Tuesday, May 6, 2008

Etnis Tionghoa Masih Didiskriminasi




Masyarakat Tionghoa ini hanyalah korban dari kebijakan politik di masa lalu. Masalah ini tidak pernah dibenahi.

[JAKARTA] Warga beretnis Tionghoa di Indonesia, ternyata masih menerima perlakuan diskriminatif dalam pemenuhan hak-haknya, meskipun pemerintah berulang kali menegaskan jaminan persamaan dengan warga negara Indonesia (WNI) lainnya. Tindakan diskriminatif tersebut, umumnya ditemui saat mereka hendak mengurus surat identitas resmi sebagai WNI. Akibatnya, warga beretnis Tionghoa sering tidak bisa mengenyam hak-hak sebagaimana yang dinikmati sesama WNI lainnya.

Beberapa waktu lalu SP menemui sejumlah warga Tionghoa Benteng, Tangerang, yang tengah mengurus surat kewarganegaraannnya di Pengadilan Negeri Tangerang. Untuk sampai pada sidang pengadilan, banyak langkah yang harus ditempuh meski mereka sudah dibantu oleh aktivis yang memperjuangkan hak-hak warga Tionghoa.

"Saya tidak punya uang, kalau tidak dibantu saya juga tidak mengerti bagaimana mengurus surat-surat kewarganegaraan saya," ujar Encun (41), warga Rawa Bokor yang sehari-hari bekerja sebagai petani dan tukang cuci.

Encun tengah mengurus akte kelahiran untuk anaknya agar anaknya bisa sekolah. Dari tujuh anaknya, hanya dua yang sekolah hingga SMP. Lima lainnya tidak pernah mengenyam pendidikan formal.

Menyikapi kondisi tersebut, seiring tidak adanya respons positif dari pemerintah terhadap diskriminasi etnis Tionghoa, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan melakukan langkah advokasi. "Kami sudah menyurati petugas terkait, hingga ke Departemen Hukum dan HAM, untuk mempermudah mereka (warga Tionghoa) dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Akan tetapi, belum ada langkah konkret dari pemerintah yang menanggapi hal ini," tutur Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim, di Jakarta, Senin (4/2).

Kesulitan memperoleh KTP hingga bertahun-tahun tersebut, menyebabkan banyak warga Tionghoa terhambat saat hendak melakukan berbagai hal. Akibatnya, mereka terus miskin, dan tidak dapat berkembang. "Masyarakat Tionghoa ini hanyalah korban dari kebijakan politik di masa lalu. Masalah ini tidak pernah dibenahi," tambah Ifdal.

Tetap Terbelakang

Menurut Oey Tjin Eng, pengamat budaya Tionghoa di Kota Tangerang, kemiskinan yang diderita banyak warga Tionghoa di Cina Benteng, Tangerang, tak lepas dari rendahnya pendidikan. "Banyak anak cucu warga Tionghoa yang tidak sekolah. Mereka hanya jadi pekerja kasar yang penghasilannya sangat terbatas," katanya.

Mereka tidak bisa mengenyam pendidikan sebagaimana layaknya WNI lainnya, karena sering terbentur dengan masalah birokrasi dan administrasi kependudukan.

Rendahnya pendidikan, bahkan banyak yang buta huruf, menyebabkan mereka tidak memahami prosedur pengurusan surat-surat kependudukan. Keterbatasan ini membuat sebagian dari mereka enggan mengurus surat-surat itu. Ketiadaan surat resmi dari pemerintah tentang status warga beretnis Tionghoa ini menyebabkan mereka sulit untuk mendapatkan kartu sehat dan menikmati program pemerintah lainnya untuk rakyat miskin.

Rebbeka Harsono, Koordinator Lembaga Anti Diskriminasi Indonesia (LADI) mendesak pemerintah lebih banyak memberikan perhatian kepada kaum keturunan Tionghoa. "Karena di tengah kemiskinan, mereka tidak bisa mendapatkan akses bantuan berbagai program pemberantasan kemiskinan yang diberikan pemerintah kepada rakyatnya. Banyak dari mereka butuh surat atau identitas resmi dari pemerintah agar mereka bisa mendapat bantuan dari pemerintah dan bisa hidup layak dan sehat," kata Rabbeka.

Menurutnya, tanpa identitas itu, warga Tionghoa tidak akan bisa hidup layak, karena terbatasnya akses untuk sekolah maupun bekerja. Dia mengungkapkan, bahkan di sejumlah akte lahir anak-anak keturunan Tionghoa di Cina Benteng, mereka ada yang tercantum keterangan "No Staatblatz", yang berarti tidak berstatus hukum. [132/MAR/A-17]

Bush to ask Congress for $16m in Indonesian military funding

Tony Hotland, The Jakarta Post, Jakarta

U.S. President George W. Bush is poised to deliver his annual budget request Monday, proposing US$186 million in bilateral assistance to Indonesia in 2009, including some $16 million for military funding.

The total amount is, as reported by the Associated Press, down $4 million from 2008, but the military aid level remains roughly the same.

For 2008, Bush asked for and received $15.7 million for foreign military financing to help Indonesia "promote defense reform and improve maritime security, counterterrorism, mobility and disaster relief capabilities" .

Military analyst Ikrar Nusabakti of the Indonesian Institute of Sciences (LIPI) said Sunday the figure was not unusual and would simply maintain Washington's military cooperation with Jakarta.

"Regardless of some haunting human rights issues and still overshadowed by Bush's terrorism policy, the requested amount is a peanut," Ikrar told The Jakarta Post.

Besides, he added, Washington had to have learned that it could not afford to forgo military relations with Indonesia as it did between 1999 and 2005.

Military relations between the two countries were strained in 1999 following the referendum in breakaway province East Timor (now Timor Leste), with human rights groups accusing Indonesia of mass killings by the militia groups with the support of the army.

Bush revived all cooperation in 2005 after declaring Jakarta had made progress on some of Washington's earlier demands, including the prosecution of military officials in several human rights cases.

"There was sort of a generation loss during the embargo when the U.S. military had no Indonesian counterpart, " said Ikrar.

The Bush administration sees Indonesia, home to the world's largest Muslim population, as crucial to fighting terrorism in Southeast Asia.

New York-based rights group East Timor and Indonesia Action Network (ETAN) has opposed increasing military assistance to Indonesia because it believes change in the Indonesian military's conduct over the past few years has yet to warrant such a generous increase.

On Monday, Bush will also request nearly $16 million in military aid for Myanmar.

Jacked up from around $5 million for 2008, the amount is seen as support to spark change in the country after its military junta crushed pro-democracy protests led by students and Buddhist priests last year.

Monday's request will be the start of a long process. The Senate and the House of Representatives must make recommendations on funding, and negotiators from each side will then hammer out a compromised bill before sending it to the president for enactment.

With Bush entering his last year in office, he faces strong opposition from the Democratic party that controls Congress, meaning there's no guarantee the budget will be funded at the levels he has requested.


PT Freeport paid rp17 trillion to govt in 2007


Timika, Papua (ANTARA News) - US-based gold and copper mining company PT Freeport Indonesia (PTFI) contributed a total 1.8 billion US dollars or Rp17 trillion to the Indonesian government in 2007, the company said.

The company`s financial obligations to the Indonesian government consisted of corporate income tax, employee income tax, regional tax and other kinds of taxes totaling 1.4 billion US dollars, royallties 164 million US dollars and dividends 216 million US dollars, the company said in a statement received in Timika on Monday.

The amount contributed to the Indonesian government in 2007 was bigger than in 2006 when the figure was 1.6 billion US dollars. The increase was due to fluctuations in commodity prices and the output of the company whose mines are located in Mimika district, Papua.

In the period 2002-2007, PTFI paid the Indonesian government a total of 6.9 billion dollars in corporate income tax, employee income tax and regional tax, 5.5 billion US dollars in other taxes, 731 US dollars in royalties and 654 million US dollars in dividends.

The company obtained the right to mine gold and copper in Mimika district for another 40 years under its phase II work contract signed with the government in 1991.

Based in New Orleans, the United States, PTFI invested more than 5 billion US dollars to build Tembagapura and Kuala Kencana towns, power plants and distribution networks, a seaport, airport, roads, bridges, tunnels, a waste treatment facility, a modern communication system and other infrastrcutures.

The company had also invested more than 600 million US dollars to build schools, student dormitories, a hospital, clinics, offices, houses of worship, recreational facilities and provide assistance to small and medium enterprises in the community living around its mining area.

At present PTFI employs a total of 9.800 workers of which about 2,700 or almost 28 percent are Papua natives. In addition, about 10,800 employees of contractor, private and other companies also work in PTFI`s concession area. (*)

COPYRIGHT © 2008


Tak Tahan Hidup Susah Pengojek Gantung Diri

Senin 4 Februari 2008, Jam: 17:58:00
DEPOK (Pos Kota) – Tak tahan terlilit masalah ekonomi, ayah dua anak yang sehari-hari mencari nafkah jadi pengojek, tewas gantung diri di rumahnya, Jalan Tipar RT 01/08, Mekarsari, Cimanggis, Depok, Senin (4/2) pagi.

Ketika ditemukan Ny. Eang, 24, istri, posisi tubuh Yanto,25, tergantung di atas plafon kamar mandi. Wanita ini menjerit histeris saat melihat sang suami sudah tak bernyawa. Nyonya Eang mengaku, dirinya dan suami tidak sedang bertengkar.

“Diduga korban stres karena tuntutan ekonomi,” kata Kanit Reskrim Polsek Cimanggis Iptu Bambang Parjianto


Menepis Doomsday Theory

Cukup satu klub Inggris melaju ke final Liga Champion untuk membuat Athena rusuh pada 2007. Pernyataan hiperbolik yang dilepas para pejabat UEFA tahun lalu ini akhirnya melecut Moskow untuk berbenah serius guna menyambut datangnya Chelsea dan Manchester United pada 21 Mei nanti.

Logikanya, bila kehadiran Liverpudlian di Yunani tahun lalu telah begitu merepotkan UEFA, apalagi sekarang dengan tumpleknya gabungan suporter asal London Barat dan Manchester ke ibu kota Rusia.

Jujur saja gambaran tentang sebuah final yang chaos kini membayang di benak warga Moskow. Akan tetapi, sebuah pernyataan bekas tokoh pemim-pin kubu konservatif di Inggris, Michael Howard, langsung mementahkan doomsday theory versi tuan rumah tersebut.

“Menurut saya Luzhniki jauh lebih baik ketimbang Stadion Olympic di Athena, yang tidak cukup layak menggelar sebuah pertandingan besar sepakbola. UEFA kini hanya perlu memastikan bahwa prosedur pengecekan tiket di Moskow berjalan mulus,” kata Howard seperti dilansir BBC Sport.

Howard benar. Soal pemerik-saan tiket memang jadi momok tahun lalu karena ternyata Stadion Olympic telah penuh sesak meski sejumlah besar Liverpudlian yang memiliki tiket asli justru meradang dihadang polisi anti huru-hara di luar stadion.

Petinggi United, David Gill, dan bos besar Chelsea, Peter Kenyon, akan bertemu sejumlah pejabat UEFA di Moskow pada Kamis depan untuk membicarakan masalah tiket ini.

“Saya tidak punya kekhawatiran khusus soal tiket,” kata juru bicara UEFA, William Gaillard. “Saya pikir kedua klub juga telah mengembangkan sebuah tradisi bagus dalam mengatur rombongan suporternya selama ini. Kami tidak pernah bermasalah dengan pendukung Chelsea dan United.”

Representasi Inggris

Pernyataan terkini Gaillard di atas amat berbeda dibanding saat mengecam Liverpudlian musim lalu. Para suporter Liverpool disebutnya berperilaku bak binatang dengan membulan-bulani polisi Athena, yang sejak awal diminta UEFA untuk tidak bertindak kasar.

Terlepas dari isu-isu keaman-an, visa, dan tiket, pertandingan final nanti diyakini Mark Hughes bakal berjalan sebagai sebuah klimaks musim 2007/08. Komentar sang pelatih Blackburn Rovers di atas layak diperhatikan karena mewakili sosok yang pernah memperkuat Chelsea dan Manchester United.

Selain karena dipertarungkan di luar Inggris, atmosfer Eropa yang kental pada pertemuan kedua kubu disebut Hughes akan membuat motivasi pemain jadi berlipat.

“Pertemuan mereka akan menjadi sebuah final yang berkualitas tinggi. Sebagai bekas pemain di kedua klub itu, saya pernah merasakan bahwa pengaruh tingginya level sebuah kompetisi akan memancing kualitas terbaik dari para pemain untuk muncul,” katanya pada Sky Sport.

All-English-final yang pertama ini pun disebut Hughes cukup merepresentasikan kekuatan Inggris karena sangat mungkin akan melibatkan total sembilan hingga sepuluh pemain Inggris.

Namun, pria asal Wales itu menyayangkan kejayaan klub Inggris tidak berimbas ke timnas. “Total ada sekitar 200 pemain Inggris di Premier League, tapi ternyata tidak mudah untuk mendapatkan 11 pemain terbaik untuk memenangi pertandingan antarnegara,” kilahnya. (Darojatun)

Tak Khawatir Masa Depan

Avram Grant, tetap digoyang. (Foto: AFP)

So, who‘s the special one now? Pertanyaan ini dilontarkan komentator laga yang berbahasa Inggris di televisi ketika tiupan peluit Roberto Rosetti mengakhiri Chelsea versus Liverpool pekan lalu.

Ungkapan retoris di atas jelas merupakan sebuah sindiran untuk The Special One, Jose Mourinho, yang belum pernah membawa The Blues ke final Liga Champion. Pada kancah Eropa, kiprah Jose di Chelsea telah dilewati Avram, tapi siapa bilang The New Special One tidak tak tersentuh karenanya?

Pelatih asal Israel itu me-mang tidak populer di mata para True Blue sejak skuad Roman Emperor takluk oleh Tottenham di final Piala Liga serta tersingkir oleh Barnsley di Piala FA.

Semua itu dianggap kian membenarkan anggapan bahwa seorang back-stabber memang tak pantas mendapat tempat sebagai arsitek Chelsea. Mayoritas penggemar The Blues memang masih menganggap Avram sebagai sosok yang menikam punggung Mourinho untuk kemudian menangani John Terry dkk.

Dijawab Canda

Uniknya akhir pekan lalu Avram membenarkan pada Sky Sport News bahwa dirinya, sebelum melatih Chelsea, memang sempat mendiskusikan kiprah Mourinho dengan Roman Abramovich.

“Sekarang tim saya lebih kreatif sehingga tampil lebih baik dan enak ditonton. Tujuan saya sudah tercapai sehingga saya tidak perlu mengkhawatirkan masa depan saya di klub ini,” katanya.

“Putri cantik saya, Romi, yang berumur 12 tahun juga heran kenapa media selalu menanyakan soal masa depan saya. Saya katakan padanya bahwa banyak wartawan yang takut bila suatu saat Chelsea bermasalah, saya tidak ada di sini untuk menyelesaikannya,” tambah Avram lagi setengah bercanda.

Intinya pelatih bertampang dingin tersebut menegaskan bahwa hubungannya dengan pihak manajemen tetap harmonis, tidak seperti yang dialami Mourinho menjelang pemecatannya dulu. (toen)

No comments: