Beberapa tahun yang lalu, kalau tidak salah tahun 2000,
saya berkunjung ke kota Pontianak , teman saya disana
mengajak saya memancing Kepiting.
Bagaimana cara memancing Kepiting?
Kami menggunakan sebatang bambu, mengikatkan tali ke
batang bambu itu, diujung lain tali itu kami mengikat
sebuah batu kecil.
Lalu kami mengayun bambu agar batu di ujung tali terayun
menuju Kepiting yang kami incar, kami mengganggu Kepiting
itu dengan batu, menyentak dan menyentak agar Kepiting
marah, dan kalau itu berhasil maka Kepiting itu
akan 'menggigit' tali atau batu itu dengan geram, capitnya
akan mencengkeram batu atau tali dengan kuat sehingga kami
leluasa mengangkat bambu dengan ujung tali berisi seekor
Kepiting gemuk yang sedang marah.
Kami tinggal mengayun perlahan bambu agar ujung talinya
menuju sebuah wajan besar yang sudah kami isi dengan air
mendidih karena di bawah wajan itu ada sebuah kompor
dengan api yang sedang menyala.
Kami celupkan Kepiting yang sedang murka itu ke dalam
wajan tersebut, seketika Kepiting melepaskan gigitan
dan tubuhnya menjadi merah, tak lama kemudian kami bisa
menikmati Kepiting Rebus yang sangat lezat.
Kepiting itu menjadi korban santapan kami karena
kemarahannya, karena kegeramannya atas gangguan yang
kami lakukan melalui sebatang bambu, seutas tali dan
sebuah batu kecil.
Kita sering sekali melihat banyak orang jatuh dalam
kesulitan, menghadapi masalah, kehilangan
peluang,kehilangan jabatan, bahkan kehilangan segalanya
karena MARAH .
Jadi kalau anda menghadapi gangguan, baik itu batu kecil
atau batu besar, hadapilah dengan bijak, redam kemarahan
sebisa mungkin, lakukan penundaan dua tiga detik dengan
menarik napas panjang, kalau perlu pergilah ke kamar
kecil, cuci muka atau basuhlah tangan dengan air dingin,
agar murka anda mereda dan anda terlepas dari ancaman
wajan panas yang bisa menghancurkan masa depan anda.
Nothing Great in the World has ever been accomplished
without PASSION
Menjelang Final 2008
Visa Bikin Pusing
Kemenangan Manchester United atas Barcelona di semifinal Liga Champion, Selasa (29/4), memastikan terciptanya all-English final pertama sepanjang sejarah. Sesuai janji UEFA, jika dua klub senegara muncul di partai puncak yang akan mentas di Luzhniki, Rusia (21/5), alokasi tiket akan terfokus ke dua pelakon final.
Dengan kapasitas 85.000 bangku, secara otomatis 50% kursi menjadi milik pendukung asal Inggris. Sisa setengahnya lagi akan dibagi sesuai kuota untuk masyarakat Rusia, warga Eropa lain, rekanan UEFA, serta pihak sponsor yang terlibat.
Melihat kerumunan dua suporter fanatik Premier League beradu suara di dalam stadion tentu sangat menarik, sejauh itu tak menyeret fanatisme buta yang bisa berujung dengan perkelahian. Bisa membayangkan bagaimana pusingnya pihak kedutaan Rusia di London menjelang final nanti?
Maklum, mulai pekan depan, sekitar 42.000 Englishmen bakal menyodorkan permohonan visa secara bersamaan! Jika mengikuti aturan standar, di mana proses persetujuan atau penolakan butuh waktu tiga hingga empat pekan, bisa dipastikan jatah tak akan penuh.
Urusan visa ini memang sempat menjadi isu hangat di antara para pendukung. Pasalnya mayoritas dari mereka meyakini bahwa tiket pertandingan yang dikantongi akan bertindak sebagai visa Rusia. Padahal pihak UEFA maupun kedubes Negeri Tirai Besi tak pernah mengeluarkan pernyataan ini.
“Semua jajaran UEFA, mulai Michael Platini hingga panitia komite lokal, menginstruksikan agar panggung ini (final LC) menjadi sebuah ajang spesial. Tapi, kita tak boleh begitu saja mengindahkan otoritas yang diatur pemerintah Rusia,” ucap Yuri Luzkhov, Wali Kota Rusia. (shr)
Tak Masalah Siapa
Setelah meraih tiket ke Moskow, Sir Alex Ferguson memberi indikasi preferensi lawan di Stadion Luzhniki nanti.
“Final melawan Liverpool akan menyenangkan, tapi saya tak ambil pusing,” sebut pelatih kawakan tersebut seperti dikutip Sky Sports. Namun, Ferguson menolak memberi ramalan untuk duel sehari setelah kemenangan Setan Merah atas Barcelona.
Persaingan koleksi trofi dengan The Reds pasti menjadi motivasi tersendiri bagi Fergie. Namun, ada satu alasan lain sehubungan dengan bau pekat Rusia di tubuh Chelsea.
“Kami mungkin akan mendapat tiket lebih banyak jika melawan Liverpool karena Roman Abramovich sepertinya telah membeli semua tiket,” ucap bos United yang hadir di Stamford Bridge tersebut.
“Kami tak peduli siapa lawan nanti. Kami siap menghadapi siapa pun,” ucap Rio Ferdinand di The Independent. Michael Carrick senada dengan Ferdinand.
Keinginan Ferguson tak terkabul. Chelski, yang notabene sedang mengintai kelengahan The Red Devils di Premier League, siap meladeni Setan Merah dalam final sesama Inggris, final senegara ketiga di Liga Champion.
Dengan interpretasi bahwa seruan Fergie soal alokasi tiket jika Chelsea melaju hanyalah gurauan belaka, Chelsea tetap menjadi lawan sangat kuat.
Grant-Mourinho
Laga merah kontra biru di Moskow akan menyertakan rivalitas selama beberapa tahun terakhir. Kedua tim adalah penguasa Premier League. Tahun lalu, United meraih lagi titel yang lepas ke tangan Si Biru selama dua musim di bawah Jose Mourinho.
Bicara Mourinho, Fergie bisa jadi merindukan sosok ceplas-ceplos itu di arena Eropa. Sayang, dendam tak terbalaskan. Mourinho pernah membawa Porto kampiun 2004. Saat itu, Os Dragoes menyingkirkan Red Devils di perdelapanfinal.
Dengan atau tanpa Jose, Chelsea tetap tangguh. Kejar-kejaran di liga musim ini, bisa jadi finis terketat sejak Premier League mulai bergulir pada 1992/93, menjadi gambaran terhangat dan terkuat skuad Avram Grant. Duel panas teranyar di pekan ke-36 liga musim ini di Stamford Bridge bisa terulang lagi di Moskow.
Di Liga Champion, meski tak pernah melangkah ke duel puncak, The Blues meraih minimal semifinal pada tiga perhelatan terakhir. Ambisi besar menaklukkan Benua Biru juga bakal mengangkat semangat John Terry cs. Khusus Grant, ini kesempatan terbaik melepaskan diri dari bayang-bayang pendahulunya. Titel Liga Champion akan membuat pendukung Blues melupakan sosok Mourinho. Rivalitas baru itu bernama Ferguson-Grant. (chrs)
Dari Pamplona ke Cibeles
Hitung Mundur Empat Pekan Terakhir
Cibeles sudah siap menanti pesta Real Madrid. Pekan lalu, kemenangan 3-0 atas Athletic Bilbao gagal memuluskan ren¬cana pesta Los Blancos karena Villarreal pun menang. Pekan ini, semua bisa di¬tentukan di Pamplona, wi¬layah tempat Osasuna bermarkas.
Berapa pun skor kemenangan yang didapat Villarreal saat menjamu Getafe, Minggu (4/5), mahkota Primera Division La Liga menjadi milik Madrid bila Los Blancos menang di kandang Osasuna empat jam setelah Si Kuning beraksi.
Dengan nilai 65 di jornada 34, maksimal nilai yang mampu dikumpulkan Villarreal hanyalah 77. Bagi Madrid, sebuah kemenangan di kandang Osasuna membawa mereka ke angka 78. Jumlah itu tak lagi terkejar oleh pesaing terdekat, yakni Villarreal.
Dari daerah Pamplona di Utara Spanyol, pesta Madrid akan dipindahkan ke sentral wilayah, tepatnya di Plaza Cibeles. Ya, tentu lebih layak pesta Madrid dirayakan di lokasi air mancur kawasan elite ibu kota itu ketimbang di markas Osasuna.
Di sana, Raul Gonzalez dkk. akan datang mengendarai bus terbuka dan mengenakan kostum putih-putih kebesaran Madrid bertulis "Campeones" dengan nomor punggung 31. Itulah jumlah gelar milik Los Blancos sepanjang sejarah.
Kapan tepatnya pesta layak digelar? Idealnya memang pekan lalu saat menekuk Bilbao di Santiago Bernabeu. Pilihan kedua tentu sepulang dari Pamplona Minggu ini. Namun, gemerlap perhelatan itu akan bertambah bila di jornada 36, Madrid membekap Barcelona (7/5). Berpesta merayakan gelar ke-31 setelah laga el clasico di Bernabeu terasa lebih nikmat, bukan?
Pertanyaannya apakah kubu Madrid berani menunda kepastian gelar agar pesta di Cibeles berlangsung meriah usai pertandingan. Siapa yang bisa menjamin Madrid akan menang saat menjamu Barcelona sesudah melepas laga di Osasuna?
Kalau bisa menjadi juara secepatnya, kenapa harus ditunda? Inilah pendapat yang diusung kubu Madrid kepada media massa. Presiden Ramon Calderon pun berpendapat senada. Katanya di situs klub, “Saya ingin menjadi juara Minggu ini!”
Calderon tak bisa menyem-bunyikan kegembiraannya. Ia mengaku terkesima menyaksikan reaksi pendukung Madrid pekan lalu. “Tak pernah saya melihat penonton begitu menikmati pertandingan, tidak selama 30 tahun saya mendatangi stadion ini,” ujarnya.
Sebagai pemuncak organisasi klub, Calderon menghendaki Bernd Schuster memberikan kepastian itu minggu ini, “Se-hingga kami bisa merayakan pesta juara pada pertandingan berikut.”
Kata-kata penuh makna karena Madrid akan menjamu Barcelona dengan status sebagai raja La Liga. Bila mampu melakukannya, inilah kali pertama Madrid mempertahankan gelar juara selama 18 tahun terakhir.
Gelar Ke-2 Calderon
“Saya ingin menjadi juara secepatnya. Saya tahu banyak penggemar ingin kepastian itu diperoleh di Bernabeu saat menjamu Barcelona,” timpal Robinho.
Begitu pula Wesley Sneijder, “Bila menang, kami akan kembali ke Madrid larut malam. Saya tak tahu apakah kami akan langsung merayakannya atau menunggu sehari.”
Sebagai presiden, Calderon akan mempersembahkan gelar La Liga kedua pada Madridistas. Musim lalu, ia menggandeng Fabio Capello dan memutus kekeringan gelar selama 4 tahun.
Namun, Capello dilepas karena dianggap tidak menampilkan karakter ofensif khas Madrid. Bagaimana evaluasi terhadap Schuster? Memutus kontrak Don Fabio di tengah jalan telah menguras keuangan Madrid, tentu riskan hal serupa diterapkan pada Schuster, meski ia gagal di Liga Champion. (Weshley Hutagalung)
Friday, May 2, 2008
Kisah Kepiting
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment