Thursday, June 7, 2007

Impian, Penyakit menular!!


Sampai ketika menulis ini, aku masih merinding, demam panas dingin, tubuh dipenuhi dengan energi yang tak terhingga, energi yang berlompatan. Awalnya, beberapa waktu yang lalu, Meta, seorang rekan saya, datang dengan muka yang setengah cemas, atau mungkin juga setengah gemas. Ngajak ngobrol. Meta bercerita banyak mengenai sebuah teater boneka perancis yang membuatnya tergetar gak karu-karuan, selama lebih dari dua hari. Sebuah penampilan yang memicu imajinasi meta untuk bermimpi, mimpi yang sangat besar. Dan selama dia bercerita, aku merasa merinding dan demam panas dingin. Mimpi memang sangat menular! ketika mimpi itu lahir dari hasrat dalam hati kita.
Meta yang dulu kukenal, bukanlah orang yang percaya dengan mimpi. Ikatannya dengan masa lalu dan masa kini, membuat mimpinya hanya sebatas lompatan-lompatan kecil. Hari ini, aku berjumpa dengan seseorang yang sangat, sangat berbeda. Ia berceloteh tanpa putus. Cahaya berpijar diseputar wajahnya. Penuh dengan antusiasme.
Bagaimana teater boneka perancis itu mengubah meta? Seperti apa sih teater bonekanya?
Belakangan, meta menunjukkan video rekamannya dari teater tersebut. Apa yang nampak? Hitam pekat begitu dominan. Nyaris tanpa cahaya. Dibagian tengah, beberapa bentuk menarik tampil. ada bulan. ada bintang. terdengar musik latar yang menggugah selera. Tanpa kata. TANPA KATA. Walah….terus bagaimana teater itu menyampaikan ceritanya? bagaimana teater itu membuat penonton yang mayoritas anak-anak kecil tertawa, berteriak, diam terpana, begitu nikmat menyantap kelamnya pentas.
Dalam pengamatanku, kebanyakan teater boneka begitu banyak mengumbar nasehat, sarat dengan petuah-petuah eksplisit. “Jadilah anak baik” “Kalau belajar yang rajin”. Entah benar. Entah salah. Yang jelas, aku bukanlah orang yang suka dinasehati, diceramahi. Jadi, aku juga tidak suka dengan teater boneka yang bertendensi menceramahi, memberikan petuah, seakan-akan tahu segalanya. Ketika mengenal appreciative inquiry, aku semakin yakin bahwa setiap orang punya cerita, mempunyai kisahnya masing-masing, yang sarat dengan pelajaran hidup. Tak usahlah nasehat karena hanya akan membuat sesak ruang-ruang hati.
Jauh berbeda dengan teater yang diceritakan oleh meta. Tanpa nasehat. Suci petuah. Bahkan, tanpa kata. Teater ini memaksimalkan kekuatan imaji untuk memicu imajinasi penonton menciptakan cerita versi masing-masing penonton. Setiap orang bebas merasakan feel yang berbeda ketika menyaksikan sebuah adegan yang sama. Kemunculan bentuk semacam ular, melahirkan perasaan seram setengah takut pada titis, dan melahirkan perasaan gembira pada meta. Menonton teater ini bukanlah download pengetahuan dari sumbernya. Menonton teater ini justru mebebaskan setiap orang berkreasi, mencipta kisahnya sendiri.Menonton teater ini bukanah memahami karakter para aktor yang bermain. Menonton teater ini justru membuat setiap orang mengenali diri sendiri.
Jauh lebih gila lagi. Setelah pementasan, tercipta dialog diantara kerumunan penonton. Bukan diskusi, tentang benar salahnya suatu nasehat. Titis dan meta saling berbagi kisah dan perasaan masing-masing. Proses pengayaan tentang keragaman penghayatan terhadap realitas yang sama. Membuat orang menjadi semakin kaya cara pandang, semakin arif.
Pada meta sendiri, teater itu memicu kegelisahan yang telah lama dipendamnya, kegelisahan yang telah diceritakannya padaku dan kawan-kawan yang lain. Kegelisahan tentang peran teater boneka yang lama digelutinya dalam proses pendidikan anak. Kegelisahan itu tiba-tiba berubah menjadi sebuah impian, sebuah pagelaran pendidikan yang membebaskan setiap anak untuk berimajinasi, untuk berkreasi, untuk menciptakan kehidupan terindah. Kata meta, “…teater ini telah mengubah kehidupanku…mejadi berani bermimpi”.
Dan biasanya, ketika kita telah membulatkan seluruh diri kita terfokus pada impian kita, maka akan lahir keajaiban demi keajaiban.
Terima kasih meta! telah berbagi….
hiiiii….aku masih merinding….

No comments: