Friday, May 16, 2008

kegiatan menentang kenaikan BBM ?


Siaran televisi dan pers di Indonesia akhir-akhir ini dibanjiri oleh berita-berita tentang aksi-aksi protes terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM, dan terhadap sudah naiknya harga-harga sembako, dan makin sulitnya hidup rakyat sehari-hari. Yang menarik perhatian dalam aksi-aksi ini adalah tampilnya secara besar-besaran gerakan mahasiswa yang mengadakan berbagai demo di banyak kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Jogya, Semarang, Cirebon, Surabaya, Makasar, Bali, Lampung, Sum. Selatan dan Utara.



Aksi-aksi yang paling banyak dan besar terjadi di Jakarta, dimana para mahasiswa dari berbagai universitas dan berbagai macam organisasi melampiaskan kemarahan mereka dan menyuarakan slogan-slogan yang keras mengkritik pemerintah. Penting untuk dicatat bahwa dalam aksi-aksi para mahasiswa ini telah ikut 150 Badan Eksekutif Mahasiswa dari seluruh Indonesia. Aksi-aksi ini dilakukan di berbagai tempat, dan terutama terpusat di depan Istana, di lapangan Monas, dan di bunderan HI.



Dari banyaknya organisasi yang ikut menggalakkan aksi-aksi kali ini nyatalah bahwa gerakan berbagai golongan dan organisasi mahasiswa ini menyuarakan hati nurani banyak kalangan dalam masyarakat mengenai situasi politik, ekonomi dan sosial yang sedang dihadapi bangsa kita dewasa ini. Dalam slogan-slogan dan orasi yang dilakukan selama aksi-aksi itu terdengar adanya “TUGU RAKYAT”, tujuh gugatan rakyat.



“Tugu Rakyat” ini menuntut agar pemerintah menasionalisasikan aset-aset strategis bangsa, perwujudan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang terjangkau rakyat, serta penuntasan kasus BLBI dan korupsi Soeharto beserta kroni-kroninya. Selain itu, mereka juga menuntut pengembalian kedaulatan bangsa pada sektor pangan, ekonomi, dan energi; penjaminan ketersediaan dan keterjangkauan harga kebutuhan pokok bagi rakyat; penuntasan reformasi birokrasi dan berantas mafia peradilan; serta penyelamatan lingkungan.



Bangkitnya aksi-aksi mahasiswa di berbagai kota besar di Indonesia merupakan peristiwa penting yang patut disambut gembira dan didukung oleh seluruh kekuatan demokratik di Indonesia. Sebab, seperti halnya aspirasi kaum buruh yang disuarakan secara lantang dalam peringatan Hari Buruh 1 Mei yang baru lalu suara mahasiswa kali ini adalah juga manifestasi yang gamblang dan tulus dari aspirasi rakyat banyak. Dan bahwa kaum muda yang tergabung dalam berbagai macam organisasi ikut dalam memperjuangkan nasib rakyat adalah suatu hal yang positif sekali bagi hari kemudian bangsa. Kaum muda yang dewasa ini mau dengan susah-payah membela kepentingan rakyat, yang sebagian terbesar dihimpit oleh kemiskinan, adalah investasi yang besar dan berharga sekali untuk bangsa di masa-masa yang akan datang.



Kaum muda, yang sebagian terdiri dari para mahasiswa, sekarang ini menjadi tumpuan harapan banyak orang, karena “kaum tua” atau “setengah tua” yang sedang menduduki tempat-tempat penting dalam eksekutif, legislatif dan judikatif, dan menguasai partai-partai politik di DPR, DPRD, dan DPD, ternyata sudah banyak yang mengkhianati kepentingan rakyat, terutama rakyat miskin yang jumlahnya besar sekali. Generasi muda dewasa ini adalah investasi yang penting dan berharga sekali untuk masa-masa yang akan datang bangsa kita.



Tetapi, adalah hal yang menyedihkan dan sekaligus juga bisa membikin marahnya banyak orang, ketika Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar menyatakan “ada pihak yang menunggangi aksi-aksi penolakan rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang merebak di sejumlah daerah.

Namun, Syamsir yang ditemui sebelum rapat kabinet paripurna membahas persiapan rencana kenaikan BBM di Kantor Presiden, tampak enggan menyebutkan pihak yang disinyalir menunggangi aksi-aksi tersebut. "Itu sudah jelas. Kalian sudah tahu itu, tidak usah tanyalah," ujarnya kepada wartawan. Massa yang tergerak berunjukrasa, menurut dia, dapat terpancing karena tidak mengetahui penyebab yang memaksa pemerintah harus menaikkan harga BBM. "Ini banyak demo-demo, karena banyak yang tidak ngerti. Apalagi, saya lihat, di DPR ada yang dukung, ada juga yang tidak," ujarnya.(Antara, 14 Mei 2006).



Ucapan Kepala Badan Intelijen Negara yang demikian ini merupakan penghinaan terhadap begitu banyak orang dari berbagai golongan dan kalangan, di banyak tempat di seluruh negeri yang sudah menyatakan protes mereka untuk menolak kenaikan harga BBM. Begitu banyaknya orang, dan begitu luasnya kalangan dan golongan yang menolak kenaikan harga BBM, sehingga sulitlah bagi banyak orang untuk menerima tuduhan bahwa “aksi-aksi ini disinyalir ditunggangi”. Dan juga merupakan celotehan yang sembarangan ketika ia mengatakan bahwa “massa tergerak berunjuk rasa” karena terpancing dan “tidak mengetahui penyebab yang memaksa pemerintah harus menaikkan harga BBM”, atau bahwa “banyak demo-demo karena banyak yang tidak ngerti”.



Ucapan Kepala BIN yang demikian ini menunjukkan bahwa pada pokoknya - atau pada dasarnya - BIN masih memakai fikiran-fikiran atau pola lama, yang selama puluhan tahun digunakan oleh rejim militer Ode Baru untuk menakut-nakuti opini umum dengan menyebarkan tuduhan klasik (dan usang atau busuk) bahwa ada “fihak-fihak yang menunggangi aksi-aksi” berbagai golongan masyarakat untuk menentang tindakan atau kebijakan tertentu dari penguasa. Tetapi, kalau tuduhan semacam ini dalam masa-masa zaman Suharto masih laku dan bisa dipercaya oleh sebagian orang, maka akan salah besar kalau mau ditrapkan juga dalam aksi-aksi tentang kenaikan harga BBM dan TUGU RAKYAT.



Sebab, dalam aksi-aksi untuk menentang kenaikan harga BBM kali ini ikut serta banyak sekali berbagai golongan dari masyarakat, umpamanya buruh, tani, pegawai negeri, perempuan, pemuda, mahasiswa. Mereka ini tergolong dalam beraneka-ragam puluhan partai politik, dan juga agama. Di antara yang ikut mengadakan aksi-aksi dan kegiatan lainnya ini tentu saja ada yang mempunyai simpati kepada berbagai aliran nasionalis, agama, komunis atau sosialis. Jadi, kalau kepala BIN mengatakan bahwa aksi-aksi menentang kenaikan harga BBM “ada yang menunggangi” maka dapat dijawab bahwa sesungguhnya yang menunggangi adalah rakyat Indonesia.



A. Umar Said




Nasib Korban Lumpur Sidoarjo Makin Tak Jelas



Sidoarjo – Nasib warga korban lumpur yang masih bertahan di pengungsian Pasar Baru Porong semakin tidak jelas. Pihak Lapindo telah memutuskan jatah makan bagi para pengungsi sejak 1 Mei 2008 lalu. Tetapi, hingga saat ini tidak banyak warga yang melakukan proses perjanjian ikatan jual beli (PIJB) atas tanah dan bangunan mereka.


Hingga saat ini, masih bertahan sekitar 600 keluarga di pengungsian Pasar Baru Porong yang tergabung dalam Paguyuban Warga Desa Renokenongo Menolak Uang Kontrak (Pagar Rekontrak). Mereka sebenarnya telah bersedia menjalani skema seperti yang tertera dalam Perpres 14/2007 tentang BPLS, bahwa ganti rugi cash and carry dilakukan secara bertahap, yakni dengan pola 20-80. Artinya, mereka menerima uang muka 20 persen melalui proses PIJB, sedangkan sisanya sebesar 80 persen akan dibayarkan kemudian.
Masalahnya, pihak Lapindo melalui PT Minarak Lapindo Jaya berpegang pada Perpres bahwa pembayaran 80 persen dilakukan sebulan sebelum masa kontrak rumah dua tahun habis.


Para pengungsi minta pembayaran 80 persen dilakukan terjadwal dalam waktu enam bulan. Sedangkan uang kontrak sebesar Rp 5 juta/keluarga dan uang pindahan Rp 500.000/keluarga diminta dikumpulkan pada koordinator Pagar Rekontrak untuk dibelikan tanah secara kolektif. Tetapi, pihak MLJ tidak bisa memenuhi hal itu, karena dalam PIJB adalah atas nama pribadi, dan warga berhak mendapatkan dana masing-masing melalui rekening bank. ”Kami konsisten menjalankan isi Perpres 14/2007. Kami harap warga juga mau bekerja sama untuk memenuhi isi Perpres tersebut,” kata Yuniwati Teryana, Vice President PR Lapindo Brantas, Inc.
Ia berharap warga segera mengumpulkan berkas dan segera melakukan PIJB, agar proses cash and carry segera dilakukan. ”Kalau diundur-undur, mereka akan ketinggalan. Padahal, lebih dari 12.000 warga yang telah melakukan PIJB segera menjalani proses penerimaan pembayaran 80 persen,” ungkapnya.


Sejak penghentian jatah makan oleh Lapindo, tidak banyak anggota Pagar Rekontrak yang melakukan PIJB. Terhitung hanya sekitar 12 keluarga telah menjalankan proses PIJB sesuai dengan ketentuan Perpres 14/2007. Sumiyati, warga RT 8 RW 2 Desa Renokenongo mengatakan, pihaknya sebetulnya sejak dulu ingin menerima skema yang diberikan oleh Lapindo, namun dirinya ikut bergabung dengan Pagar Rekontrak yang harus sesuai komando dalam mengambil keputusan. “Kami sudah tidak kerasan lagi di Pasar Baru Porong, makanya kami menerima uang kontrak dan ingin hidup normal lagi,” ujarnya. (chusnun hadi



"I want problems!
I want good problems, well-formed problems, solvable problems, challenging problems, stretching problems, fascinating problems, and impossible problems."

That's what I said and when I said it to a friend the other day over coffee at Starbucks, he immediately responded by saying,

"What's wrong with you? Why in the world would you want problems? What have you been drinking? Are you nuts?"

My next response, I think, was even more surprising to my friend:

"No, not at all. I'm just trying to live a self-actualizing life! I'm just want the context that brings out the best in us humans, the context that causes us to reach down deep within ourselves for resources, and the context that activates the untapped potentials."

Then he said,

"Well, I've got some problems you can have!"

I'm writing this Reflection to follow up the previous Meta Reflections. In #15 I wrote about Creative Problem Solving and Self-Actualization and in #16, Are you the Problem or the Problem-Solver? What I'm learning from my ongoing studies in self-actualization is that we human beings need problems. I mentioned this in Unleashed! (2007) in Chapter 20 "Capitalizing Problems" where, following Maslow's lead, I referred to how he discovered that self-actualizing people have the unique skill of capitalizing on their problems. They turn them into intellectual and emotional capital for resources, discovery, learning, and wealth.

And while problems play that role in our psychology, I'm discovering something else about problems. Namely, that problems play an even deeper and more profound role. That's because as negative as this may sound, loving and longing for problems fits our very nature. It's what makes us grow! It's what turns on our brains. It's what activates our creative powers. It's what makes us feel more alive.

When you think about it, effective teaching involves creating fascinating problems that kids will love to solve. In school we train and evoke and develop minds through math problems, geometry problems, language problems. Putting a person to a test that's appropriate to age and skill calls forth that person's potentials and resources thereby enabling growth.

It is so much in our nature that we seek problems even in our entertainments. After all, what are "games," but controlled problems that we're called upon to solve? And the best games are those that put us or our team to the test! There's no fun to play against those who we can devastate and wipe out. That's not the point. We want to go up against a team that will call upon everything in our team and then succeed! And if you play tennis or golf or some other sport, you want someone to play with you at your level or even a bit better.

And what about movies? What's a movie if there's no plot of challenge? The movies that keep us on the edge of our seat are those where the heros cannot possibly win, and yet they find a way! Movies where everybody loves everybody, and where people are enjoying a great job in a growing industry who are people who are friends to each other and so on—are boring. We want drama. We want suspense. We need a significant problem. We need a Darth Vader who turns out to be our dad who seems all powerful and ready to take us over to the dark side!

That which is won easily and without a struggle is seldom valued, let alone treasured. It is what we win through struggle, effort, discipline, and team work that we value, that calls for a celebration. It is the problem that matters, that makes a difference, that opens up new possibilities and new worlds—those are the problems that are worth solving, worth devoting yourself to, worth a full commitment for a lifetime.

And what about business? What business is "business" in anyway? Is it not the business of problem-solving? Why do you need any business? From the grocery store and the department store, to companies that provide electricity, water, security, education, training, etc., every business is in business to solve problems.

And the bigger the problem, the more critical and important the business. Given this, what do we spend money on? Solutions. Creative solutions to problems is what creates wealth. Solve a problem that bothers people, that undermines their peace of mind, well-being, health, family, etc. and you have a source of wealth. All you need now is to package and frame it as a commercially viable product or service. Then you have a financial engine that you can use to build financial independence.

The problems that have been solved now exist as part of the time-binding wealth of our race. These problems are those that don't need to be solved again and again (although we can do so to learn about how they were solved and the solution process itself). These are formula solutions. These are among the solutions we learn in school and when a problem that fits these formats or structures, we only need to pull out the formula and solve it. Lots of everyday problems are like that. No creativity is needed, just a basic education in the area of the problem.

Then there are the new problems. And this is where the excitement begins. These are problems that we are either discovering or creating today. Science seeks to discover new problems in order to solve them as scientists and engineers discover new questions for new explorations. Then there are the problems that we create that need solving. Recently there's been a lot of concern over the solution of creating fuel from corn because when e devote more corn fields to growing corn for energy for cars rather than food for people, this creates new problems— higher food prices, then food shortages, then starvation in some parts of the world.

This demonstrates a systemic principle about human life: With every solution, we create new problems. New problems which you face individually, and new problems which we all face as human beings, are due to the complexity and systemic nature of problems. And for that we are doing to need more and more creative problems-solving. But more about that next time.

Joe Cole Tentang Lionel Messi

London - Bintang Chelsea Joe Cole menyebut-nyebut nama Lionel Messi. Apa saja pendapatnya saat membandingkan pemain Argentina itu dengan Cristiano Ronaldo, dan jika Messi bergabung ke Stamford Bridge?

"Ronaldo memang fantastis, tapi di semifinal Messi menunjukkan bahwa dia pemain terbaik," demikian Cole menakar kualitas kedua bintang muda itu, seperti dikutip AFP, Kamis (15/5/2008).

Kenapa Cole membuat perbandingan itu? Boleh jadi ia sedang melakukan psy-war dengan kubu Manchester United, yang akan dihadapi Chelseadi final Liga Champions pekan depan di Moskow.

Ronaldo musim ini tampil dominan di kompetisi domestik dengan membawa MU menjuarai Premier League, keluar sebagai top skorer, dan meraih penghargaan sebagai pemain terbaik versi asosiasi pemain dan jurnalis sepakbola.

Adapun Messi gagal membawa Barcelona berjaya di Liga Spanyol. Klub raksasa Catalan itu bahkan telah dipastikan tanpa gelar. Namun Messi memang tampil menawan seperti yang dikatakan Cole, yakni ketika The Red Devils mengalahkan El Barca di London pada leg II semifinal Liga Champions.

"Baru 20 tahun saja sudah begitu. Bayangkan pula betapa hebatnya dia dalam 10 tahun mendatang," kembali Cole memuji Messi.

Messi sendiri sedang digosipkan bakal digaet Chelsea, yang konon menyiapkan dana 80 juta poundsterling atau sekitar Rp 1,4 triliun!

"Kalau kami bisa merekrut dia, saya pasti senang bermain bersama dia," tukas Cole. ( a2s / din )



Kontrak Baru yang 'Wah' Buat Ferdinand

Manchester - Rio Ferdinand akhirnya menandatangani kontrak baru dengan Manchester United. Sang defender mendapat bayaran yang wah karena dia kini pemain dengan bayaran tertinggi di MU.

Sesungguhnya sudah sejak beberapa bulan lalu MU mengajak Ferdinand duduk satu meja untuk membicarakan deal baru. Namun kesepakatan tersebut urung tercapai dengan jumlah bayaran dikabarkan menjadi permasalahan yang mengganjal.

"Manchester United adalah klub yang fantastis dan saya puas bisa menandatangani kontrak baru. Sebuah kehormatan besar untuk menjadi bagian tim juara ini dan untuk berbagi sukses yang saya yakin masih akan terus berlanjut di beberapa musim mendatang," ungkap Ferdinand seperti diberitakan Yahoosport.

Tak disebutkan dengan detil berapa nilai kontrak baru Rio. Namun kabar yang beredar menyebut bek 29 tahun itu akan dibayar 130 ribu poundsterling setiap pekan (sekitar Rp 2,3 miliar). Jumlah tersebut membuatnya menjadi pemain dengan bayaran tertinggi di Old Trafford setelah Cristiano Ronaldo yang dibayar 10.000 poundsterling lebih sedikit.

Selain bayaran yang meningkat, status Ferdinand juga akan menanjak karena dia diproyeksikan Sir Alex Ferguson sebagai kapten baru "Setan Merah". Sepanjang musim ini Ferdinand bergantian menjadi kapten dengan Ryan Giggs.

"Rio telah menjadi pemain yang matang dengan peran yang diembannya di klub dan dia telah menunjukkan hal itu. Jika dibutuhkan dia bisa menjadi kapten dan pemimpin yang hebat," sanjung Fergie.

Ferdinand menjadi pemain ketiga yang diberi perpanjangan kontrak oleh MU setelah sebelumnya West Brown dan Michael Carrick dapat deal baru.


1 comment:

infogue said...

artikel di blog ini bagus dan berguna bagi pembaca di seluruh Indonesia.anda bisa lebih mempromosikan artikel anda di Infogue.com dan jadikan artikel anda topik yang terbaik bagi para pembaca.telah tersedia plugin/widget.kirim artikel dan vote yang terintegrasi dengan instalasi mudah dan singkat.salam blogger!!!

http://politik.infogue.com/
http://politik.infogue.com/kegiatan_menentang_kenaikan_bbm