Tuesday, June 5, 2007

Singapura Akui Banyak Kendala dalam Perjanjian Ekstradisi

Refleksi: Kalau Singapura akui banyak kendala mengapa Indonesia mau menandatangani perjanjian extradisi?

http://www.suarapem baruan.com/ News/2007/ 05/24/index. html

SUARA PEMBARUAN DAILY

Singapura Akui Banyak Kendala dalam Perjanjian Ekstradisi

[BANDUNG] Singapura mengakui ada banyak kendala dalam mengimplementasikan perjanjian ekstradisi dan kerja sama militer dengan Indonesia.

Kendala itu, kata Menteri Senior Urusan Luar Negeri Singapura, Zainul Abidin Rasheed, terkait dengan adanya permintaan penghalusan dalam perjanjian dari pihak Indonesia yang sudah ditandatangani di Tampak Siring, Bali pada April lalu. Hal itu dikatakan Zainul kepada wartawan seusai bertemu dengan Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan, di Gedung Pakuan, Bandung, Selasa (22/5).

Zainul menjelaskan, saat ini pihak Kementerian Pertahanan Indonesia meminta ada beberapa hal yang perlu dihaluskan, khususnya mengenai Defence Cooperation Agreement (DCA), yakni kerja sama militer. "Jadi kita masih menunggu penghalusan itu. Kita harapkan perjanjian ekstradisi dan kerja sama militer bisa diratifikasi dan diterima, jadi kedua-duanya dapat dilaksanakan, " ungkapnya.

Sementara itu, sebagian besar fraksi-fraksi di DPR, menolak meratifikasi perjanjian pertahanan dengan Singapura. Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mahfudz Siddiq, di Jakarta, Rabu (23/4), mengatakan, Indonesia tidak sepantasnya menggadaikan harga diri dan kedaulatan negara kepada Singapura. Apalagi, tambahnya, jika perjanjian pertahanan itu lebih menguntungkan Singapura.

Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) DPR Zulkifli Hasan, mengatakan, dengan belum diserahkannya draf perjanjian ekstradisi dan pertahanan ke DPR, memberi kesan kuat ada yang disembunyikan pemerintah. "Sampai sekarang tidak jelas apa untungnya buat Indonesia. Kalau merugikan harus ditolak, demi kepentingan masyarakat," ucapnya

Ketua Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD), dari Partai Bulan Bintang (PBB) Jamaluddin Karim, menegaskan bahwa izin penggunaan senjata, hingga peluru kendali kepada Singapura sama dengan membiarkan pihak asing merusak kedaulatan negara.

FPAN, kata Zulkifli, akan menolak meratifikasi perjanjian pertahanan, sebelum perjanjian ekstradisi diselesaikan. Terutama jika perjanjian pertahanan dikaitkan dengan perjanjian ekstradisi. Apalagi dengan pernyataan Direktur Perjanjian Politik, dan Keamanan Wilayah Internasional Deplu, Arif Havas Degrosenojika, Selasa (23/5), bahwa perjanjian ekstradisi batal jika DPR tidak mau meratifikasi perjanjian pertahanan.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) Soetardjo Soerjogoeritno, Kamis (24/5), menegaskan bahwa perjanjian pertahanan dengan Singapura harus dibatalkan. "Saya minta pada Komisi I supaya perjanjian pertahanan ditolak, harus dibatalkan. Menteri Pertahanan harus diganti dengan orang yang mengerti soal pertahanan, yang tidak berusaha menjual kedaulatan negaranya," kata dia. Dikatakannya, klausul-klausul dalam perjanjian pertahanan itu merupakan bentuk imperialisme modern. "Itu Singapura lebih pintar dari bangsa Indonesia, terutama Menhannya. Jadi Menhan harus diganti," tandasnya.

Pasir Laut

Sementara itu, Singapura masih berharap Indonesia dapat membuka keran larangan ekspor pasirnya ke negara Singa tersebut. Namun Zainul mengatakan hal tersebut sepenuhnya merupakan hak Indonesia. Apalagi perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, kata dia, tidak terkait dengan rencana ekspor pasir laut ke Singapura.

Sebelumnya, pakar hukum laut internasional Hasyim Djalal mengemukakan, bisa dimaklumi soal ekstradisi dan pasir laut merupakan hal yang terpisah karena dari sisi waktu kedua persoalan tersebut sangat berbeda. Namun, dia mengkhawatirkan adanya saling pengertian yang tidak tertulis terkait dengan kedua hal tersebut. "Ini yang harus diperjelas karena bisa saja tidak tertulis tetapi dipahami bersama. Yang tahu hanya para negosiator kedua pihak," tukasnya. [153/B-14]

No comments: