Wednesday, May 21, 2008

Kalau Hanya Ada Satu Pemenang – Mengapa Kita Ikut Bertanding?




Salah satu alasan mengapa kita memiliki frase `kalah sebelum
bertanding' adalah karena pada kenyataannya begitu banyak orang yang
enggan untuk ikut dalam pertandingan menyusuri hidup. Hanya karena
mereka tahu bahwa mereka tidak akan pernah menjadi pemenang. Jika
hidup kita adalah soal kalah dan menang, mungkin cara berpikir itu
bisa diterapkan. Namun, pada kenyataannya hidup kita tidak selamanya
tentang kalah dan menang. Memang, ada kalanya kita harus terlibat
dalam permainan seperti itu. Jika kita tidak mengalahkan orang lain,
maka orang lain akan mengalahkan kita; dan kita menjadi pecundang.
Namun, sebagian besar kegiatan dalam hidup kita bukan soal itu.
Melainkan soal; bagaimana kita menjalani hidup itu sendiri. Oleh
karena itu, dalam banyak situasi; `menjalani' hidup itu lebih
penting daripada hasil akhirnya.

Anda tentu masih ingat sebuah kisah klasik tentang seorang lelaki
lugu yang tengah duduk diteras sebuah kedai dipinggir jalan. Ketika
mendekatkan cangkir kopi ke bibirnya, dia terperangah, karena tiba-
biba saja ada segerombolan orang yang berlarian. Ia lalu bertanya
kepada pelayan;"Kenapa sih orang-orang itu pada berlarian begitu?"
Sang pelayan menjawab:"Ini perlombaan lari marathon, Tuan." Ia
tersenyum dengan ramah, kemudian melanjutkan: "Pemenangnya akan
mendapatkan sebuah piala." Katanya. Lalu lelaki itu berkata;"Kalau
hanya pemenangnya yang mendapatkan piala, kenapa orang-orang yang
lainnya juga pada ikut berlari...?"

Kemungkinan besar, didunia nyata tidak ada manusia yang cukup lugu
untuk melakukan dialog seperti itu. Setidak-tidaknya dalam
konteks `lomba lari marathon'. Kita semua tahu bahwa pemenang lomba
lari marathon hanya satu orang. Atau paling banyak 3 orang. Jika
panitia berbaik hati menyediakan hadiah sampai juara harapan ketiga
seperti ketika kita sekolah di TK dulu, maka jumlah pemenangnya
paling banyak ada 6 orang. Tetapi, kita tidak cukup bodoh untuk
mempertanyakan; "Mengapa ratusan orang lainnya ikut berlari juga?"
Tetapi, mari cermati kehidupan sehari-hari kita. Secara tidak
langsung kita sering mengajukan pertanyaan naif seperti itu. Kita
begitu seringnya bertanya; kenapa orang kecil seperti kita mesti
kerja habis-habisan? Paling hasilnya cuma segitu-gitu juga.

Ketika masih disekolah menengah dulu, saya beberapa kali mengikuti
10K Marathon Competition. Dalam perlombaan itu, selalu saja ada
atlet profesional dari pelatda yang ikut serta. Tapi, jumlah mereka
tidak banyak. Sedangkan, ratusan peserta lainnya adalah mereka yang
paling banter hanya berolah raga seminggu sekali saja, termasuk saya
dengan tubuh kerempeng dan napas yang pas-pasan ini. Bahkan ada juga
peserta yang sudah lanjut usia. Nyaris tidak mungkin kami bisa
menang. Kami semua mengetahui hal itu. Tapi, mengapa kami tetap ikut
perlombaan itu? "Ya, kenapa Kakek mengikuti perlombaan ini?" Anda
boleh bertanya begitu kepada si Kakek veteran perang kemerdekaan
yang ngotot mau ikut perlombaan. Dan dia akan menjawab: "Kakek mah,
yang penting sehat, cucu. Tidak apa-apa menang juga. Yang penting
sehat...." Alah, yang penting sehat, kata si Kakek.

Kalau anda tanyakan itu kepada orang dewasa lainnya, mereka akan
menjawab: "Demi kesehatan, Mas. Kita perlu berolah raga. Kalau
menang syukur. Tidak juga yah, tidak apa-apalah. Yang penting
sehat." Sedangkan, gadis-gadis remaja berusia belasan tahun akan
menjawab:"Tau deh, Mas. Pokoknya seru ajjah. Bisa ketemuan sama
teman-teman. " Dan dari para lelaki kecil yang sedang puber seperti
saya waktu itu, mungkin anda akan mendengar:"Asyik Mas. Banyak cewek
kece yang ikutan...." Pendek kata, ada begitu banyak alasan mengapa
orang ikut serta dalam perlombaan lari marathon itu; meskipun mereka
tahu tidak akan menang. Dan diakhir pertandingan, kita selalu bisa
menemukan senyum kepuasan disetiap wajah yang mengikuti perlombaan.
Ketika sang atlet pelatnas naik pentas untuk menerima tabanas;
setiap orang ikut merasa puas. Tidak ada iri dihati ini. Sebab, dari
awal pun kita sudah tahu bahwa hadiah tabanas dan piala itu bukan
untuk kita.

Kita mempunyai bagian masing-masing dalam perlombaan itu. Sang
Kakek, mendapatkan kesempatan untuk berolah raga dengan gembira demi
kesehatannya. Para pemuda senang dengan keringat yang membasahi
seluruh tubuhnya. Para remaja gembira karena bertemu dengan rekan-
rekan seusianya. Sambil ngeceng satu sama lain. Dan tampaknya, semua
orang mendapatkan kemenangannya masing-masing. Kecuali orang-orang
yang memilih tidur dibawah selimut. Dan mereka yang hanya nongkrong
dipinggir jalan yang dilewati para pelari.

Lomba lari marathon mungkin sudah bukan olah raga populer lagi
dijaman ini. Tetapi, esensinya masih tetap ada hingga kini.
Kehidupan kita, tidak ubahnya seperti perlombaan lari marathon itu.
Ada sejumlah hadiah disediakan bagi mereka yang berkoneksi sangat
kuat. Bermodal teramat besar. Dan berkedudukan begitu tinggi. Namun,
jika saja orang-orang yang tidak memiliki semua keistimewaan itu
memilih untuk berhenti sebelum bertanding; kehidupan kita mungkin
akan berubah wajah. Menjadi sebuah ironi ketidakberdayaan.
Untungnya, sebagian besar manusia sederhana yang kita lihat adalah
orang-orang tangguh. Mereka adalah pejuang hebat yang tidak mudah
menyerah. Tengoklah mereka yang tidak pernah lelah untuk terus
merengkuh hidup. Mengagumkan sekali. Meskipun mereka tahu bahwa
tidak mungkin untuk mendapatkan pendapatan sejumlah miliaran atau
sekedar ratusan ribu rupiah saja; namun mereka tetap melangkah, ikut
terlarut dalam geliat hidup. Mereka tidak hendak berhenti. Sebab,
sekalipun tahu bahwa uang besar adalah jatah orang-orang besar,
namun ikut terlibat dalam permainan keseharian adalah pilihan yang
paling bijaksana.

Jika kita berkesempatan untuk menyasar ke pasar-pasar pada pukul dua
pagi, kita akan menemukan orang-orang dari jenis ini. Tukang
gorengan. Para penyapu jalan. Para petugas pembersih toilet digedung-
gedung perkantoran. Para buruh tani. Ibu-ibu tukang cuci pakaian.
Para hansip dan petugas keamanan. Para guru bantu disekolah-sekolah
reyot . Aih, betapa banyaknya orang yang ikut dalam lari marathon
kehidupan ini. Apakah mereka akan mendapatkan piala? Tidak. Lantas,
mengapa mereka ikut berlari? Karena, mereka ingin mengajari kita
tentang hidup. Mengajari kita? Ya. Mengajari kita. Karena kita yang
lebih beruntung ini sering sekali menyia-nyiakan hidup. Kita
terlampau mudah untuk berkeluh kesah. Ketika kita tahu akan kalah,
kita langsung menyerah. "Untuk apa kita bekerja jika dibayar dengan
upah murah? Cuma membuat kaya para pengusaha saja!" Begitu kita
sering berkilah. "Ngapain susah-susah begitu jika hasilnya cuma
segini?" Kemudian kita memilih untuk tidur lagi. "Kalau begini
caranya, aku berhenti saja!" Lalu kita keluar dari arena. Malu kita
oleh orang-orang sederhana itu.

Padahal, Ayah dan Ibu sudah menyekolahkan kita dengan bersusah
payah. Mereka mengumpulkan rupiah, demi rupiah. Dengan terengah-
engah. Supaya kita bisa kuliah. Setelah kita lulus sekolah? Kita
menjadi orang-orang yang begitu mudahnya untuk menyerah kalah.
Setiap kali dihadapkan pada jalan yang menanjak sedikit saja, kita
sudah cepat merasa lelah. Ketika tersandung dengan kerikil kecil
saja, kita sudah mengeluh seolah kehilangan kaki sebelah. Bukan
peristiwanya yang menjadi musibah. Melainkan sikap kita untuk
memilih menjadi manusia bermental lemah.

