Friday, June 15, 2007

Tenis




Menuju Wimbledon
Persaingan Makin Panas

Tahun silam, tak banyak yang mengira Rafael Nadal bisa berbicara banyak di Wimbledon. Maklum, pemain Spanyol ini memang kurang lihai di lapangan rumput. Tapi, ternyata ia bisa melangkah hingga final.

Di lapangan tanah, Nadal jelas sulit dibendung. Dari 89 kali pertandingan terakhirnya di lapangan jenis itu, hanya sekali ia kalah dari Roger Federer di Hamburg, bulan lalu. Lainnya ia selalu menang, termasuk tiga kali di grand slam Prancis Terbuka.

Di lapangan keras, pemuda 21 tahun ini juga oke. Nadal pernah juara di banyak turnamen lapangan keras, terakhir di Master Indian Wells, Maret silam. Tapi, di lapangan rumput, peringkat ke-2 dunia ini tak punya koleksi gelar juara. Meski demikian, keberhasilan menembus final tahun lalu menjadi petunjuk bahwa matador muda ini bisa tampil oke di segala jenis lapangan.

"Saya tak akan main untuk final Wimbledon. Saya main di Wimbledon, dan perkembangan dilihat babak per babak. Saya akan berusaha yang terbaik. Tapi bisa sampai final lagi sangat sulit, karena lapangannya bukan favorit saya," ujar Nadal, seperti dikutip Ticker.

Harapan Roddick

Sementara Federer nyaris tanpa cela jika main di lapangan rumput. Pemain Swiss ini menjuarai Wimbledon empat tahun terakhir. Bahkan turnamen pemanasan menuju Wimbledon di Halle, Jerman, juga dijuarainya empat kali berturut-turut. Namun tahun ini pemain nomor satu dunia itu absen di Halle, yang berlangsung minggu ini, dengan alasan kelelahan usai tampil di Prancis Terbuka lalu dan kalah dari Nadal di final.

Meskipun absen di Halle, bukan berarti Federer bakal kehilangan keperkasaannya di Wimbledon, yang berlangsung 25 Juni-8 Juli. Pemain 25 tahun itu tetap calon terkuat juara, walaupun ia tak pernah mengabaikan Nadal.

"Sudah pasti ia akan lebih berbahaya. Kalau kita sudah menjuarai satu grand slam, maka kita bisa pula menjuarai grand slam lainnya," kata Federer.

Persaingan Nadal-Federer memang diperkirakan terus berlanjut di Wimbledon. Yang jadi pertanyaan justru, adakah pemain lain yang bisa menghentikan dominasi keduanya di arena grand slam? Sejak 2005, tak ada nama lain yang bisa menembusnya.

Andy Roddick dari AS menjadi pemain yang paling diharapkan bisa mematahkan dominasi itu. Pemilik servis geledek ini senang bermain di lapangan rumput, tapi tak pernah juara di Wimbledon. Dua kali ia mencapai final (2004, 2005) dan selalu takluk dari Federer.

Orang terakhir yang berjaya di Wimbledon sebelum dominasi Federer adalah Lleyton Hewitt dari Australia. Tapi belakangan prestasi juara 2002 itu kurang menggembirakan, meski masih berbahaya di lapangan rumput.

Pemain lain yang diharapkan adalah bintang muda Serbia, Novak Djokovic. Tapi bila peringkat ke-4 dunia ini sudah bertemu Federer di semifinal, bisa-bisa nasibnya seperti di Prancis Terbuka lalu, dikalahkan sang maestro turnamen, Nadal.

Meskipun sulit membendung Federer di lapangan rumput, tapi kehadiran Nadal, Roddick, Djokovic, dan Hewitt tetap memanaskan persaingan. Hanya, adakah yang mampu memupus ambisi Federer menyamai prestasi legenda Swedia, Bjorn Borg, yang menjuarai Wimbledon lima kali berturut-turut (1976-80)? Kita tunggu saja. (Rahayu Widiyarti)





Serbia Kurang Fasilitas

Lolosnya tiga pemain Serbia ke empat besar putra dan putri Prancis Terbuka lalu telah membuka mata bahwa negeri yang terkoyak perang itu punya banyak pemain potensial. Sayangnya selama ini perhatian pemerintah dirasakan kurang, begitu juga dengan fasilitas.

Di Prancis Terbuka, Jelena Jankovic melaju ke semifinal, dan Ana Ivanovic sampai ke final. Mereka hanya kalah dari pemain terbaik dunia asal Belgia, Justine Henin. Sementara Novak Djokovic menembus semifinal putra dan menyerah di tangan Rafael Nadal, yang memang tak pernah terkalahkan di Prancis.

Namun sungguh sayang semua pemain tersebut merupakan produk tempaan luar negeri. Ketiganya memang lahir di ibukota Serbia, Belgrade. Tapi, karena kurangnya fasilitas latihan, terutama di musim dingin, dan juga minim pelatih bermutu, maka akhirnya mereka berguru ke luar negeri. Ivanovic, misalnya, sampai berlatih di kolam renang yang dikeringkan di musim dingin karena tak adanya lapangan indoor memadai.

Perhatikan Generasi Muda

Jankovic bergabung dengan kampus tenis ternama Nick Bollettieri di Florida, AS. Djokovic masuk sekolah milik Niki Pilic -- mantan pelatih Boris Becker-- di Muenchen, Jerman. Sementara Ivanovic memilih ke Swiss.

Hasilnya sudah bisa dilihat sekarang. Mereka menjadi pemain papan atas. Jankovic kini berada di peringkat ke-3 dunia setelah Henin dan Maria Sharapova, sedangkan Ivanovic ke-6. Di putra, Djokovic berada di peringkat ke-4 setelah Roger Federer, Nadal, dan Nikolay Davydenko.

"Saya sungguh berharap negeri ini punya pusat tenis sendiri, jadi akan lebih mudah buat generasi muda dan mereka tak perlu berlatih di luar negeri," ujar Jankovic kepada Reuters.

Menurutnya, berlatih di luar negeri memerlukan biaya yang tak sedikit, dan tidak semua orangtua akan mampu memenuhinya.

"Anak-anak harus ke luar negeri untuk mendapatkan pengalaman. Kalau di dalam terus, mereka tak bisa berkembang. Semoga keadaan ini bisa berubah di masa datang," tambah Jankovic.

Tenis sendiri kini menjadi cabang yang sangat populer di Serbia. Mungkin hanya sepakbola yang bisa mengalahkannya. Buktinya, ratusan ribu orang menyambut Djokovic, Jankovic, dan Ivanovic di balai kota Belgrade, Minggu (10/6).

"Saya yakin, salah satu dari kami akan jadi juara grand slam dalam 18 bulan ini," kata Djokovic. (yuk)

No comments: