Kebahagiaan Adalah Sebuah PILIHAN
.jpg)
Pada suatu zaman di Tiongkok, hiduplah seorang jenderal besar yang selalu menang dalam setiap pertempuran.
Karena itulah, ia dijuluki "Sang Jenderal Penakluk" oleh rakyat. Suatu ketika, dalam sebuah pertempuran, ia dan
pasukannya terdesak oleh pasukan lawan yang berkali lipat lebih banyak.
Mereka melarikan diri, namun terangsak sampai ke pinggir jurang. Pada saat itu para prajurit Sang Jenderal menjadi
putus asa dan ingin menyerah kepada musuh saja. Sang Jenderal segera mengambil inisiatif, "Wahai seluruh
pasukan, menang-kalah
sudah ditakdirkan oleh dewa-dewa. Kita akan menanyakan kepada para dewa, apakah hari ini kita harus kalah
atau akan menang. Saya akan melakukan tos dengan keping keberuntungan ini! Jika sisi gambar yang muncul, kita
akan menang. Jika sisi angka yang muncul, kita akan kalah! Biarlah dewa-dewa yang menentukan!" seru Sang
Jenderal sambil melemparkan kepingnya untuktos.
Ternyata sisi gambar yang muncul! Keadaan itu disambut histeris oleh pasukan Sang Jenderal, "Hahaha…
dewa-dewa di pihak kita! Kita sudah pasti menang!!!" Dengan semangat membara, bagaikan kesetanan mereka
berbalik menggempur balik pasukan lawan. Akhirnya, mereka benar-benar berhasil menunggang-langgang kan lawan
yang berlipat-lipat banyaknya.
Pada senja pasca-kemenangan, seorang prajurit berkata kepada Sang Jenderal, "Kemenangan kita telah
ditentukan dari langit, dewa-dewa begitu baik terhadap kita."
Sang Jenderal menukas, "Apa iya sih?" sembari melemparkan keping keberuntungannya kepada prajurit itu. Si
prajurit memeriksa kedua sisi keping itu, dan dia hanya bisa melongo ketika mendapati bahwa ternyata kedua
sisinya adalah gambar.
Memang dalam hidup ini ada banyak hal eksternal yang tidak bisa kita ubah; banyak hal yang terjadi tidak sesuai
dengan kehendak kita. Namun demikian, pada dasarnya dan pada akhirnya, kita tetap bisa mengubah pikiran atau
sisi internal kita sendiri: untuk menjadi bahagia atau menjadi tidak berbahagia. Jika bahagia atau tidak bahagia
diidentikkan dengan nasib baik atau nasib buruk, jadi sebenarnya nasib kita tidaklah ditentukan oleh siapa-siapa,
melainkan oleh diri kita sendiri. Ujung-ujungnya, kebahagiaan adalah sebuah pilihan proaktif.
"The most proactive thing we can do is to 'be happy'," begitu kata Stephen R. Covey dalam buku '7 Habits'.(SM)
Konser Dahsyat !
Dahsyat! Sebuah konser yang luar biasa...! Saya bahkan tak pernah membayangkan akan meraih pencapaian seperti itu. Ribuan penonton di Plenary Hall mengelu-elukan saya, meneriakkan lagu-lagu saya dengan lantang, dan memberi aplaus tak habis-habis ketika saya silam. Saya hanya bisa terpana dan meneteskan air mata ketika semua orang di depan saya menyanyikan dengan fasih setiap bait lagu saya! Bukan hanya dari kalangan yang seusia dengan saya, tapi juga anak-anak remaja!
Saya tidak memercayai apa yang saya lihat! Saya melihat Erwin, melihat Jay, melihat seluruh tim pendukung. Dan saya merasa ingin menangis dengan kencang, menyadari diri saya dikelilingi orang-orang yang mencintai saya!
Di belakang panggung saya tercenung. Siapa diri saya di depan ribuan orang di sana? Kenapa mereka begitu histeris melihat saya?
Tak pelak lagi, konser sukses itu telah menghantarkan dampak yang begitu dahsyat ke dalam diri saya. Yakni, lahirnya semangat yang baru!
Saya yang saat itu berada di persimpangan dan merasa kecil hati karena merasa sudah tua, langsung tersadarkan. Tidak ada kata berhenti. Tidak ada kata mentok. Tidak ada kata “saatnya mundur” Ribuan orang di depan panggung sana telah membuktikan, bahwa masih ada ruang lapang bagi saya untuk berkarya. Dengan segala kreativitas dan semangat berkesenian yang terus hidup, saya masih bisa berbuat banyak. Sangat banyak.
______
Tak ada pemberhentian. Tak ada kata “saatnya mundur’
Musik memberikan kebebasan tak terbatas dan jalan yang lepas.
Kita tak perlu menghentikan langkah
hanya karena faktor usia.
______
Konser tunggal membuat kepercayaan diri bangkit kembali.
Usia bukan hambatan bagi karier menyanyi.
Bahagia, ada pada Jiwa yang Bisa Bersyukur
Pernah membayangkan, bagaimana seseorang menulis buku, bukan dengan tangan atau anggota tubuh lainnya, tetapi dengan kedipan kelopak mata kirinya? Jika Anda mengatakan itu hal yang mustahil untuk dilakukan, tentu saja Anda belum mengenal orang yang bernama Jean-Dominique Bauby. Dia pemimpin redaksi majalah Elle, majalah kebanggaan Prancis yang digandrungi wanita seluruh dunia.
Betapa mengagumkan tekad dan semangat hidup maupun kemauannya untuk tetap menulis dan membagikan kisah hidupnya yang begitu luar biasa. Ia meninggal tiga hari setelah bukunya diterbitkan. Setelah tahu apa yang dialami si Jean dalam menempuh hidup ini, pasti Anda akan berpikir, "Berapa pun problem dan stres dan beban hidup kita semua, hampir tidak ada artinya dibandingkan dengan si Jean!"
Tahun 1995, ia terkena stroke yang menyebabkan seluruh tubuhnya lumpuh. Ia mengalami apa yang disebut locked-in syndrome, kelumpuhan total yang disebutnya "Seperti pikiran di dalam botol". Memang ia masih dapat berpikir jernih tetapi sama sekali tidak bisa berbicara maupun bergerak. Satu-satunya otot yang masih dapat diperintahnya adalah kelopak mata kirinya. Jadi itulah cara dia berkomunikasi dengan para perawat, dokter rumah sakit, keluarga dan temannya.
Begini cara Jean menulis buku. Mereka (keluarga, perawat, teman-temannya) menunjukkan huruf demi huruf dan si Jean akan berkedip apabila huruf yang ditunjukkan adalah yang dipilihnya. "Bukan main," kata Anda.
Ya, itu juga reaksi semua yang membaca kisahnya. Buat kita, kegiatan menulis mungkin sepele dan menjadi hal yang biasa. Namun, kalau kita disuruh "menulis" dengan cara si Jean, barang kali kita harus menangis dulu berhari-hari dan bukan buku yang jadi, tapi mungkin meminta ampun untuk tidak disuruh melakukan apa yang dilakukan Jean dalam pembuatan
bukunya.
Tahun 1996 ia meninggal dalam usia 45 tahun setelah menyelesaikan memoarnya yang ditulisnya secara sangat istimewa. Judulnya, "Le Scaphandre" et le Papillon (The Bubble and the Butterfly).
Jean adalah contoh orang yang tidak menyerah pada nasib yang digariskan untuknya. Dia tetap hidup dalam kelumpuhan dan tetap berpikir jernih untuk bisa menjadi seseorang yang berguna, walaupun untuk menelan ludah pun, dia tidak mampu, karena seluruh otot dan saraf di tubuhnya lumpuh. Tetapi yang patut kita teladani adalah bagaimana dia menyikapi situasi hidup yang dialaminya dengan baik dan tetap menjadi seorang manusia (bahasa Sansekerta yang berarti pikiran yang terkendali), bahkan bersedia berperan langsung dalam film yang
mengisahkan dirinya.
Jean, tetap hidup dengan bahagia dan optimistis, dengan kondisinya yang seperti sosok mayat bernapas. Sedangkan kita yang hidup tanpa punya problem seberat Jean, sering menjadi manusia yang selalu mengeluh..! Coba ingat-ingat apa yang kita lakukan. Ketika mendapat cuaca hujan, biasanya menggerutu. Sebaliknya, mendapat cuaca panas juga menggerutu. Punya anak banyak mengeluh, tidak punya anak juga mengeluh. Carl Jung, pernah menulis demikian: "Bagian yang paling menakutkan dan sekaligus menyulitkan adalah menerima diri sendiri
secara utuh, dan hal yang paling sulit dibuka adalah pikiran yang tertutup!"
Maka, betapapun kacaunya keadaan kita saat ini, bagi yang sedang stres berat, yang sedang berkelahi baik dengan diri sendiri maupun melawan orang lain, atau anggota keluarga yang sedang tidak bahagia karena kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi, yang baru mendapat musibah kecelakaan atau bencana, bagi yang sedang di-PHK, ingatlah kita masih bisa menelan ludah, masih bisa makan dan menggerakkan anggota tubuh lainnya. Maka bersyukurlah, dan berbahagialah. ..! Jangan menjadi pengeluh, penggerutu, penuntut abadi, tapi bijaksanalah
untuk bisa selalu think and thank (berpikir, kemudian berterima kasih/bersyukurl) .
Dalam artikel yang berjudul Kegagalan & Kesuksesan Hasil Konsekuensi Pikiran ( SPM 26 Februari 2005) dituliskan, seseorang yang sadar sepenuhnya, dia datang ke dunia ini hanya dibekali sebuah nyawa (jiwa). Nah, nyawa itu harus dirawat dengan menjalani kehidupan secara bertanggung jawab. Dengan nyawa ini pulalah, seseorang harus hidup bahagia, di manapun dia berada, dan dalam kondisi apapun, dia harus bisa bahagia. Kunci kebahagiaan adalah bersyukur! Mensyukuri apa yang kita dapat itu penting, termasuk sebuah nyawa agar kita bisa
hidup di alam ini. Dan kebahagiaan bisa dibuat, dengan tidak meminta(menuntut) apapun pada orang lain, tetapi memberikan apa yang bisa diberikan kepada orang lain agar mereka bahagia. Jadilah seseorang yang merasa ada gunanya untuk kehidupan ini.
Untuk itu, Anda bisa mendengarkan intuisi sendiri sehingga bertindak sesuai nurani dan menghasilkan apa yang Anda inginkan dalam hidup. Hadapi hidup dengan tabah karena orang-orang beruntung bukan tidak pernah gagal. Bukan tidak pernah ditolak, juga bukan tidak pernah kecewa. Justru banyak orang yang sukses itu sebetulnya orang yang telah banyak mengalami kegagalan.
Berpikirlah positif, Anda akan menjadi orang yang beruntung. Banyak cerita tentang keberuntungan berasal dari kejadian-kejadian yang tidak menguntungkan. Misalnya, kehilangan pekerjaan memunculkan ide besar untuk mulai bisnis sendiri dan menjadi majikan. Ditolak pun bisa mendatangkan kesuksesan. Tetapi, untuk mendapatkan keberuntungan diperlukan usaha. Dan mulailah sekarang juga untuk berusaha!
Sumber: Bahagia, ada pada Jiwa yang Bisa Bersyukur oleh Lianny Hendranata
Have a positive day!
An Interview with Dr Stephen Gilligan
By Chris & Jules Collingwood
Dr Stephen Gilligan was a member of the original group who where present when John Grinder and Richard Bandler were first developing NLP. He studied with Dr Milton Erickson and was able to model him extensively. as a result of this, Dr Gilligan became one of the greatest exponents of Ericksonian Hypnosis. Since then he has developed his own approach to psychotherapy and personal development and is a leading member of the Ericksonian Foundation, an organisation for health care professionals to promote Milton Erickson's work. Dr Gilligan is the author of Therapeutic Trances; The co-operation principle is Ericksonian Hypnotherapy, Therapeutic Conversations, and is the editor with Jeffrey K. Zeig of Brief Therapy; myths, methods and metaphors. He is the co-presenter with Dr John Grinder of 2 volumes of the Syntax of Behavior audio tape series.
1. What was the atmosphere of the context you were in at UCSC?
I attended UCSC from 1972-1977. It was a very wild time. There were many different areas of activity-radical politics, t-groups and the humanistic psychology movement, the beginnings of ecology and feminism, the presence of people like Gregory Bateson and Norman O. Brown-and on and on. UCSC was the answer to the UC Berkeley riots, which railed against (among other things) the lack of attention to undergraduates. Santa Cruz was an experimental campus-no grades, very open, set in the redwood forests-that provided great resources and tremendous freedom to experiment. In that environment, John Grinder was an assistant professor of linguistics who was very interested in radical change, both at an individual and collective level. I met John right around the time he was getting together with Richard Bandler, who at that time was a renegade Gestalt therapist operating in the Santa Cruz mountains. I was in their first training and research groups, completely immersed with them from 1974 until I left Santa Cruz in 1977 to go to graduate school at Stanford. There were about a dozen of us altogether, pretty much all students at UCSC-people like Leslie Cameron, Judy Delozier, Paul Carter, Frank Pucilek, and David Gordon. (Robert Dilts started in about 1976, if I remember correctly.) This was before NLP was NLP-it was the Meta Model and Milton Model back in those days. A very wild and experimental time, to say the least!
2. What was it like to be a student entering into Milton Erickson's world?
Incredible. Amazing. I was 19 years old. Milton Erickson touched a place deep in my soul and lit a fire within me. It has never been doused, despite my times of inattention and neglect. I had always been interested and very skilled in altered states of consciousness- I pretty much lived in a trance growing up as a kid in an Irish-American alcoholic family. I didn't know about much else, but I knew a lot about trance. Erickson was the first period I met who could clearly run circles around me in terms of hypnotic skills. Somehow I knew immediately that I had met my teacher.
Even more significantly than his hypnotic skills was the way in which he was using them. He was embodying the healing aspects of trance, not just the dissociative aspects. I had only known how to use trance to get away from things-pain, trauma, family, life itself-whereas Milton was using trance with himself and others to reconnect with the world. An extraordinary difference that I continue to appreciate some 25 years later. It's actually the basis of the hypnotic work-how to use what people have employed to move away from the world to help them return to the world in a centered, effective way.
3. How were you introduced to Milton Erickson?
Gregory Bateson and Milton Erickson had been buddies since 1932, when Bateson and Mead went to Bali to study trance rituals. Before going, they consulted about trance process with young Milton Erickson, who was then a psychiatrist in Detroit. From that encounter, Erickson developed life long relationships with both Mead and with Bateson.
Bateson lived on the same property with Bandler and Grinder in the Santa Cruz mountains. When he read their first book, The Structure of Magic I, he liked it so much that he said if they really wanted to know something about communication, they should visit the great Purple One (before Prince!) who was living in the Phoenix desert. They did and came back with tales that stirred something deep within me. When they returned several months later (in late 1974), they invited me along with them. At the end of this five-day meeting, I asked Erickson if I could come back and study with him. He agreed, and thus began a five-year process where I would periodically fly to Phoenix for 2-10 day stays. He often put me up at his house, and never charged me a cent, which was great since I was a penniless student during those years!
I was deeply moved by his generosity and asked a number of times how I could ever repay him. He said that if anything I learned from him was helpful, I could repay him by passing it on to others. What a bargain on both ends for me!
4. What were your first impressions of Milton Erickson?
He was an incredible wizard, an amazing healer, and a funny old man. His hypnotic presence was really very strong-like an old shaman. I was of course nervous around him, but this was easily resolved by going into a deep trance! That was pretty much standard procedure around Milton-if you were near him, you would go into trance!
5. What are your lasting impressions of Milton Erickson?
It has now been 25 years since I first met Milton Erickson. Rarely a day goes by that I don't value something he passed on to me. But my relationship to him is quite different from when I started. I see him most as a very courageous, very outrageous, very kind, very creative human being. I think he was a true revolutionary in the field of psychotherapy. At the same time, I also see him now as a human being, with strengths as well as flaws. The latter is important, because my unwillingness to recognize his flaws led me for many years to not accept my own shortcomings. And without this humility, I don't think much real growth is possible.
I think his most enduring gift was what he called the idea of utilization- that anything could be used for positive growth, no matter how sick, crazy, unaesthetic it might appear. For example, Erickson worked for his 20 professional years in locked wards of mental hospitals. One guy insisted he was Jesus Christ, despite the many efforts by staff to convince him otherwise. Erickson introduced himself to "Jesus", let him know that there was a new ward being built on hospital grounds that needed some carpenters, and got "Jesus" to work as a carpenter. His work led him to become involved with other folks, which eventually led him back into common reality.
Another patient was a very depressed and suicidal woman who was convinced that no man would ever be attracted to her given the large gap between her front teeth. Erickson had her practice spitting water between her teeth until she could hit a target at twenty feet. He then got her to hide out near her office water cooler until a certain young man happened by. Per Erickson's instructions, she jumped out, nailed him with a squirt of water, and then ran away. He caught up to her and asked her for a date. As in all good Erickson stories, they were married shortly thereafter and had 6 little water-squirters for children. So many examples like this illustrate this basic principle that Erickson contributed: find a way to accept and utilize whatever is there, especially that which continues to be there (that is, repeats itself).
6. How is Ericksonian Hypnosis different from conventional hypnosis?
You can read my first book, Therapeutic trances: The cooperation principle in Ericksonian hypnotherapy, for an extensive discussion of the differences. What I would emphasize here are two main differences. The first is that conventional hypnosis sees trance as an artifact stemming from hypnotic suggestions, whereas Ericksonian hypnosis sees trance as a natural psychobiological state that arises from life events. That is, traditional hypnosis sees trance as the result of the hypnotist's suggestions, pure and simple. Thus, trance doesn't occur until and unless there is a situation defined as "hypnosis" and someone called "the hypnotist" performs something called "hypnotic technique" with someone called "the subject".
In contrast, Erickson emphasized that trance occurs with or without hypnotists. (It's coming to get you, like it or not.) My best understanding is that trance is a special learning state that occurs whenever identity is threatened, disrupted, or needs to reorganize. This could happen in many situations-trauma, times of change in a person's life (a birth, death, illness, graduation, marriage, divorce, etc.), contexts of uncertainty. At such times, a person's normal identity is not equipped to respond adequately to the situation. For example, if you had an identity as a single person and then get married, your old identity can't quite meet the new challenge. So some process is needed for letting go of your old identity and moving into a state where a new identity can be generated, Trance is the natural resource state that accesses at precisely those times. Hypnosis is one of the social traditions that can provide a ritual space and process to receive and positively guide the trance process in helpful ways. So you see, an Ericksonian hypnotist is looking for how and where the trance is already occurring, rather than creating one artificially.
The second difference, related to the first, is that traditional hypnosis generally thinks of trance in the singular, whereas Ericksonian hypnosis always emphasizes it in the plural. All trances are not created equal. Erickson emphasized how each person is radically unique, something that really becomes apparent in trance. I like to emphasize to my clients (with an Irish twinkle) my "diagnosis" that they are incurable deviants, and it's just getting worse by the day!! That is, the way they do it, know it, experience it, and express it is unlike anything the world has ever seen. Their attempts to fit into someone else's definition of "success" or "normalcy" or whatever have failed miserably, and rightfully so!! (Again, this is said only when the Irish twinkle or its equivalent has been established. )
This uniqueness is so apparent in trance experience-everybod y experiences it differently. For example, it is very common that a person comes out of trance in my office and says something like, "Wow! The most incredible thing just happened." They will then describe what happened and usually ask, "Does that happen to everybody in trance?". I am usually forced to say that in my 25 years of working with trance, I have never heard anyone else having that experience. To me, it 's one of the great values of trance-you're setting aside the conscious mind that is basically a conservative social construction and exploring the experiential/ archetypal mind, which is much more artistic and unique.
7. What is Deep Trance Identification and how did you learn to do it?
Deep trance identification is a hypnotic process wherein a person develops a deep trance, goes into a safe place, sets aside their regular personality, and assumes another personality for 30 minutes or so. The identification personality could be a person you know-your mate, a client, a mentor-or someone you don't know-a famous person or a historical figure, for example. At my last workshop, some of the characters selected included Milton Erickson, the Buddha, a famous poet, a classical piano player, and a person's wife. Once you enter into the identification trance, you can interact and talk with others in the ritual space as that character.
Some of the effects can be pretty amazing. A first is the freedom that one can achieve by letting go of your normal identity-the habitual, unconscious ways we think, hold our body, talk, react, etc. When you step out of your normal identity, your whole sense of self can drop to a much deeper level, one not so cluttered by idiosyncratic identity content. I think it allows a whole other level of identity consciousness, where what Bateson called "learning level III"-learning to learn to learn-is now a variable.
A second effect regards the identification character you step into. You can model from both an interior and exterior space, and perhaps even a deeper dimension, something I call "field-based modeling". You can sense patterns with a different way of sensing patterns, if that makes any sense. It's a pretty amazing experience.
I learned deep trance identification while initially studying with Erickson. It was during my Bandler-Grinder days, and we were trying all sorts of far-out experiments in consciousness. We read about these experiments conducted by a fellow named Raikov in Russia, who was having hypnotized subjects do deep trance identification with painters such as Rembrandt, then do some painting. When rated by judges, the identification subjects did much better work than those not hypnotized and those merely hypnotized (without the identification process). We thought it might be interesting for me to try it with Erickson. Interestingly, Bateson walked in the first time I was doing it. As I said, he was a good friend of Erickson; he was also my teacher. It turns out that while I was talking with him as "Erickson", I shared with some information that really kind of spooked him. Something that he said was private between him and Erickson. I don't know what to make of it, but I can say the process is an interesting and rewarding one.
These days I used identification processes when I feel really stuck with a client or with a personal relationship. It finally becomes clear to me that I don't have a deep understanding of the other person's space, so I do an identification process when I'm alone. Entering into that person's space and experiencing their way of knowing, it becomes easier to find ways to connect.
8. You used Deep Trance Identification to model Milton Erickson. What was it like?
When I first opened my eyes while identifying as "Erickson", it was a pretty profound experience. Somehow I could feel so strongly that everybody in the room had an unconscious mind and everyone was longing to connect with it, and therefore everyone was just a moment away from trance. It was not a matter of some great technique on my part, but a willingness to touch the place in them that was longing for self-connection. I think in that state I was so connected to the unconscious that I could feel its presence not only within me but also within others with equal ease. From that space, the words just seemed to flow out on their own. Something more basic than words was absorbing me-it's hard to say what it was, a basic rhythm or beat of something. It was so clear that each person could and would develop a trance, and reality bore that out. Pretty amazing experience. Somehow it was a process where my ego was out of the way-it wasn't me doing something to them, but rather a deeper connection to the spirit of life. That may sound a little vague, but that's kind of how I experienced it. It really changed my perception of how to do trance.
9. What advice would you offer someone who wants to become fluent in Ericksonian Hypnosis?
Learn to locate your mind within your body and within the living field of relational connection. Trust that you have multiple brains-not just the one in your head, but also your whole body as well as your heart and your gut. Embodied relationality, I call it. Unfortunately, most of us are trained very early to disconnect our mind from our body and from the world around us. We therefore associate our mind with our disembodied intellectual self. Not a good place to do hypnosis from. Ericksonian hypnosis involves being willing and able to accept and work with whatever is in the present moment. The problem is the solution, we say: Whatever a person is struggling with is what will allow them not only to go into trance but also develop new ways of knowing and acting. This is the basic Ericksonian principle: welcome whatever is in each moment, harmonize your bodymind with it, and become curious as to how it will continue to unfold in a positive way. To do that, you must move your mind into the field of the present moment.
Gregory Bateson referred to this shift when he was discussing Erickson in an interview with Brad Keeney, one of his students. The interview took place in 1976, when Erickson's work was just getting known to a wider audience. Erickson's name came up during the interview, and Keeney asked if Bateson had been in touch with him recently. Bateson said he hadn't, only through some of the many students that Bateson had sent to Erickson. Keeney asked what he thought of the books that were coming out about Erickson, and Bateson harrumphed his archetypal British aristocratic harrumph. He said he hated the work, regretted sending people to Erickson, and would do it no more. When Keeney asked him to elaborate, Bateson said that Erickson had a way of entering a system so thoroughly before he acted that he was not an ego separate from the system but part of the "weave of the total complex". Therefore his techniques arose from within the weave and harmonized with them.
Bateson said that people were studying Erickson with the traditional Western epistemological of the outside observer operating on a system. They were thus "seeing" Erickson's work in terms of an ego applying a bag of tricks onto a system from the outside. This created a sort of power game and misunderstanding of the work that Bateson loathed. I tend to agree with Bateson's somewhat severe assessment. This is why in the workshops we spend a lot of time working with how to reorganize attention into what I call field-based identity-something that allows one to perceive from within a field that is bigger than the first position of the "I" or the second position of the "you". For example, we work to develop skillfulness in five principles of attention: dropping it down (into your center), softening (relaxing the body), widening (expanding your perceptual field), connecting (letting your mind feel a connection with other minds), and erasing (clearing out any fixed images, thoughts, submodalities in your field of consciousness) . When you can do that, you're ready for creative "field-based" responsiveness.
10. Naturally your own work has moved on from where Erickson's left off. We live in a different social world now. Can you describe your current work?
About 8 years ago, my dad died and my daughter was born. This produced a major death-and-rebirth process in me. Suddenly I was no one's son and some one's father. I figured it was time for me to let go of using Erickson as kind surrogate father. It was time to start speaking in my own voice, and not blame everything on him! So the last 8 years I have been what I call the self-relations approach. It is described in my latest book, The courage to love: Principles and practices of self-relations psychotherapy.
Self-relations work is different from Erickson's legacy in at least 3 ways. The first is the incorporation of what we call the "Erickson function" within the client. Erickson used to say that the unconscious is very intelligent, but he never explained why a person was acting so stupidly before Erickson came onto the scene. It seems that Erickson committed the typical Western error of not including the observer (himself) in the observed: that is, it wasn't so much the "client's unconscious alone" that was intelligent, it was "the client's unconscious in relation to Erickson" that was the winning ticket. If that was indeed the case, the question is whether whatever Erickson was doing-what we might call the "Erickson function"--could be learned by others, especially by the client himself. That is, couldn't the client learn to relate with his "unconscious" the same way that Erickson did? And if so, whose voice do you want running around with you in your head-some dead guy's or your own? With all due respect to Milton (and much is due), it's nice to know that a person can locate and develop the Erickson function within themselves. We try to do this formally in self-relations.
A second difference is the embodiment of the unconscious. In Erickson's work, the unconscious sounds a bit ethereal at times. It just kind of hangs around in the air. Self-relations explicitly emphasizes life as a performance art, and looks at how performance artists-dancers, athletes, artists-experience and organize their "creative unconscious". We see how important embodiment is, and so emphasize the somatic experience in relation to the unconscious much more than Erickson did. For example, in examining states of well being that we hope to reproduce in other contexts, we ask, "When you experience that sense of well-being and effectiveness, where in your body do you sense your center of self?" We then examine how reconnecting with that center can be accomplished in challenging situations.
Elatedly, in exploring problems a basic question we ask in self-relations is, "When you experience the problem, where do you feel the center of disturbance in your body?" Most people point to their heart, solar plexus, or belly. We work with, discovering how tuning to it reveal the creative unconscious in action. It just needs what we call a little "sponsorship" to reveal its positive contribution.
A third difference has to do with the creative field. In Erickson's work, people go into a trance that is generally away from the world. That is, you have to close your eyes, not move, and zone out. A lot of interesting and helpful things can happen in that state, but it has limitations in terms of performance. That is, it's not a very helpful resource when you have to respond quickly in a challenging social situation-for example, someone attacking you or criticizing you, or asking you to solve some problem immediately. So we've moved trance from a field away from the here and now to a field that is here and now.
A lot of this comes from aikido training, which I'm very much into. In aikido, if you go into accessing cues, or close your eyes, or otherwise think while you're being attacked, you end up on the floor. You've just gotten whacked! So instead of going inside, you allow your mind to spread into the field that holds both you and your partner, as well as many other presences. People know this field when they're experiencing deep well-being-just think of experiences when you feel most connected to yourself and note where your self "ends" in such experiences. Self-relations looks to train folks to access and work within this field. In a sense, it's the place where Erickson worked-he didn't go into trance, he came "out into trance", wider and wider awake, as we say. We really emphasize this in self-relations in a way that I don't think Erickson really did.
11. You have kindly agreed to lead a 5 day training seminar in Ericksonian Hypnosis in Sydney in august for health care professionals and NLP practitioners. From both a professional and personal development point of view, what would you like participants to walk away with at the end of the 5 days?
Well, I hope that what I've said so far gives a flavor for what the work is up to. I would hope that folks can tune into how creative death and rebirth is going on all the time in the field of consciousness. And how it needs human presence to "sponsor it", to bring awareness to it, so it can awaken into an even more profound state. The work in Ericksonian hypnosis and self-relations are methods for how to do that.
I will be asking folks to come in with specific goal states in mind. Places that they really would like to make improvement in-both personally and professionally. Stuff that will really provide a test of the ideas and practices of the approach. So that when you leave you have a sense that as a theory this may or may not be interesting, but as a practice it really is something.
My intention is that people walk away from the course with some practical ways to deal creatively with difficult situations. Some workable ways to transform the negative experiences in their lives. Some effective methods for approaching challenging new situations.
To make it work, we will work on how to make the learning environment both safe and passionate. Safe enough to let go and passionate enough to touch and awaken the soul. Each condition is equally important: one without the other is useless.
Most of all, I hope we can have some good fun in the process.
" 10 Ciri Orang Yang Berpikir Positif "
Semua orang yang berusaha meningkatkan diri dan ilmu pengetahuannya pasti tahu bahwa hidup kan lebih mudah dijalani bila kita selalu berpikir positif. Tapi, bagaimana melatih diri supaya pikiran positiflah yang 'beredar' di kepala kita, tak banyak yang tahu. Oleh karena itu, sebaiknya kita kenali saja dulu ciri-ciri orang yang berpikir positif dan mulai mencoba meniru jalan pikirannya.
1. Melihat masalah sebagai tantangan
Bandingkan dengan orang yang melihat masalah sebagai cobaan hidup yang terlalu berat dan bikin hidupnya jadi paling sengsara sedunia.
2. Menikmati hidupnya
Pemikiran positif akan membuat seseorang menerima keadaannya dengan besar hati, meski tak berarti ia tak berusaha untuk mencapai hidup yang lebih baik.
3. Pikiran terbuka untuk menerima saran dan ide
Karena dengan begitu, boleh jadi ada hal-hal baru yang akan membuat segala sesuatu lebih baik.
4. Mengenyahkan pikiran negatif segera setelah pikiran itu terlintas di benak
Memelihara' pikiran negatif lama-lama bisa diibaratkan membangunkan singa tidur. Sebetulnya tidak apa-apa, ternyata malah bisa menimbulkan masalah.
5. Mensyukuri apa yang dimilikinya
Dan bukannya berkeluh-kesah tentang apa-apa yang tidak dipunyainya.
6. Tidak mendengarkan gosip yang tak menentu
Sudah pasti, gosip berkawan baik dengan pikiran negatif. Karena itu, mendengarkan omongan yang tak ada juntrungnya adalah perilaku yang dijauhi si pemikir positif.
7. Tidak bikin alasan, tapi langsung bikin tindakan
Pernah dengar pelesetan NATO (No Action, Talk Only), kan ? Nah, mereka ini jelas bukan penganutnya. NARO (No Action Review Only), NADO (No Action Dream Only), NATO (No Action Talk Only), NACO (No Action Concept Only), NABO (No Action Briefing Only), NAMO (No Action Meeting Olny), NASO (No Acton Strategy Only)
8. Menggunakan bahasa positif
Maksudnya, kalimat-kalimat yang bernadakan optimisme, seperti "Masalah itu pasti akan terselesaikan," dan "Dia memang berbakat."
9. Menggunakan bahasa tubuh yang positif
Di antaranya adalah senyum, berjalan dengan langkah tegap, dan gerakan tangan yang ekspresif, atau anggukan. Mereka juga berbicara dengan intonasi yang bersahabat, antusias, dan 'hidup'.
10. Peduli pada citra diri
Itu sebabnya, mereka berusaha tampil baik. Bukan hanya di luar, tapi juga di dalam.
RINGKASAN
* Naiknya ekspor mengindikasikan membaiknya perkiraan pertumbuhan ekonomi AS.
* Bernanke: prospek ekonomi AS telah membaik dari bulan lalu, dan bank sentral berusaha untuk menjaga kestabilan harga.
* Pemulihan ekonomi AS ke tingkat semula akan lebih lama dari yang diharapkan beberapa bulan sebelumnya, menurut hasil survei Blue Chip.
* Melambatnya pertumbuhan ekspor Cina dan turunnya inflasi akan mendorong bank sentral untuk tetap menahan suku bunganya.
* International Energy Agency (IEA) menurunkan prediksi permintaan minyak global tahun ini akibat naiknya harga minyak.
Harga Minyak Mendorong Naiknya Defisit Neraca Perdagangan AS
Defisit neraca dagang AS melebar di bulan April seiring harga minyak yang loncat, mendongkrak impor sehingga menutupi kenaikan ekspor yang terbesar dalam 4 tahun. Defisit naik 7.8% hingga $60.9 M, lebih dari perkiraan dan tertinggi sejak Maret 2007. Impor tumbuh 4.5% bulan April, kenaikan terbesar sejak November 2002, hingga $216.4 M. Sementara ekspor merangkak 3.3%, terbesar sejak Februari 2004, hingga $155.5 M, dimotori penjualan kapal terbang komersial, otomotif dan mesin pertanian. Laporan ini mengindikasikan permintaan luar negeri masih tinggi dan ditolong oleh pelemahan USD. Dalam angka riil (setelah mengeluarkan perubahan harga, seperti halnya digunakan untuk mengkalkulasi GDP), defisit mengecil menjadi $46.9B, terendah sejak Agustus 2003. Dikombinasi dengan selisih yang lebih kecil di bulan Maret, angka ini kemungkinan dapat mendongrak perkiraan pertumbuhan ekonomi.
Bernanke Mengatakan Fed Akan Melawan Kenaikan Ekspektasi Harga
Bernanke mengatakan bahwa resiko “penurunan secara substansial” telah berkurang; Gubernur Fed Ben Bernanke menambahkan prospek ekonomi telah membaik dari bulan lalu, dan bank sentral akan menghambat ketidakyakinan masyarakat terhadap harga yang stabil. Tingkat pengangguran yang melonjak hingga 5.5% di bulan Mei, terbesar hampir dalam 2 dekade, dan turunnya jumlah tenaga kerja AS dalam 5 bulan berturut-turut, dikatakan oleh Bernanke sangat tidak diharapkan. Fed telah memotong suku bunga menjadi 2% dari 5.5% di bulan September tahun lalu. Kini trader telah melihat ada 30% peluang kenaikan bunga seperempat basis point di bulan Agustus, yang naik dari 9% peluang minggu lalu. Pertemuan pejabat Fed berikutnya berlangsung pada tanggal 24-25 Juni. Fed sendiri kini menghadapi penyeimbangan yang rumit antara menurunkan bunga untuk menghindari resesi namun tanpa menimbulkan resiko terlalu besar terhadap inflasi yang dapat terakselerasi.
Pelambatan AS Akan Cukup Lama, Namun Tidak Resesi
Ekonom telah memotong perkiraan pertumbuhan AS di semester kedua tahun ini dan 2009, namun semakin banyak yang melihat bahwa AS dapat terhindar resesi, ditunjukkan oleh hasil penjajakan yang ditunjukkan hari Selasa. Indikator ekonomi Blue Chip, newsletter bulanan menunjukkan 53.5% dari 48 ekonom independent yang di jajaki tidak percaya bahwa ekonomi AS sedang berada atau akan memasuki resesi di tahun 2008, naik dari 40% hasil survei Mei. “Konsensus kini mengindikasikan penurunan pertumbuhan ekonomi tidak terlalu dalam seperti yang ditakutkan sebelumnya, namun kelanjutan pemulihan pertumbuhan hingga tingkat semula akan lebih lama dibanding harapan beberapa bulan sebelumnya, dikatakan oleh newsletter. Hasil survei Blue Chip menunjukkan konsensus ekonom bahwa Fed telah selesai memangkas suku bunganya. Bagaimanapun menurut newsletter tersebut bank sentral AS tidak diharapkan untuk mulai menaikkan bunga hingga triwulan kedua tahun depan.
Pertumbuhan Ekspor Cina Kemungkinan Melambat, Inflasi Akan Menurun
Pertumbuhan ekspor Cina kemungkinan melambat untuk bulan ketiga sementara inflasi menyusut dari kisaran tinggi 12-tahun, menaikkan kemungkinan bank sentral untuk tetap menahan suku bunga-nya. Penjualan luar negeri naik 20% di Mei dari 21.9% bulan lalu, menurut survei Bloomberg terhadap 17 ekonom. Indeks harga konsumen menguat 8% dari tahun lalu, menurut estimasi 19 ekonom, setelah naik 8.5% di April. Moderatnya ekspor dan inflasi menunjukkan upaya Cina untuk memulihkan ekonomi nya – yang masih tumbuh pesat di antara negara-negara utama -- mungkin berhasil. Bank sentral pada 7 Juni lalu meminta sejumlah bank untuk menyimpan lebih banyak uang, untuk meredam pertumbuhan pinjaman tanpa memicu perlambatan yang tiba-tiba.
IEA Menurunkan Prediksi Permintaan Minyak
International Energy Agency (IEA) hari Selasa memangkas perkiraannya untuk permintaan minyak global tahun ini akibat kenaikan harga, namun menambahkan kelaparan dunia terhadap minyak masih menggemparkan keseimbangan pasar. “Pertumbuhan Supply sejauh tahun ini masih buruk dan harga yang tinggi dibutuhkan untuk mengurangi permintaan pasar,” menurut laporan bulanan lembaga monitoring di Paris tersebut. Agensi juga memprediksi permintaan produk minyak global di 2008 akan tumbuh 0.9%, atau 800,000 barrel per hari, turun dari 1.2%, atau 1 juta barrel, prediksi sebelumnya. Perubahan ini diikuti dengan keputusan oleh beberapa negara berkembang mengurangi subsidi akibat harga minyak yang terlampau tinggi. Agensi juga melaporkan adanya reduksi konsumsi minyak di negara maju yang berasal dari 30 negara OPEC, namun menyebutkan masih sedikit tanda berkurangnya permintaan di Cina dan India. Harga minyak telah mengalami kenaikan 8% sejak laporan bulanan IEA yang terakhir. Sementara itu, Arab Saudi telah menaikkan outputnya 300,000 barel per hari hingga mencapai 9.45 juta barel per hari.
Produksi Industri Inggris di Bulan April Mengalami Rebound Tipis
Data produksi industri Inggris di bulan April menunjukkan kenaikkan 0.1% lebih baik sedikit dari konsensus pasar 0.0%. Pulihnya output pengadaan kelihatannya mengkontribusi kenaikan produksi industri utama dan data tersebut kemungkinan kecil dapat memperkuat posisi jual sterling, karena menunjukkan sektor produksi tidak selemah yang diperkirakan oleh pasar. Data CBI dan CIPS menunjukkan pelemahan aktivitas sektor manufaktur meskipun sterling terdepresiasi. Hal ini mengkonfirmasi pandangan bahwa eksportir Inggris tidak sepenuhnya memanfaatkan rendahnya sterling.
Swiss Franc Jatuh vs Dollar Akibat Komentar Bernanke
Swiss Franc kembali jatuh terhadap dollar di hari Selasa seiring dollar kembali terangkat oleh komentar yang mengindikasikan Fed dapat menaikkan bunganya tahun ini. Di sesi sebelumnya Bernanke mengatakan bahwa bank sentral akan mengupayakan mengurangi ekspektasi inflasi, meyakinkan lebih banyak investor bahwa kenaikan bunga akan datang tahun ini untuk menegaskan bahwa resiko penurunan ekonomi AS secara substansial telah berkurang. Franc terhadap euro, masih flat sejalan dengan euro yang masih terdukung oleh ekspektasi kenaikan bunga ECB.
Pesanan Mesin Jepang Melambung Setelah Anjlok Dua Bulan
Permintaan peralatan mesin Jepang menguat di April setelah jatuh dua bulan beruntun akibat sejumlah perusahaan mengganti peralatan yang telah berumur. Permintaan order, yang memberi sinyal pengeluaran modal tiga sampai enam bulan ke depan, menguat 5.5% setelah merosot 8.3% di Maret dan 12.3% di Februari, menurut Cabinet Office di Tokyo. Tingginya harga minyak dan bahan mentah menunda perusahaan untuk perekrutan dan investasi. Pihak Toyota Motor Corp. bulan lalu menyebutkan akan memangkas pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan kali pertama sejak 2001. ``Tidak diragukan bahwa bisnis investasi kehilangan tenaga,'' ungkap Yoshiki Shinke.
Nikkei Ditutup Terendah 2 Minggu Akibat Kekhawatiran Stagflasi
Nikkei turun 1.1% ditutup terendah dalam 2 minggu pada hari Selasa seiring meningkatnya kecemasan stagflasi global yang mengimbangi penguatan dolar terhadap yen hingga level tertinggi dalam 3 bulan. Jika ekonomi Asia benar-benar akan melamban, maka Jepang tidak dapat menghindari inflasi.
KOSPI Terpuruk; Dipengaruhi Faktor Politik
Bursa Seoul memperpanjang kerugiannya dan ditutup lebih rendah 2% pada hari Selasa, dipicu pembuat mobil dan kapal, tapi analis melihat kekacauan politik saat ini mempengaruhi keadaan ekonomi. Pasar memburuk setelah bursa Cina terpuruk akibat pengetatan moneter dan bangkitnya krisis kredit setelah Lehman Brothers memprediksi kerugian.
Indeks Hong Kong Turun 4.2% Ke Level Terendah 10 Minggu
Indeks Hong Kong terperosok hingga level terendah sejak 1 April pada hari Selasa setelah bursa Shanghai jatuh terbesar dalam 1 tahun akibat pengetatan kebijakan moneter Beijing. Ada ketakutan bahwa pengetatan kredit Cina akan memperlambat pertumbuhan laba dan lebih banyak perusahaan yang beralih ke bursa saham untuk mengumpulkan dana yang akan berdampak buruk bagi bursa.
Dominasi Gelandang Portugal
Kontrol yang akurat dan stabil atas tempo permainan serta mengisi setiap ruang di lapangan. Portugal benar-benar mendominasi laga Grup A atas Turki, Sabtu (7/6) di Stade de Geneve.
Luis Felipe Scolari jelas sadar sebesar apa kontribusi yang bisa diberikan dua gelandang tengah, Joao Moutinho dan Petit, untuk menemani tiga attacking midfielder. Kerja Moutinho dan Petit sungguh mempermudah aksi-aksi Cristiano Ronaldo, Deco, dan Simao Sabrosa membongkar pertahanan lawan.
Taktik Scolari menempatkan Nuno Gomes sebagai striker tunggal Portugal tidak memperlihatkan kemiskinan titik target serangan. Bahkan bek-bek Portugal mendapatkan ruang untuk masuk ke daerah vital Turki berkat kerja sama dan pengertian apik pemain-pemain di barisan tengah.
Akibat kuatnya gelandang-gelandang Seleccao memainkan peran ofensif dan defensif, pasukan Turki sulit mendapatkan ruang dan waktu yang mereka butuhkan guna melakukan serangan balik sebagai senjata utama.
Berkat kemampuan mengontrol irama permainan sejak dini, kerja duet Moutinho dan Petit sebagai penghubung menjadi mudah. Akurasi umpan kedua gelandang tengah itu di atas 80%. Bahkan Moutinho nyaris mencapai angka 90.
Di depan keduanya, Deco hadir dengan ide-ide kreatif. Malam itu, gelandang Barcelona tersebut tercatat sebagai pemain dengan frekuensi tertinggi dalam memberi umpan yang mencapai sasaran, sebanyak 49 kali.
Meski tanpa gol di babak I, Portugal mendapat tujuh sepak pojok berbanding 2 milik Turki.
Bahkan, sebelum tercipta gol melalui Pepe di menit ke-61, persentase penguasaan bola Portugal mencapai 63%. Permainan di Stade de Geneve ibarat jalan satu arah, dari pertahanan Portugal menuju gawang Turki. Seleccao memperlihatkan tontonan sepakbola disiplin tinggi, penuh motivasi, dan sarat kreasi.
Selain piawai mengalirkan bola, pasukan Scolari cakap melakukan umpan diagonal ketika Turki kehilangan penguasaan bola. Kecepatan serangan dari kedua sayap, melalui Simao dan Ronaldo, membuat barisan belakang Turki lebih berkonsentrasi menjadikan off-side sebagai andalan pertahanan.
Ganggu Konsentrasi
Tumpuan serangan Portugal tak melulu dari tiga gelandang serang. Kehadiran Bosingwa di sisi kanan pertahanan Portugal memang membuat Scolari menggeser Paulo Ferreira ke kiri. Tapi, bek asal FC Porto itu sukses menopang kerja Ronaldo, yang mendapat pengawalan ketat.
Pelatih Turki, Fatih Terim, mengaku konsentrasi pasukannya terganggu akibat gerak dinamis lawan. Setiap Seleccao menguasai bola, yang ada dalam benak pemain-pemain Turki adalah membangun tembok pertahanan sekokoh mungkin. Akibatnya daya dobrak Turki menurun karena dibuat selalu khawatir tatkala mereka kehilangan bola.
Efektivitas kerja gelandang-gelandang Portugal membuat Terim terpaksa melakukan perubahan di babak II. Hasilnya positif untuk perubahan penguasaan bola.
Tapi, saat terjadi peningkatan ball possession itulah Turki lengah mengantisipasi kehadiran Pepe. Begitu pula masuknya gelandang Raul Meireles, yang menggantikan peran Simao.
Servette FC
Demi Nama Besar
Klub yang bermarkas di Stade de Geneve ini termasuk tim besar di Swiss. Sepanjang sejarah Liga Swiss, Servette tercatat sudah 17 kali menorehkan prestasi sebagai juara. Dari semua klub di Swiss, perolehan ini adalah terbesar kedua setelah Grasshopper Club.
Selain 17 gelar juara liga, klub yang berdiri pada 1890 ini juga mengoleksi tujuh gelar juara Coupe de Suisse, empat kali Coupe delle Alpi, dan tiga kali Coupe de la Ligue.
Namun, kebesaran Servette sempat hilang sejenak. Sejak musim 2004/2005, klub ini terpaksa degradasi ke 1. Liga karena terbelit utang sebesar 10 juta francs Swiss dan dinyatakan bangkrut. Karena ditinggal semua pemainnya, di musim 2005/2006 Servette tampil di 1. Liga dengan skuad yang berasal dari tim U-21.
Meski ditulangpunggungi tim U-21, Servette cukup satu musim tampil di 1. Liga, yang merupakan divisi tiga di Liga Swiss. Di akhir musim 2005/2006 mereka promosi ke Challenge League. Hingga akhir musim 2007/2008, Servette belum mampu kembali ke Super League.
Meski belum pernah menorehkan prestasi di tingkat Eropa, Servette tercatat pernah diperkuat nama-nama besar sepakbola. Beberapa pemain besar yang pernah memperkuat tim ini di antaranya adalah Karl Heinz Rummenigge dan Christian Karembeu.
Swiss yang Aman
Swiss adalah negara yang aman dan keamanan adalah salah satu hal penting yang disenangi oleh masyarakat setempat. Namun, saat menjadi tuan rumah Piala Eropa 2008, terjadi situasi di mana pihak keamanan tak bisa mengatasi keadaan.
Pilihan keputusan yang diambil pihak keamanan justru menjadi opsi yang salah. Salah satu contohnya terjadi di Stadion La Pontaise, Lausanne. Setelah menurunkan dua rekan BOLA dari Jakarta di depan pintu masuk stadion, saya menuju ke tempat parkir mobil untuk memarkir kendaraan.
Saat hendak memasuki pintu akses wartawan, seorang wanita muda dari pihak keamanan mencegat dan mengatakan tanda pengenal wartawan saya tak berlaku. Untuk melewati pintu wartawan, dibutuhkan tanda pengenal khusus turnamen.
Tidak di semua stadion larangan itu berlaku. Namun, di stadion yang membolehkan penonton menyaksikan latihan tim, ternyata timbul masalah.
Saat mencoba masuk melalui pintu normal guna menyaksikan latihan tim Belanda, saya harus mengantre di depan empat pintu masuk yang dibuka untuk sekitar 5.000 orang.
Setelah menaiki deretan anak tangga, kami masih harus melewati pemeriksaan layaknya di bandara. Semua orang wajib mengosongkan kantong dan diperiksa isi tasnya. Masalahnya pintu masuk sangat kecil sehingga orang yang hendak lewat harus berjalan satu per satu.
Meski ratusan orang mengantre, polisi tetap tak mau membuka pintu masuk tambahan. Alhasil, orang terakhir dalam antrean baru bisa masuk ke stadion saat latihan selesai digelar.
Seorang polisi yang berdiri tak jauh dari antrean juga tidak memberi solusi. Mereka tak tahu-menahu karena mengaku hanya bertugas mengamankan bagian luar stadion. Urusan antrean yang panjang adalah tanggung jawab pihak lain.
Di luar stadion, kecuekan polisi masih bisa dilihat. Butuh satu jam untuk bisa keluar dari tempat parkir karena lalu lintas yang padat. Sementara itu, di tempat yang sama terlihat beberapa polisi berdiri dengan tangan di kantong tanpa bekerja.
Pembajakan Polisi
Di Jenewa, polisi mendapatkan teguran dari UEFA. Soalnya mereka memproduksi 500 kaus dan 250 topi dengan logo Euro 2008 dan logo kepolisian. Jika ditotal, nilainya sekitar 10 ribu franc (sekitar Rp 90 juta).
Barang-barang tersebut dikirim ke salah satu kantor polisi setempat. Kebetulan ada seorang polisi bagian kejahatan pemalsuan produk yang melihatnya.
Setelah melalui pembicaraan dengan UEFA, dicapai sebuah kesepakatan. Polisi akan membagikan kaus dan topi secara gratis, tidak dijual seperti rencana awal. Dana promosi pihak kepolisian digunakan sebagai ganti kerugian ongkos produksi.
Jika ada pihak lain yang memproduksi barang berlogo Euro 2008, pengacara UEFA akan mendatangi mereka. Tapi, tak demikian jika polisi yang melakukan hal itu. Sungguh polisi yang beruntung. (Michael Dickhauser)
Meriah di Berne
Sebelum Euro 2008 digelar, suasana di Swiss terlihat adem ayem. Cenderung hambar malah. Namun, keadaan tersebut berubah saat kick-off Swiss vs Rep. Ceska dilakukan di Basel, Sabtu (7/6). Tak cuma kota tempat pertandingan yang bergairah.
Setidaknya hal tersebut terjadi di fan zone yang ada di Berne. Puluhan ribu pendukung Swiss datang dengan atribut yang didominasi warna merah. Sama dengan kostum kebanggaan mereka.
Keriuhan makin terasa ketika di babak kedua, pelatih Swiss, Jakob Kuhn, menurunkan Hakan Yakin, pemain asal klub BSC Young Boys, yang bermarkas di Berne.
Sayang akhirnya Swiss kalah 0-1 dari Rep. Ceska. Segelintir suporter Ceska yang terselip di antara ribuan suporter Swiss akhirnya tersenyum.
Pendukung tuan rumah boleh jadi kecewa, tetapi mereka tetap menikmati turnamen ini bersama suporter Belanda, yang sudah beberapa hari memenuhi Berne karena timnya akan bertanding di sini.
No comments:
Post a Comment