* Jeruk Purut, tempat ini dikatakan
angker karena ada seorang Pastur yang
membawa kepalanya ditangan sebelah dan
selalu diiringi oleh anjingnya yang
berwarna hitam. Pastur tersebut
dibunuh di jaman masa penjajahan
Belanda.
* Jalan Kuningan, Jalan ini dikatakan
angker karena sering terjadi
kecelakaan, para pengendara motor atau
mobil sering kali melihat sosok
manusia / kepala tanpa tubuh yang
dengan tiba-tiba menyeberang jalan.
* Jembatan Ancol, Jembatan ini
dikatakan angker karena ditempat ini
sering terlihat sosok wanita cantik,
penduduk setempat biasa memanggilnya
dengan sebutan 'si manis jembatan
ancol'.
* Gang pengantin Ali, Gang (jalan
kecil) ini dikatakan angker karena
ditempat ini pernah hilang secara gaib
seorang pengantin lelaki yang bernama
Ali, dan menjadi legenda sampai saat
ini.
* Gedung Regent Kuningan, Gedung ini
dikatakan angker karena sering
terlihat hantu wanita dilantai 23.
* Putri Duyung Ancol, Salah satu
bangunan putri duyung ancol pernah ada
suatu kejadian dimana seorang wanita
simpanan terbunuh secara mengenaskan.
* Terowongan Casablanca, terowongan
(jalan lintas bawah tanah) yang ada
dibawah jalan Kuningan (Rasuna Said)
dikatakan angker karena pernah
ditemukan, seorang lelaki setengah
baya gantung diri dengan menggunakan
kain spanduk.
* Museum Satria Mandala, Disalah satu
ruang khususnya diruang tangga gedung
ini pernah terjadi kecelakaan yaitu
jatuhnya seorang penjaga lelaki hingga
dia tewas dan konon kabarnya hantu
lelaki itu masih suka berkeliaran di
sekitar museum.
* Kali Sunter Ancol, Kali ini angker
karena, pernah ada satu Metromini yang
terperosok kedalamnya hingga
menenggelamkan sebagian besar
penumpangnya.
* Yogya Dept. Store Klender, Dikatakan
angker karena pernah terjadi kematian
masal di dalam gedung ini. Peristiwa
ini terjadi tepat pada tanggal 15 Mei
1998 yang terkenal dengan peristiwa
Mei Kelabu. Dan suatu malam selang
tiga hari dari waktu kejadian sering
terlihat kerumunan orang yang
berseragam seperti pegawai dept store
yang hendak menunggu angkutan umum
bila di lihat jelas yang tampak hanya
pemandangan malam yang sepi.
* BC Bar (sebelah Hard Rock Cafe)
Gedung Sarinah Thamrin, Dikarenakan
pernah terjadi tragedi pembunuhan
didalam bar ini yang melibatkan banyak
preman, pada waktu-waktu tertentu anda
akan dapat merasakan semilir harum
bunga kematian diareal teras berdarah
tempat mayat bersemayam. Yang lebih
meyakinkan lagi cerita dari satpam
(penjaga) Hard Rock bahwa ia pernah
digoda (dicolek) dari arah belakang
yang tak jelas siapa pelakunya karena
pada saat itu dia seorang diri. Atau
cerita dari petugas kebersihan, tepat
pada petang hari saat ia melakukan
kegiatannya sambil bernyanyi-nyayi
kecil, tiba-tiba ia mendengar nyanyian
balasan padahal suasana ruangan pada
saat itu sepi (hanya ia seorang).
* Apartemen Casablanca, apartemen ini
angker dikarenakan dibangun diatas
lahan pemakaman umum.
* Apartemen Cempaka Mas Lantai 6 Blok
E, karena terdapat tuyul besar.
* Sebuah rumah yg terletak di daerah
Pondok Indah, konon kabarnya rumah itu
sangat berhantu dan jika ada yg
mencoba utk menempatinya maka
penghuninya akan dihantui terus
menerus dan pasti akan dibuat tdk
betah di rumah itu. Dan rumah ini
konon adalah tempat para hantu2
berkumpul dan mempunyai daya tarik yg
kuat dan konon skrg kalau ada yg
memasuki rumah itu maka orang itu
sudah dipastikan tidak akan pernah
kembali lagi.
* Lintasan Kereta Bintaro, Tempat yang
terkenal dengan tabrakan kereta yang
dahsyat yang banyak memakan korban
ratusan nyawa hilang dengan
mengenaskan. Ditempat ini sering
berkeliaran organ tubuh tak bertuan,
yang senantiasa menampakkan diri yang
membuat suasana diareal lintasan
kereta tersebut menjadi kawasan
angker.
Ada modus baru pencurian user
id ma
password friendster. Hati-hati
teman-teman. Modusnya adalah sebagai
berikut:
1. Lu bakal dapat private-message dari
salah satu kenalan lu (yang udah kena
hack); yang isinya kurang lebih seperti
ini "Eh lo kenal ma Adit yang testi gw
gak? Please liat testi gw bentar dong."
2. Kemudian lu pasti donk langsung liat
profile temen lu.
3. Saat lu buka profile temen lu,
halaman fs lu bakal berubah jadi
halaman
login (minta userid ma password). Lu
bakal mikir "Ah, session timeout" terus
kemungkinan besar lu bakal isi userid
ma
password dan klik Login. Sebenarnya
halaman yang muncul tersebut bukan
halaman dari Friendster, melainkan
halaman dummy yang dibuat oleh hacker
persis dengan halaman friendster.
Halamannya adalah:
http://www.friendlisters.com/f...
ter.html
4. Nah, data user-id ma password lu ini
terlanjur dikirim ke alamat website si
hacker (www.friendlisters.com...), dan
jadinya kalau lu ga segera ubah
password
lu, maka tinggal tunggu waktu si hacker
login ke account lu, ganti password,
kemudian mulai msg temen-temen lu.
Modus ini akan berkembang cepat sekali
kalau kita semua ga tanggap.
Kemungkinan besar, cara menyisipkan
halaman tersebut adalah memanfaatkan
testimonial yang ada.
Jadi teman-teman, ada baiknya:
1. Filter testimonial yang ada. Kalau
dari user asing / ga kenal, sebaiknya
di
delete.
2. Buat amannya jangan sembarang add
user yang tidak kita kenal.
3. Kalau lu terlanjur mengalami hal
seperti diatas, baca message dengan
modus yang mirip, terus pas lu buka
profile nya eh malah disuruh login
ulang, buruan ganti password lu.
Sebarkan informasi ini agar teman-teman
lain tau soal modus ini dan tidak
sampai
terkena.
Thank u....
THE YEAR OF MAGICAL THINKING
....bisa dikatakan buku ini adalah buku yang jujur, jernih dan apa adanya. Dalam buku ini pembaca akan digiring untuk mengetahui apa yang ada dalam pikiran Didion saat berada dalam kabut kedukaan sekaligus memperlihatkan pada pembacanya akan apa yang hilang dari dirinya
(Hernadi Tanzil, bukuyangakubaca.blogspot.com)
Hidup berubah cepat,
Hidup berubah seketika,
Kau duduk makan malam,
Lalu hidup yang kau jalani berakhir,
Kematian seseorang yang dikasihi adalah hal yang bisa menimpa siapa saja. Kapan waktunya masih merupakan misteri dan rahasia sang pemberi kehidupan. Kadang kita bisa menduga-duga jika orang yang kita kasihi itu telah menderita penyakit akut yang telah lama dideritanya, namun tak jarang kematiannya datang begitu tiba-tiba sehingga kita tak siap menerima kenyataan itu.
Joan Didion (74 thn), jurnalis dan penulis novel asal Amerika adalah salah satu diantara sekian banyak orang yang harus menerima kenyataan bagaimana kematian orang yang dikasihinya datang secara tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda atau firasat apapun sebelumnya.
Beberapa hari menjelang Natal 2003, Joan Didion beserta suaminya yang juga seorang novelis : John Gregory Dunne baru saja menjenguk putri semata wayang mereka Quintana (36 thn) yang menderita pneunomia di Pusat Pengobatan Beth Israel di East End Avenue. Tak ada yang janggal dalam perjalanan pulang mereka menuju rumah. Setiba di rumah sementara John duduk di samping perapian sambil minum wiski, Didion sibuk menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Semua tampak normal. Mereka membicarakan berbagai topik yang ringan. Tiba-tiba tangan kiri John terangkat dan terkulai lemas. Awalnya Didion menyangka suaminya bercanda, namun segera ia mnyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan suaminya.
Setelah memanggil petugas paramedis, John segera dilarikan ke rumah sakit, malangnya nyawanya tak tertolong. John didiagnosa mendapat serangan jantung yang hebat yang menghantarnya pada kematian mendadak. Hal ini membuat kehidupan Didion berubah seketika. Bagaimana tidak, kebersamaan dengan John yang telah terbina dengan baik selama empat puluh tahun tiba-tiba terhenti seketika. Didion harus berjuang sendiri menghadapi kematian suaminya, sementara putri semata wayang mereka masih terbaring di ICU RS Beth Israel.
Empat minggu kemudian Quintana dinyatakan sembuh. Namun dua bulan sesudah itu, Quintana terjatuh ketika hendak bepergian bersama suaminya. Ia kemudian dibawa ke UCLA Medical Center dan harus menjalani pembedahan otak karena didiagnosa menderita penyakit hematoma yang parah. Ini berarti terdapat bekuan darah sehingga menyebabkan gangguan neurologis karena terjadi penekanan di otak.
Joan Didion kini hidup dalam kesendirian ditengah cobaan yang bertubi-tubi. Tahun-tahun ini disebutnya sebagai “The Year of Magical Thinking”, dimana ia menjalani kehidupannya dengan tabah sambil mencoba menapak kenangan manis yang pernah dilaluinya bersama John dan Quintana.
Pada tanggal 4 Oktober 2004, tepat sembilan bulan lebih lima hari setelah kematian sauminya Didion menggoreskan penanya untuk mencatat hari-hari terberat dalam hidupnya. Catatan-catatan inilah yang akhirnya diterbitkan pada tahun 2005 dengan judul “The Year of Magical Thinking”.
Walau tema utama memoar ini adalah kematian dan kedukaan, namun Didion menuliskannya tidak dengan cengeng. Mungkin saja isi buku ini tak memberikan ‘makna’ pada kematian suami dan anaknnya, tapi dengan gamblang buku ini menjelaskan efek yang ditimbulkan pada hati dan perasaan Didion, sehingga bisa dikatakan buku ini adalah buku yang jujur, jernih dan apa adanya. Dalam buku ini pembaca akan digiring untuk mengetahui apa yang ada dalam pikiran Didion saat berada dalam kabut kedukaan sekaligus memperlihatkan pada pembacanya akan apa yang hilang dari dirinya.
Pengalamannya sebagai jurnalis dan novelis senior membuat hal-hal yang dia alami sebelum dan setelah kematian John, maupun diskripsi mengenai penyakit dan penanganan medis terhadap John dan Quintana terurai secara detail dan kronologis melalui penyajian yang bersifat reportase. Alur cerita terus bergerak antara masa lalu dan masa kini sehingga pembaca memiliki gambaran yang utuh seperti apa keluarga Didion dan merasakan bagaimana pedihnya hubungan harmonis yang telah terbina selama 40 tahun itu tiba-tiba harus tercerabut dari kehidupannya.
Buku ini juga menyajikan bagaimana detailnya gambaran medis lengkap dengan istilah-istilah kedokteran yang bertaburan di lembar-lembar buku ini. Di satu sisi hal ini mungkin bermanfaat bagi pembaca yang mungkin pernah bersentuhan dengan pengobatan medis atau mereka yang berprofesi sebagai petugas medis, namun bagi pembaca awam hal ini bisa menjadi hal yang mengganggu kelancaran membacanya walau di halaman terakhir tersaji catatan penjelasan mengenai istilah-istilah medis yang terdapat di buku ini
Di halaman-halaman akhir ada sedikit yang mengejutkan yaitu dengan masuknya frasa mengenai Tusnami yang melanda pesisir Sumatera. Hal ini terungkap ketika suatu saat Didion membaca kembali novel pertamanya yang berjudul Democracy yang mengungkap mengenai gempa. “Aku membaca uraian tersebut setelah gempa berkekuatan 9.0 skala Richter mengguncang zona bawah laut Sumatera sepanjang enam ratus mil dan memicu tsunami yang menyapu bersih sebagian besar wilayah pesisir yang membatasi Samudera Hindia” (hal 239).
Pada akhirnya buku yang merupakan pengalaman nyata penulisnya yang sangat personal namun bersifat universal ini tentunya diharapkan dapat memberikan potret tentang sebuah keluarga yang harmonis yang keutuhannya secara tiba-tiba harus terpisah satu dengan lainnya karena kematian sehingga menyentuh setiap pembacanya yang diharapkan tak pernah berhenti mencintai suami atau istri atau anak mereka.
Tampaknya buku yang memprroleh penghargaan National Book Award 2005 dan Powell’s Pudly Award 2006 dan dinominasikan dalam National Book Critics Circle Awards untuk kategori nonfiksi ini memang sangat baik dibaca untuk mereka yang mungkin baru saja atau pernah mengalami kehilangan seseorang yang dikasihinya, atau setidaknya pengalaman Didion yang tertuang dalam buku ini akan menyadarkan orang akan arti kehilangan dan memberikan gambaran bagaimana pengaruh kehilangan bagi orang yang ditinggalkan oleh seseorang yang dicintainya.
Sedikit tentang Joan Didion
Bagi pembaca Indonesia nama Joan Didion (lahir 5 Desember 1943) mungkin masih terasa asing ditelinga. Tidak demikian dengan publik Amerika. Ia adalah penulis legendaris beberapa novel diantaranya ; Run, River (1963), Play It As It Lays (1970), A Book of Common Prayer (1977), Democracy (1984), The Last Thing He Wanted (1996), selain itu Didion juga kerap menulis beberapa tulisian non fiksi seperti kumpulan essai Slouching Towards Bethlehem (1968) and The White Album (1979), dll
Didion juga dikenal sebagai seorang jurnalis senior. Ia merupakan kontributor tetap The New York Review of Books dan The New Yorker. Bersama suaminya John Gregory Dunne (1932 – 2003) yang juga seorang penulis mereka berkoloborasi membuat beberapa naskah skenario film. Ia kini tinggal di New York City
The Year of Magical Thinking merupakan karya terbaru Didion. Buku ini diterbitkan pada Oktober 2005 yang lalu dan langsung mendapat respon yang baik dari para kritikus perbukuan Amerika, hal ini terbukti pada bulan November 2005, (satu bulan setelah bukunya terbit), buku yang dibaca oleh para ibu rumah tangga hingga ibu negara ini diganjar sebagai pemenang National Book Award 2005 untuk kategori non fiksi. Award ini merupakan salah satu penghargaan sastra terkemuka di Amerika, dimana pemenangnya memperoleh uang hadiah sebesar 10.000 dolar atau sekitar 100 juta rupiah dan sebuah patung kristal dari The National Book Foundation.
Dua minggu setelah buku ini selesai diekerjakan, putri semata wayang Didion, Quintana akhirnya meninggal dunia. The New York Times dalam reportasenya mengungkapkan bahwa Didion tak berniat merevisi atau mengubah bukunya setelah kematian putrinya. "It's finished," ujarnya.
SOSOK DIBALIK GEJOLAK EKONOMI DUNIA
Analisis yang tajam dan akurat dalam kebijakan moneter, membuat setiap langkahnya diperhitungkan dan ditunggu-tunggu semua pihak(www.lemaribuku.com)
Alan Greenspan kali pertama ditunjuk sebagai Ketua Dewan Gubernur Bank Sentral AS, atau Federal Reserve (The Fed) pada pemerintahan Presiden Ronald Reagan. Berkat kepiawaian dan keakuratannya dalam membuat kebijakan moneter, Greenspan mempertahankan jabatan ketua Bank Sentral AS hingga empat kali periode, tanpa terpengaruh presiden AS yang terus berganti.
Catatan prestasi Greenspan yang menonjol antara lain keberhasilannya menangani krisis pasar saham Black Monday, meledaknya bisnis internet dot.com, gelembung pasar saham bulan Maret 2000, dan resesi akhir tahun 2000, tahun 2002, dan peristiwa-peristiwa pasar terkini.
Analisis yang tajam dan akurat dalam kebijakan moneter, membuat setiap langkahnya diperhitungkan dan ditunggu-tunggu semua pihak. Hingga ada joke di kalangan pasar dunia, suara batuk Greenspan saja bisa memengaruhi gejolak ekonomi dunia.
Sejak Greenspan menjabat ketua Bank Sentral AS, setiap pengumumannya selalu diliput media cetak dan elektronik. Bahkan stasiun televisi menyiarkan langsung detik-detik pengumuman kebijakannya—persis seperti peluncuran pesawat antariksa, di layar televisi terlihat hitungan mundur jam, detik demi detik, hingga tiba saatnya pengumumannya.
Buku ini mengupas tuntas liku-liku dan sepak terjang Alan Greenspan menjadi ketua Bank Sentral AS. Bagaimana konflik dan intrik pembuatan keputusan Bank Sentral AS? Bagaimana pemikiran Greenspan? Syahdan, sebagai bangsa yang bijak, seharusnya para ekonom Indonesia bisa belajar banyak dari sosok Alan Greenspan dalam mengeluarkan kita dari krisis ekonomi yang berkepanjangan ini.
***
“Jika Anda ingin tahu siapa salah seorang yang membuat ekonomi dunia berguncang, baca buku ini.”
—The New York Times
“Greenspan bak maestro di sebuah
pertunjukan orkestra…piawai dan tepat.”
—The Washington Post
SISI KEHIDUPAN PEREMPUAN ARAB
Buku ini adalah sebuah kisah nyata yang ditulis dengan cukup memikat
dalam bentuk novel sehingga pembacanya dapat merasakan emosi dari
masing-masing tokoh dalam buku ini
(Edy Firmansyah, Media Indonesia, 12 April 2008)
Membicarakan penindasan terhadap perempuan memang tak akan pernah usai. Menurut sebuah riset, setiap 6 jam terjadi kasus perkosaan seksual terhadap perempuan. Belum lagi kasus yang tidak pernah disadari orang sebagai kasus yakni pelecehan seksual, tampaknya sudah menjadi kegiatan spontanitas yang dilakukan di mana-mana.
Parahnya kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, nyaris di semua negara mengalami hal serupa. Termasuk di Arab Saudi. Benarkah? Sepintas tudingan bahwa Arab Saudi merupakan negeri yang turut serta dalam penindasan terhadap perempuan diragukan.
Dalam tradisi Arab, seorang perempuan tidak diperkenankan membuka jilbab (baca: cadar) sejak menginjak masa puber. Nah, jilbab itulah yang menjadi perisai bagi perempuan dari 'tangan jail' laki-laki
Faktanya tidaklah demikian. Menurut Jean Sasson, penulis buku The Princess Sultana's Daughters ini, di balik jilbab yang serba ketat, perempuan Arab justru mengalami penderitaan akibat penindasan dari sistem patriarkat yang tak kalah pedihnya dengan penderitaan perempuan Indonesia yang cenderung pluralis.
Sejatinya buku ini merupakan kelanjutan dari buku laris berjudul Princess: Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi. Jika buku pertama menggambarkan kehidupan masa kecil Putri Sultana, buku ini menggambarkankisah kehidupan anak-anak perempuannya dan perempuan Arab lain dalam nuansa ketatnya sistem patriarkat secara lebih personal. Buku ini adalah sebuah kisah nyata yang ditulis dengan cukup memikat dalam bentuk novel sehingga pembacanya dapat merasakan emosi dari masing-masing tokoh dalam buku ini
.
Edy Firmansyah, pengelola Sanggar Bermain Kata (SBK)
ALAN MENGGOYANG PASAR LEWAT PERS
Bagian menarik lain, pembaca akan menemukan bahwa Alan sesungguhnya berhasil menggoyang pasar lewat bantuan pers(Majalah Marketing, April 2008)
Dalam terminologi demokrasi, kata orang bijak, "Suara rakyat adalah suara Tuhan!" Tapi di tangan Alan Greenspan, teori ini tak berlaku. la berpikir sah-sah saja menggoyang pasar dunia tanpa memperhatikan suara pelaku bisnis.
Mengikuti "Alan Greenspan Sosok Di Balik Gejolak Ekonomi Dunia" karya Bob Woodward, pembaca bakal diajak jalan-jalan menempuh ribuan kilo perjalanan karier Alan Greenspan. Alan, tokoh sentral dalam buku ini, merupakan gubernur Bl-nya Amerika. Selama lima periode, ia menempati posisi Ketua Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat yang dikenal dengan sebutan The Fed. Fungsi The Fed antara lain menaikkan dan menurunkan suku bunga dengan mengurangi dan menambah persediaan uang dalam ekonomi. The Fed melakukannya dengan membeli atau menjual obligasi pemerintah di operasi pasar terbuka.
Tulisan Bob, sekalipun dibaca 20. tahun lagi, tetap renyah dikunyah. Persoalan-persoalan ekonomi yang kerap bikin kening berkerut, disampaikan Bob dengan bahasa yang mudah dicerna, sekalipun dalam terjemahan bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang salah ketik.
Mengenai sang tokoh, Bob mengatakan, Alan layak disebut maestro karena ia seperti memimpin orkestra tetapi tidak memainkan satu instrument pun. Ia menentukan suatu kondisi agar pemain bermain dengan baik, jika mereka ingin bermain dengan baik, dan jika mereka mampu. "Pendekatan Alan sering tidak kentara, tidak jelas, bagaikan konduktor suatu orkestra yang mengayunkan tongkat dan bermuka ganas. la lebih suka membiarkan orkestra, pelaku ekonomi, menentukan tempo permainan sendiri."
Banyak hal menarik. Bob menceritakan tokoh Alan dengan narasi yang kuat. la menggunakan gaya bertutur bernuansa fiksi, membuat pembaca seakan berhadapan langsung dengan Alan. Tengok bagian 1, buku ini dibuka dengan kalimat, "Selasa pagi, 18 Agustus 1987, Greenspan berjalan melalui pintu kantor pribadinya dan masuk ke ruangan konferensi berukuran sangat besar, yang letaknya berdampingan dengan kantor pusat The Federal Reserve yang penuh marmer,.... la telah menduduki jabatan sebagai ketua The Fed selama kurang dari satu minggu. Di dalam ruangan pertemuan, ia duduk bersama dengan para anggota dari Komite Pasar Terbuka Federal,..."
Bagian menarik lain, pembaca akan menemukan bahwa Alan sesungguhnya berhasil menggoyang pasar lewat bantuan pers. Caranya, ia melancarkan kebijakan-kebijakan lewat pers untuk membentuk opini publik dan lewat pers pula ia memantau gerak pasar sebelum mengambil keputusan. Kesimpulan ini diperkuat oleh Bob. Lihat halaman 44, pada akhir alinea kedua disebutkan: "Ia belajar bahwa berita buruk bisa menjadi penting dan bermanfaat seperti berita baik, asal berita buruk tersebut memang akurat."
Fakta lain, sepanjang menjabat Ketua Bank Sentral AS, Alan disebut rajin mendengarkan berita BBC. Bahkan, membaca bagi Alan lebih efisien. Alan selalu membaca koran dan majalah khusus, seperti Aviation Week. la tidak terlalu banyak membuat jadwal. Sisa waktunya digunakan untuk belajar dan membaca.
Alan adalah makhluk pelahap informasi. Baginya, percakapan telepon pribadi atau makan bersama merupakan sumber informasi yang penting. Minggu, 13 Agustus 1989 ketika mengamati kondisi ekonomi di musim semi misalnya, Alan bersantai di rumah Senator John Heinz di Pulau Nantucket, dekat Massachusetts. Alan menyempatkan diri melihat talk show pagi di televisi. Richard G. Darman, direktur anggaran presiden Bush yang belakangan dijuluki Newsweek sebagai orang paling intelek dan politikus cerdas di pemerintahan, tampil di acara Meet The Perss televisi NEC. Alan mengikuti lewat media massa.
Peristiwa lain, Jumat, 13 Oktober 1989. Indeks Dow Jones anjlok 190 poin, hampir 7 persen, terbesar sejak krisis 1987. Johnson, wakil ketua The Fed, meminta Alan untuk menyetujui agar diketahui umum bahwa The Fed akan menvediakan likuidasi untuk mengantisipasi gejolak pasar hari Senin.
Johnson duduk dalam komite manajemen krisis di The Fed. Karena Alan cenderung menunggu perkembangan, ia mengambil tindakan membocorkan ke New York Times dan Washington Post bahwa The Fed siap memasok likuiditas. Koran yang beredar sebelum pasar dunia dibuka, memuat artikel di halaman depan mengutip pejabat The Fed yang tak mau disebutkan namanya. Washington Post memuat berita utama bcrjudul "The Fed Siap Memasok Uang Tunai Untuk Menangkan Kepanikan Pasar" dan New York Times memuat, "Federal Reserve Memasak Uang Tunai Ke Pasar". Apa yang dilakukannya ternyata salah. Alan memperbaiki keadaan lewat bantuan pemegang kekuasaan keempat, yakni: pers!
Strategi Alan boleh juga diadopsi oleh pebisnis network marketing. Sebab, siapa menguasai informasi, ia bisa menggoyang pasar. (yps)*
REPUBLIK GILA BOLA
Dilengkapi dengan foto-foto full colour, buku ini "haram" dilewatkan oleh siapa pun(Bandung Advertiser, April 2008)
Tahukah Anda, selain makan, minum, dan seks, sepak-bola termasuk kebutuhan utama lainnya? Tahukah Anda, banyak pria yang telah menikah dua kali dengan sepakbola sebagai istri mudanya ? Tahukah Anda, dengan sepakbola, jutaan rakyat miskin menjadi berkurang beban kehidupannya ? Tahukah Anda, gaji yang dihasilkan oleh seorang pesepakbola—semisal Zidane dan Christiano Ronaldo, dan lainnya, pernah menyelamatkan korban gempa, bencana Tsunami, dan lainnya ? Tahukah Anda, di masa-masa mendatang, akan banyak pemimpin negara yang lahir dari seorang pesepakbola ? Tahukah Anda, The Jakmania, The Viking, Aremania, dan lain sebagainya mencintai sepakbola lebih dari mereka mencintai para kekasih mereka ? Dan Tahukah Anda di negara ini—Indonesia tercinta—adalah negara Republik Gila Bola ?
Inilah satu-satunya buku yang mengungkap sepakbola dari sisi yang unik. Sang penulis menawarkan perbincangan yang menjadikan buku ini lain dari pada yang lain. Dilengkapi dengan foto-foto full colour, buku ini "haram" dilewatkan oleh siapa pun!
SELAMAT BERJUANG BARRY
la bukan dari keluarga politik yang mapan seperti trah Bush atau Kennedy, namun dielu-elukan sebagai penjelmaan
John Fitzgerald Kennedy.
(Budiarto Shambazy, Majalah Rolling Stones, April 2008)
Dalam berbagai literatur, budaya pop tahun 197O-an disebut dengan "the me decade" karena semuanya"serba saya." Jika generasi "the baby boomer” memuja gaya hidup komunalisme ala hippie, kami "the post baby boomers" lebih nekat dan lebih egois. Berkelahi pun kami satu lawan satu (duel). Atau mencuri mobil orang tua yang dipakai ngcbut saat subuh, praktik seks bebas, atau melakukan eksperimentasi narkoba hingga tak sedikit yang mati konyol karena overdosis
.
"The post baby boomers" melakoni dekade 1970 yang mengalami puncak dekadensi moral ala Jakarta. Kehidupan di Ihukota amat permisif. Judi dilegalkan, klab malam dan panti pijat bertebaran, Bina Ria jadi pusat maksiat. Korupsi merajalela berkat bisnis "Ali-Baba" (kongkalikong cukong dan pejabat), begitu pula skandal antara "oom seriang" dan "tante girang"yangbagai tak habis habisnya.
Usia saya hanya terpaut beberapa tahun di atas Barack Hussein Obama. Barry, begitu ia dipanggil, sekolah di SD Negeri 04 Percobaan di Jalan Besuki, Jakarta Pusat. Saya baru masuk SMP Negeri 1 di Jalan Cikini Raya dan, saking bandelnya, dipindahkan orang tua ke SMP PSKD di Jalan Sam Ratulangi. Jakarta Pusat, khususnya daerah Menteng, sentra kultural remaja terpenting Jakarta yang kala itu masih berpenduduk di bawah lima juta jiwa. Kami kelas menengah yang relatif cepat menyesuaikan diri dengan budaya Barat.
Saya tak pernah mengenal Barry, baru tiga tahun kenal dia lewat perjumpaan kebetulan. Akhir 2006, Ufuk Press menghubungi saya menulis kata pengantar buku kedua Barry, The Audacity of Hope (2006). Akhir Fcbruari 2008, mereka kembali menghubungi saya untuk menulis Kata Pengantar buku Barry yang pertama, Dreams From My Father (1995).
Di kedua buku itu, Barry banyak menyinggung periode dia tinggal di Jakarta tahun 1968-1971. "Ia termasuk anak yang hiperaktif. Kami tak berhenti bermain kelereng, tak gebok, tak lari, dan gambar SD Besuki. Waktu tiga bulan pertama, Barry anak alim. Tctapi, setelah itu nakal. Tmgkat kebandelan kami masih wajar," ujar Rully, yang kini seorang fotografer profesional.
Bagi Barry dan Rully — juga saya — salah satu sumber kehidupan remaja Jakarta tentu TVRI. Saat itu ada sejumlah film serial yang populer, seperti Voyage to the Bottom of the Sea, I Spy, The Man from UNCLE, Kimba atau Shintaro. "Saya ingat kalau bermain detektif ala film serial I Spy, Barry memilih peranan aktor kulit hitam di film itu, Bill Cosby. Padahal, Barry itu tak terlalu hitam karena ibunya bule," kenang Rully
.
Berbicara tentang ibunya, suatu kali Ann Dunham datang ke SD Besuki untuk memrotes guru siapa yang usil melempar kepala anaknya dengan batu sampai bocor. "Barry ikut Pramuka bersarna saya, kami baru tingkat Siaga Mungkin karena nakal, dia dihukum dengan cara diikat di pohon. Ya, biasalah kami sering melawan kakak-kakak Pramuka," kata Rully tertawa.
Apa bakat Barry yang menonjol? "la senang menggambar. Saya suka bawa komik-komik impor ke kelas, Barry suka meniru gambar Superman, Batman, atau Spiderman. Kami sering bertukar koleksi kornik, ia suka membaca komik yang waktu itu terkenal, Wiro Si Anak Rimba. Pernah dia disuruh guru nyanyi lagu untuk mengenang pahlawan, “Syukur” Wah, lucu banget," kenang Rully lagi
Ketika. terbit, Hope bertengger selama sembilan pekan di Daftar Buku Terlaris. Bangsa Amerika Serikat tak pcrnah bosan didongengi kisah “Obambi” ini. Film Bambi bercerita tentang seeker anak rusa lugu yang berkenalan dengan kejamnya rimba belantara. Barry adalah calon presiden terfavorit Demokrat, meskipun dianggap "mentah" alias kurang bcrpengalaman.
Ibu Barry asal Kansas, ayahnya orang Kenya. Bapak tirinya Lulu Soetoro. Waktu kecil, Barry hidup sederhana di Jakarta, saat dewasa pengacara top lulusan Harvard. Setiap orang terkesiap mendengar ia menyebut namanya, Barry Hussein Obama (mirip Saddam Hussein dan Osama bin Laden), sambil mengulurkan tangan saat kampanye jadi anggota Senat di Springfield, Illinois.
Hope ibarat skripsi bcrpredikat summa. cum laude yang meluluskan Barry sebagai pemimpin masa depan. la terpilih sebagai Senator Negara Bagian Illinois setelah meniti karier dari bawah. la bukan dari keluarga politik yang mapan seperti trah Bush atau Kennedy, namun dielu-elukan sebagai penjelmaan John Fitzgerald Kennedy. Nama Barry meroket ketika dipilih sebagai pengucap pidato kunci Konvensi Partai Demokrat 2004.
"Tak ada orang hitam Amerika dan orang putih Amerika. Dan orang Latin Amerika dan orang Asia Amerika. Yang ada hanyalah Amerika Serikat. Saya tak punya pilihan lain visi Amerika. Sebagai lelaki hitam dan pcrempuan putih yang lahir di Hawaii yang multirasial bersama saudara tiri yang separuh Indonesia, punya ipar dan keturunan China, punya saudara-saudara mirip Margaret Thatcher... saya tak biasa setia pada sebuah ras saja”
Di Hope. Barry menulis esai mengenai tanah airnya yang ketiga, Indonesia. Sepanjang sepuluh halaman ia mengulas evolusi Indonesia dari sebuah kampung besar, lalu jadi antek AS, kemudian mengalami krisis moneter dan reformasi, sampai jadi negara yang tak toleran lagi.
Rumahnya di Jakarta tak berkakus duduk, di halaman belakang ada beberapa ekor ayam ayam peliharaan, dan didekat jendela banyak jemuran bergelantungan. “Jenderal-jenderal membungkam hak asasi, birokrasinya penuh korupsi. Tak ada uang untuk masuk ke sekolah internasional, saya masuk ke sekolah biasa dan bermaij dengan anak anak jongos, tukang jahit dfan pegawai rendahan,” tulisnya. Bagi Barry, Indonesia kini sudah tak sama lagi “Indonesia terasa jauh dibandingkan 3o-an tahun yang lalu. Saya takut ia menjadi tanah yang asing,’ tulisnya.
Di buku Dreams, ia banyak bercerita tentang ayah kandungnya University of Hawaii (UH) yang menjadi anggota Phi Beta Kappa — komunitas akademis elitis yang susah diterobos masuk orang luar AS. Ia diterima di Harvard dan pulang meninggalkan Barry kecil untuk mengabdi kepada negaranya. Ayahnya dari suku Luo yang lahir di Alego, menikahi ibu Barry di Honolulu pada tahun 1959 saat miscegenation (pernikahan antar ras) yang banyak dilarangdi banyak negara bagian AS
la penerima beasiswa pertama asal Afrika di UH dan belajar econometri dengan menggaet terbaik di angkatannya. Barry Junior juga lulus dari Harvard Law School dan jadi presiden kulit hitam pertama di Harvard Law Review—jurnal hukum berwibawa. Ia senator kulit hitam yang ketiga dalam sejarah AS
SEBUAH HARAPAN BARU
Obama menolak citra patriotisme palsu dengan memakai pin bendera di kerahnya juga menolak anggapan bahwa Demokrat harus terjun ke daJam omong kosong Perang Melawan Teror menimba rasa takut - menjadi Iebih Republik dibanding Partai Republik ~ sehingga menjadi "Bush-Chcney sebagaimana dia menggambarkan sikap macho Hillary Clinton di bidang kebijakan luar negeri(Jann S.Wenner, Rolling Stones April 2008),
Kini gelombang sejarah semakin tinggi dan cepat. Simak baik baik dan mengalirlah, atau kita akan terhempas. Lalu tibalah Barack Obama pemilik bakat-bakat yang hanya muncul beberapa generasi sekali di dunia politik. Ada kehorrnatan dan kemegahan pada dirinya, di samping disiplin yang ketat. Dia tak hanya fasih berbicara — dengan kemampuan untuk dipahami kami dan mewakili kami — tapi juga memillki kualitas pemikiran dan kejujuran emosional yang luar biasa.
Saya pcrtama kali menyetahui tentang Barack Obama dari scorang pna yang berada di tmgkat tcrtmggi organisasi politik George W. Bush selama dua kampanye kepresidenan. Dia menggambarkan senator muda dari Illinois itu sebagai "mesin harapan berjalan" dan berkata kalau dia takkan bekerja untuk kandidat Partai Republik di tahun 2008 andaikata Obama dinominasikan. Dia menantang saya untuk membaca Dreams From My Father, otobiografi Obama.
Buku itu adalah pcnccrahan. Inilah seorang pria dengan kejujuran akan dirinya sendiri serta pemahaman akan kondisi manusia yang begitu dalam dan penuh kasih sayang. Putra dari ibu berkulit putih dan ayah dan Afrika ini dibesarkan di Hawaii yang multpetnis dan di Indonesia selama beberapa tahun. Dia melalui masa remaja yang diwarnai narkotika - tanpa menyesalinya - sebelum menjadi mahasiswa teladan di Harvard Law School. Dia memilih untuk menjadi organisator komunitas di kawasan-kawasan kumuh Chicago ketimbang bergabung dengan dunia corporate law yang tertutup dan kaya. Sebagai pria dewasa muda, dia mencari ayah dan keluarga yang tak dikenalnya di desa-desa terpencil di Kenya
Sambil rnembaca tulisan yang clegan ini, otak saya terus berpikir: Apakah ini mungkin? Mungkinkah ada takdir di mana pria ini menjadi presiden Amerika Serikat?
Selama pemilihan primary dan dalam kunjungannya ke kantor kami, kami lebih mengenal Barack Obama, ketegarannya serta keanggunannya. Dia tak terintimidasi dan mundur ketika Senator Clinton menyebutnya "sejujurnya, nail' karena kerelaannya untuk bertemu dengan para pemimpin negara-negara musuh AS Ketika salah satu pejabat teratas kampanye Clinton berusaha mencemarkan namanya akibat konsumsi narkotikanya di masa lalu, dia tidak menyangkalnya. Dalam hal pengalaman dan kemampuan, dia telah menjalankan kampanye yang mengesankan dan nyaris tanpa cela — yang mampu mengalahkan para pejuang politik Amerika yang paling berpengalaman. Memang, Obama jauh lebih siap untuk menjalankan kampanye kepresidenan — sejak Hari Pertama — ketimbang Senator Clinton. Dia tak pernah melakukan tindakan ncgatif melalui serangan personal dan pembunuhan kepribadian; wajau dia patut melakukannya, dia tidak tergoda
Obama melesat karena menunjukkan karakter dan penilaian yang kami butuhkan dalam diri seorang presiden: mengutuk politik ketakutan, berbicara jujur mengenai masalah-masalah utama yang dihadapi negara dan tetap berpegang pada prinsip-prinsipnya. Dia sadar bahwa berkampanye untuk menjadi presiden adalah kesempatan untuk mengilhami seluruh negeri.
Semua ini tampak semakin jelas akibat kontras dengan Hillary Clinton, senator mampu dan bersahaja yang justru menjalankan kampanye yang mengingatkan kami pada apa yang membuat kami membenci politik. Kampanyenya menunjukkan bahwa pengalaman tak begitu berarti: Dia adalah manajer dan strategist yang buruk, yang dengan mudahnya terlibat dalam politik pengalihan perhatian, trivialitas dan serangan personal. Dia tak pernah meyakinkan kami bahwa dukungannya terhadap perang Irak bukan sekadar strategi politik yang mementingkan ambisi kepresidenannya daripada konsekuensi perang yang meresahkan. Perubahan sikapnyad dalam tiga tahun terakhir menyakitkan untuk dilihat. Seperti John Kerry - yang juga mendukung perang itu sambil merencanakan kampanye kepresidenan - itu turut menghambatnya dalam mencapai tujuan.
Walau Obama mcnolak untuk nenyerangnya secara personal atas dukungannya terhadap perang di Irak, dia menyebutnya sebagai contoh yang jelas dari pengalaman dan "penilaian"nya. Dia juga berbicara tentang perlunya lepas dari genggaman para pelobi di saat Clinton adalah penerima donasi-donasi terbesar di Kongres dari perusahaan obat-obatan. Clinton tak dapat mengelak dari isu ini sama dan begitu pun juga John McCain merupakan pemajn utama di kultur Washington
Obama juga mengutuk kampanye ketakutan yang dilakukan Partai Republik. Di awal kampanye, John Edi memimpin dengan menyebut Perang Melawan Teror sebagai semboyan ! Kampanye, bukan kebijakan. Obama menolak citra patriotisme palsu dengan memakai pin bendera di kerahnya juga menolak anggapan bahwa Demokrat harus terjun ke daJam omong kosong Perang Melawan Teror menimba rasa takut - menjadi Iebih Republik dibanding Partai Republik ~ sehingga menjadi "Bush-Chcney sebagaimana dia menggambarkan sikap macho Hillary Clinton di bidang kebijakan luar negeri,
Mudah untuk melihat adanya persamaan antara john Kennedy dan Barack Obama: usia muda, karisma, keanggunan, kefasihan, humor, kecerdasan harapan sebuah generasi baru.
Tapi mungkin lebih cocok apa memandang Obama lebih rninp Lincoln dalam hal asal usulnya dan apa dituntut oleh sejarah sekarang Kami memillki negara yang tcrpecah belah akibat kebijakan perekonomian yang telah menciptakan kesenjangan
pendapatan tcrbesar dalam sejarah, di mana yang terkaya mendapat keringanan pajak yang luar biasa dan industri-industri raksasa mendapat subsidi. Pendapatan warga biasa menjadi stagnan, dan kualitas hidup terus terkikis akibat inflasi.
Kami geram dan pincang akibat perang yang gagal dan tak dibutuhkan di Irak. Kami sudah lelah dengan strategi politik penuh ketakutan dan kebencian selama bertahun-tahun, serangan terhadap kebebasan konstitusional, serta tingkat kerakusan dan sinisme yang— begitu dilihat apa adanya — tak dapat ditolenr oleh masyarakat dengan nilai-nilai moral dan etika.
Seorang presiden baru harus menyembuhkan perpecahan itu, menghadapi kemunafikan dan ketidakadilan subsidi pemerintahan kepada perusahaan minyak bumi, obat-obatan dan sebagainya. Di samping itu, sang presiden baru harus mengubah perekonomian energi kami yang berbahaya —menggantikan minyak, batu bara dan etanol yang mempu dengan alternatif-alternatif yang ramah lingkungan, pelestarian hutan hujan dan standar-standar internasional yang ketat sebelum planet ini tak memadai lagi bagi kehidupan manusia. Walau Obama termasuk lamban dalam menyinggung pemanasan global, saya yakin bahwa kecerdasan dan moralitasnya akan menuntunnya dengan jelas pada isu ini.
Kami harus memulihkan arah spiritual dan moral yang seharusnya menggambarkan negara ini dan warga-warganya. Kami melihat ini pada diri Obama, dan kami melihat potensi yang dimilikinya untuk dapat menyatukan semua pihak dan kembali mencapai persatuan yang memacu terjadinya perubahan besar serta menghadapi kenyataan dan bahaya yang menyulitkan.
Kami harus mengirim pesan kepada diri sendiri dan dunia bahwa kami memang menjunjung tinggi kehidupan, kebebasan dan pencarian kebahagiaan. Dengan memilih seorang warga Afrika-Amerika, kami juga mengutuk keburukan dan kekerasan pada k'arakter nasional yang semakin dipicu oleh presiden kami dalam delapan tahun terakhir.
Seperti halnya Abraham Lincoln, Barack Obama menantang Amerika un¬tuk bangkit dan melakukan apa yang telah lama dinantikan qleh begitu banyak orang: to summon "the fyetter angels of our nature." (has) ©
Friday, May 2, 2008
Tempat Angker di Jakarta
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment