho, Yusril Berlatih Silat Selama Setahun

SUARA MERDEKA
Selasa, 07 Agustus 2007

Perankan Cheng Ho, Yusril Berlatih Silat Selama Setahun

SM/detik PERAN CHENG HO:Yusril Ihza Mahendra saat tampil sebagai pemeran utama dalam film Laksamana Cheng Ho.(30)

Mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra dan mantan Meneg Pembangunan Daerah Tertinggal Saifullah Yusuf kini jadi bintang film. Kedua mantan menteri Kabinet Indonesia Bersatu itu bermain dalam film Admiral Zheng He atau Laksamana Cheng Ho. Berikut laporannya.

YUSRIL Ihza Mahendra hapal betul riwayat Laksamana Cheng Ho. Karena itulah, ia sangat senang ketika mendapat peran sebagai Cheng Ho dalam film berjudul ''Laksamana Cheng Ho''. Untuk peran ini, mantan Mensesneg itu berlatih silat selama 1 tahun. "Cheng Ho adalah legenda," kata dia saat memperkenalkan film Laksamana Cheng Ho di NAM Centre, Jl Angkasa, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (6/8).

Yusril begitu kagum kepada sosok utusan kaisar China itu. Selain beragama Islam, menurut dia, Cheng Ho adalah pembawa misi perdamaian. "Banyak unsur pendidikan, sejarah dan politik dalam film ini. Karena itu saya tertarik," imbuh Yusril.

Yusril berkisah mengenai sosok Cheng Ho. Sejak umur 10 tahun, Cheng Ho telah menjadi pelayan seorang pangeran dan dikebiri. "Itu dilakukannya demi menolong orang tuanya dari hukuman penjara. Di istana, Cheng Ho belajar dan membaca banyak buku hingga menjadi pintar," ujar Yusril.

Untuk berperan menjadi Cheng Ho memang tidak mudah. Menurut Yusril, dia harus berlatih adegan silat selama 1 tahun. "Syuting di Thailand tanpa memakai stuntman dan menggunakan pedang sungguhan," ungkap Yusril.

Adapun ide awal mengenai film itu, menurut dia, sudah ada sejak 2 tahun lalu kala dirinya masih menjabat menteri. "Waktu itu rencananya aktor Thailand yang akan menjadi Cheng Ho. Karena kalau saya, nanti filmnya akan membutuhkan waktu lama, syutingnya kan mesti libur," jelas dia.

Namun nasib berkata lain. Ternyata dirinya diberhentikan menjadi menteri dan rezeki peran Cheng Ho pun jatuh kepadanya. Jubah merah Cheng Ho pun lantas melekat di tubuhnya. "Film ini tidak komersil, kita tidak dibayar sama sekali dan sebenarnya ini film islami," jelas Yusril.

Lalu apakah ke depannya profesi seni peran akan ditekuninya, Yusril menjawab diplomatis. "Saya lebih tertarik menjadi produser untuk membuat film-film bermutu," tandas dia.

Film Laksamana Cheng Ho ini dibintangi pula oleh mantan Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Saifullah Yusuf alias Gus Ipul. Film ini rencananya akan tayang pada akhir Januari 2008 di salah satu stasiun tv swasta di Indonesia.

Film berbiaya US$ 3 juta itu dibuat di 6 negara dan melibatkan 6 ribu pemain. Yang terbesar di China 4 ribu pemain serta ikut pula militer China.

Perankan Raja Majapahit

Majapahit sedang mengalami perpecahan kala Cheng Ho mendarat di Bumi Indonesia sekitar tahun 1440-an. Ada dua raja saat itu yang bertikai. Salah satunya bernama Raja Wikramawardana. Peran inilah yang jatuh kepada Saifullah Yusuf alias Gus Ipul.

"Waktu ditawari main film jadi raja Majapahit oleh Pak Yusril saya bilang mau, tapi saya pilih yang hidup (menang)," kata Gus Ipul saat mendampingi Yusril Ihza Mahendra dalam memperkenalkan film tersebut.

Gus Ipul bercerita sekitar 2 bulan yang lalu, dirinya diajak ikut melihat syuting film di Thailand oleh Yusril. "Saya bilang enak juga main film, lalu Pak Yusril menawari jadi raja Majapahit," jelas Gus Ipul.

Namun, Gus Ipul memilih peran Raja Majapahit yang hidup. "Lha gak mau dong, kalau memerankan yang kalah (mati)," ujar Gus Ipul terkekeh. (

1 comment:

44frames said...

Hi
I saw your blog pages. It was nice and interesting. I like to link your blog to mine. You may see some helpful information in the following blog too.
http://spiritualfacts.blogspot.com/

-Maxx