Malu kita oleh orang-orang sederhana itu. Meskipun mungkin mereka
tidak sepintar kita. Tidak sekolah setinggi kita. Tidak berkulit
semulus kita. Namun, semangat mereka dalam menjalani hidup, bukanlah
tandingan bagi kita. Cobalah sesekali tengok garis-garis wajah
mereka. Disana kita akan menemukan sebuah gambaran tentang hidup
semacam apa yang mereka jalani setiap hari. Tidak lebih mudah dari
kita. Sekalipun begitu; mereka enggan untuk berhenti. Mereka terus
berlari. Untuk berlomba dalam marathon ini. Perlombaan yang
hadiahnya mereka definisikan sendiri. Yaitu; menunaikan panggilan
hidup. Dan, apakah sesungguhnya panggilan hidup itu? Untuk menjalani
kehidupan itu sendiri. Dengan segenap bekal yang telah Tuhan berikan
didalam diri kita masing-masing. Bersediakah kita mendayagunakannya?

Scudetto Diraih, Mancini Dipertahankan

Milan - Karir Roberto Mancini masih akan terus berlanjut di Inter Milan. Presiden Inter Massimo Moratti menegaskan hal itu setelah I Nerazzurri memastikan meraih scudetto.

Hubungan Inter dan Mancio memang sempat menjadi tanda tanya. Pelatih Inter ini sempat menyatakan mundur setelah Inter tersingkir di Liga Champions. Namun dalam 24 jam Mancio akhirnya berubah pikir dan kembali menjalankan tugasnya.

Spekulasi mengenai masa depan pelatih berusia 43 tahun ini masih belum berhenti. Ia dikabarkan akan lengser di akhir musim ini. Meski demikian semua kabar itu akhirnya dibantah oleh presiden Inter usai mengatasi Pama 2-0 dan memastikan gelar scudetto.

"Mancini akan tetap melatih Inter. Tak seorang pun mengkhawatirkan akan hal itu. Gelar scudetto kali ini kami rebut dengan susah-payah, namun kami memang pantas mendapatkannya," kata Moratti seperti dilansir Football Italia.

Kini semua keputusan tinggal berada di tangan Mancio, apakah tetap bertahan atau angkat kaki. Namun pihak klub masih mempertahankan Mancini. "Saya berharap Mancini akan tetap di sini," harap General Manager Inter Ernesto Paolillo.

Yang Bersuka, Yang Berduka

Jakarta - Inter dan Fiorentina bisa jadi merupakan tim yang bersuka di akhir musim ini karena masing-masing menyegel scudetto dan tiket Liga Champions. Sementara AS Roma dan AC Milan merupakan tim yang berduka.

Ya, baik Roma dan Milan, sama-sama gagal mewujudkan target terakhir mereka di musim ini. Keberhasilan Inter menekuk Parma membuat bagaimanapun perjuangan Roma di Catania untuk memburu gelar juara Seri A bakal sia-sia.

Sementara Milan, meski berpesta gol 4-1 di San Siro atas Udinese, usaha mereka tak membuahkan hasil mengingat Fiorentina juga sukses menorehkan tiga angka penuh berkat kemenangan 1-0 atas Torino.

Dengan berakhirnya giornata ke-38, siapa-siapa saja yang menjadi kontestan kompetisi musim depan, baik di Eropa dan level domestik Italia juga diketahui. Inter dan Roma menjadi tim yang melenggang langsung ke babak fase grup Liga Champions, sementara Juventus dan Fiorentina harus menempuh jalur kualifikasi III sebelum lolos ke putaran final.

Di Piala UEFA, AC Milan, Sampdoria dan Udinese menjadi kontestannya. Napoli juga berpeluang ikut berlaga di Piala UEFA bila bisa memenangi Piala Intertoto.

Sedangkan AC Parma, Empoli dan Livorno harus terdegradasi ke Seri B musim depan. Chievo menjadi satu dari tiga tim yang akan menggantikan ketiga tim terdegradasi itu. Dua tempat lainnya masih diperebutkan yaitu Bologna, Lecce dan Albinoleffe.

Sementara Alessandro Del Piero menjadi satu-satunya pemain yang mengangkat tropi Capocanonieri karena menjadi pemain yang mencetak gol terbanyak dengan 21 gol, mengungguli torehan David Trezeguet dan Marco Borriello.

Berikut Penyebaran Klub Liga Italia di Eropa:
Inter dan AS Roma - Fase Grup Liga Champions
Juventus dan Fiorentina - Kualifikasi Babak III Liga Champions
AC Milan, Sampdoria dan Udinese - Babak pertama Piala UEFA
Napoli - Piala Intertoto



Carrick Sampai 2012 di Old Trafford

Manchester - Keluarnya Manchester United sebagai juara Liga Primer musim ini semakin menambah pamor klub tersebut. Puas dengan kesuksesan di sana, Michael Carrick pun resmi mengikat masa depannya di Old Trafford.

Tak lama setelah MU memastikan jadi juara Premiership, Carrick membubuhkan tandatangannya di atas kontrak baru yang akan mengikat pemain berusia 27 tahun itu sampai empat tahun ke depan. Sebelum Carrick, adalah Rio Ferdinand yang baru memperpanjang kontraknya di awal pekan ini.

"Manchester United adalah sebuah klub hebat, dan sebuah kebanggaan bisa menjadi bagian dari skuad hebat ini," pujinya sebagaimana dilansir situs resmi MU.

Gelandang kelahiran Wallsend ini memuji klub yang merekrutnya sejak 2006 silam tersebut, atas raihannya di Liga Primer dua musim terakhir. Apalagi kini MU berpeluang meraih gelar ganda dengan jadi juara Liga Champions.

"Saya percaya tim ini akan terus bersama untuk beberapa tahun ke depan untuk memenangkan kembali gelar di dua musim pertama saya di sini, klub impian saya," lanjut dia.

Carrick sendiri merupakan salah satu sosok penting dalam permainan United. Oleh sebab itu, Manajer Sir Alex Ferguson sangat puas setelah pemain asal Inggris itu memastikan kesetiaannya buat MU.

"Saya sangat bahagia Michael mau memperbarui kontraknya. Ia telah memberikan penampilan terbaiknya sejak bergabung dengan kami dari Tottenham Hotspur di tahun 2006, dan sangat hebat mengetahui dirinya akan menjadi bagian dari skuad untuk beberapa tahun ke depan," tandas bos "Setan Merah" tersebut.


'Budaya Alkohol Hambat Piala Arsenal'

London - Banyak hal-hal buruk yang bisa menimpa seseorang jika terlalu gandrung akan alkohol. Buat Arsenal, budaya minum-minuman keras pun dinilai sudah menghambat klub London tersebut meraih lebih banyak piala di akhir tahun 80-an dan di awal 90-an.

Analisa tersebut tak datang dari sembarang orang, karena tuturan ini keluar dari mulut George Graham yang pernah membesut "The Gunners" selama sembilan tahun. Graham bahkan bisa dibilang sebagai salah satu pelatih yang punya arti penting di Highbury --markas lama Arsenal.

Ketika datang pada Mei 1986, Graham mampu membalikkan peruntungan Arsenal dengan mengantarkan mereka meraih piala --yang sudah tak diraih Arsenal sejak tahun 1978/79 saat juara Piala FA-- yaitu Liga Inggris di bawah kepemimpinan kapten Kenny Sansom tahun 1987.

Skuad Arsenal di bawah arahan Graham juga mampu memenangi titel juara liga pada 1989 dan 1991, sepeninggal Sansom. Ketika itu "Tim Gudang Peluru" terkenal dengan pertahanan rapat yang sulit ditembus lawan.

Meski demikian, Graham yang dikenal punya karakter kepelatihan disiplin tetap tak mampu mengendalikan kebiasaan para pemain bintangnya menenggak minuman keras dan mabuk-mabukan. Itulah yang masih disesali Graham.

"Saat saya melihat ke belakang di masa-masa saya menangani Arsenal pada tahun 80-an, saya membayangkan berapa banyak yang bisa kami capai jika tim saya tak kerap mabuk-mabukan," tulis Graham dalam otobiografi Sansom, To Cap It All, seperti dilansir Daily Mail.

"Jangan salah duga, mereka semua memberikan apa yang mereka mampu --Kenny, Tony Adams, Paul Merson dan lainnya-- tapi aktivitas mereka di luar lapangan pasti punya efek merugikan kepada penampilan mereka secara keseluruhan. Tony dan Paul pernah bicara tentang pertarungan mereka dengan kecanduan (alkohol) dan sekarang giliran Kenny membicarakan kisahnya," imbuh Graham.

Selain memberikan kritik, Graham yang sekarang berusia 63 tahun itu juga memuji Sansom dengan menyebutnya sebagai bek kiri yang jenius.

No comments: