
JAKARTA -- Kepolisian menyatakan aliran dana Tommy Soeharto patut
diduga sebagai tindak pencucian uang. Kepolisian akan menyelidiki
asal-usul uang tersebut. "Meskipun di media massa disebutkan bahwa
mekanisme aliran dananya seperti itu (dari perusahaan Tommy ke BNP
Paribas), patut diduga kalau itu adalah money laundering," kata
Direktur II Bidang Ekonomi Khusus Kepolisian RI Wenny Warouw dalam
rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah di Jakarta kemarin.
Dalam rapat kerja yang membahas Rancangan Undang-Undang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang itu Wenny juga
menyatakan polisi sudah mempersiapkan penyelidikan kasus
ini. "Rencana penyelidikan sudah kami paparkan kepada Kepala Badan
Reserse Kriminal Mabes Polri," katanya.
Menurut Wenny, dugaan awal itu didapat setelah beberapa pekan lalu
kepolisian menerima laporan transaksi keuangan mencurigakan dari
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Polisi akan menyelidiki aliran dana Tommy dari BNP Paribas, termasuk
bank-bank yang mengalirkan dana itu. "Tugas kami menyelidiki asal
uang itu dan berapa sisa yang masih ada di luar negeri," ujarnya.
Terkait dengan dana Tommy di BNP Paribas cabang Guernsey, Kejaksaan
Agung tengah mempersiapkan sejumlah bukti yang menyatakan bahwa uang
itu adalah hasil korupsi. Dengan bukti-bukti itu, kejaksaan berharap
dapat membekukan dana 36 juta euro (Rp 421 miliar).
Dalam persidangan hari ini, pengadilan Gurnsey akan memutuskan
berlanjut-tidaknya pembekuan dana itu. Pengadilan juga akan
memutuskan permohonan pengungkapan asal-usul dana Tommy di BNP
Paribas Guernsey tersebut.
Bukti yang dipakai kejaksaan di antaranya dugaan korupsi dalam tata
niaga cengkeh Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang
dibentuk oleh Soeharto pada 1992. Selain ada Tommy yang datang
dengan bendera PT Kembang Cengkeh Nasional, dalam BPPC ada Induk
Koperasi Unit Desa (Inkud) dan PT Kerta Niaga (badan usaha milik
negara).
Kejaksaan melihat adanya pelanggaran dalam penggunaan kredit
likuiditas Bank Indonesia (KLBI) Rp 175 miliar untuk BPPC. "Dalam
ketentuannya, pinjaman lunak dari KLBI harus digunakan untuk membeli
cengkeh langsung dari petani guna meningkatkan taraf hidup petani,"
kata juru bicara Kejaksaan Agung, Salman Maryadi, kemarin.
Kenyataannya, menurut Salman, bukan itu yang dilakukan oleh BPPC.
Namun, Salman tak menjelaskan secara terperinci penyimpangan BPPC.
Badan itu bahkan diduga masih nombok Rp 1,9 triliun kepada petani.
Kuasa hukum Tommy Soeharto, Otto Cornelis Kaligis, mengatakan kasus
ini tidak bisa menjadi bukti dalam sidang di Guernsey karena tidak
ada orang yang Iterlibat kasus ini yang terbukti korupsi. "Bagaimana
BPPC dipakai sebagai bukti korupsi kalau dulu Nurdin Halid (mantan
Direktur Utama Inkud) bebas?" kata Kaligis di gedung Komisi
Pemberantasan Korupsi, Jakarta, kemarin.
Selain itu, kata Kaligis, bukti bahwa Tommy tidak terlibat korupsi
adalah bisa dicairkannya dana di BNP Paribas cabang London sekitar
Rp 90 miliar. "Itu bukti bahwa Paribas mengakui uang itu milik
Tommy, bukan uang negara Republik Indonesia," ujarnya. DESY PAKPAHAN
| FANNY FEBIANA | RINI KUSTIANI
Sumber: Koran Tempo - Rabu, 23 Mei 2007
============ ========= =====
http://www.fajar. co.id/news. php?newsid= 35654
* Kasus BPPC Dibuka Lagi
(22 May 2007, 220 x , Komentar)
*Kejakgung Segera Panggil Nurdin Halid dan Tommy
JAKARTA - Setelah hampir sepuluh tahun terpendam, kasus dugaan
penyalahgunaan tata niaga cengkeh oleh Badan Penyangga dan Pemasaran
Cengkeh (BPPC) akan dibuka lagi Kejaksaan Agung. Kasus yang terjadi
antara tahun 1992 hingga 1998 itu bakal menyeret kembali Nurdin
Halid,
mantan direktur utama Puskud Hasanuddin dan putra kesayangan mantan
Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.Rencana
akan dimulainya penyidikan ini, terungkap setelah kejakgung
mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) pada 7 Mei lalu.
"Sprindiknya sudah dikeluarkan sebelum tim jaksa berangkat ke
Guernsey. Kalau nggak Senin sore (7 Mei), ya Selasa (8 Mei)," kata
Direktur Penyidikan Kejakgung M Salim saat ditemui sebelum mengikuti
rapat dengan Jaksa Agung Hendarman Supandji di gedung Kejakgung,
malam
tadi.
Dari catatan koran ini, kasus BPPC sebenarnya pernah disidik
kejaksaan
pada 2000 silam. Ini didasarkan sprindik No Print-
135/F/F.2.1/ 11/2000,
yang dikeluarkan pada 16 November 2000. Kejakgung memang tak pernah
mengumumkan sprindik tersebut. Meski demikian, informasi sprindik
tersebut termuat dalam bahan tertulis jaksa agung dalam rapat kerja
(raker) dengan Komisi Hukum DPR pada 18 Juni 2001.
Dalam sprindik tersebut, mantan Presiden Soeharto ditetapkan sebagai
tersangka dalam kasus BPPC setelah terindikasi melakukan perbuatan
melawan hukum saat menerbitkan Keppres No 20 Tahun 1992 dan Inpres No
1 Tahun 1992 yang memberikan kemudahan monopoli pembelian cengkeh
oleh
BPPC. Sayangnya, kelanjutan penyidikan kasus BPPC kala
itu "tenggelam"
seiring pergantian beberapa jaksa agung.
Dalam penjelasannya kemarin, Salim sama sekali tidak menyinggung
sprindik yang dikeluarkan pada 2000 silam. Salim hanya menjelaskan,
penerbitan sprindik pada 7 Mei 2007, didasarkan hasil penyelidikan
tim
jaksa. Salim juga tak menyebut tahun penyelidikan kasus tersebut.
Yang jelas, kasus tersebut pernah diselidiki tim gabungan
pemberantasan tindak pidana korupsi (TGTPK) pada 2000 silam. "Ini
pernah ditangani kejaksaan melalui TGTPK," tegas Salim. Tim jaksa
yang
lama telah menyerahkan laporan yang akan ditindaklanjuti tim baru
beranggotakan Djoko Widodo, Sahat Sihombing, Baringin Sianturi,
Yusfidli, dan Susdiarto.
Salim mengatakan, tim jaksa menemukan indikasi kuat terjadinya tindak
pidana korupsi. Di antaranya, ada persyaratan yang tidak dilaksanakan
terkait Keppres No 20/1992 jo Inpres No 1/1992 tentang Pembentukan
BPPC. "Ada ketentuan yang disalahgunakan, " kata Salim.
Ditanya kapan terjadinya kasus BPPC, Salim menolak menjawab detail.
"Pokoknya di bawah 1999," jelas mantan wakil kepala Kejati Jawa
Tengah
ini. Dia juga menjawab, kasus tersebut bakal dijerat menggunakan
undang-undang pemberantasan korupsi yang lama, UU No 3 Tahun 1971.
Menurut Salim, kejaksaan berkoordinasi dengan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menentukan nilai kerugian
negara. "Kami menaksir nilainya miliaran rupiah," jelas Salim.
Salim menambahkan, saat ini, tim jaksa mendalami temuan korupsi dalam
kasus BPPC. "Malam ini (kemarin) akan dirumuskan peran beberapa pihak
yang terlibat. Kami juga akan melapor ke jaksa agung," beber Salim.
Tim jaksa merasa optimistis, tidak kehilangan barang bukti, mengingat
kasus tersebut diselidiki tujuh tahun silam.
Soal nama-nama yang akan dipanggil, lanjut Salim, kejaksaan masih
menyusun jadwal pemeriksaan. Tim jaksa akan memanggil beberapa nama
yang diduga terlibat, termasuk Tommy dan Nurdin Halid, mantan
direktur
utama Puskud Hasanuddin dan mantan dirut Inkud. "Siapapun akan kami
panggil," tegas jaksa senior ini.
Ditanya penyidikan kasus BPPC terkait persidangan kasus Tommy di
Guernsey, Salim tidak membantah. "Kalau dikait-kaitkan, boleh-boleh
saja," jawab Salim. Yang pasti, kejaksaan berpegang pada hasil
penyelidikan yang dilaksanakan bersama TGTPK.
Menurut Salim, kejaksaan sengaja mendahulukan penyidikan kasus BPPC
di
banding kasus program mobil nasional (mobnas) PT Timor Putra Nasional
(TPN). Alasannya, kasus BPPC paling cepat pembuktiannya. "Soal siapa
tersangkanya, kami belum menetapkannya. Kami masih mendalaminya, "
kata
Salim.
Terpisah, Direktur Perdata Kejakgung Yoseph Suardi Sabda mengatakan,
berkas penyidikan kasus BPPC dibeber dalam persidangan di Guernsey.
"Untuk memperkuat kasus BPPC, kami menyertakan laporan ICW
(Indonesian
Corruption Watch) mengenai kerugian negara atas peran Tommy dalam
mengelola BPPC," jelas Yoseph.
Selain itu, lanjut Yoseph, kejaksaan selaku kuasa pemerintah RI
memasukkan surat perintah penyelidikan (sprinlid) kasus TPN untuk
memperkuat alat bukti bahwa Tommy masih terlibat kasus pidana di
kejaksaan. "Ini sekaligus menanggapi surat Menkumham Hamid Awaluddin
5
April 2005 yang menyatakan Tommy tidak terlibat perkara apapun di
Indonesia," jelas Yoseph.
Menurut Yoseph, kubu Tommy tidak dapat menjadikan surat Hamid untuk
menyatakan bebas berperkara, mengingat Depkumham bukan lembaga
penyidikan. "Hakim di Guernsey sendiri menanyakan apakah Hamid masih
menjabat menteri atau tidak. Rupanya, hakimnya juga mengikuti
perkembangan reshuffle kabinet," jelas jaksa berkaca mata tebal ini.
Terpisah, Koordinator Badan Pekerja (BP) ICW Teten Masduki pernah
menyurati jaksa agung pada 26 Maret lalu, agar kejaksaan memproses
hukum kasus BPPC. Dalam surat bernomor SK/BP/ICW/III/ 2007, Teten
melaporkan temuan ICW pada 2000 silam tentang dugaan penyelewengan
kekuasaan dalam tata niaga cengkeh oleh BPPC. "Ini merupakan satu
kasus yang dapat ditindaklanjuti, " kata Teten.
Dalam suratnya, Tetep menuliskan, kronologis kasus BPPC. Dia
mengawali
sejarah pembentukan BPPC sebagai badan yang dibentuk berdasarkan
Keppres No 20/1992 jo Inpres No 1/1992. Dari dua aturan tersebut,
mantan Presiden Soeharto telah memberikan monopoli penuh kepada BPPC
untuk membeli dan menjual hasil produksi cengkeh dari petani. Seluruh
hasil produksi cengkeh oleh petani harus dibeli oleh BPPC dengan
harga
yang telah ditentukan, sedangkan Pabrik Rokok Kretek (PRK) harus
membeli cengkeh dari BPPC dengan harga yang telah ditentukan juga.
BPPC sendiri didalamnya terdiri dari berbagai unsur, yakni Inkud dari
unsur koperasi, PT Kerta Niaga dari unsur BUMN dan unsur swasta
melalui PT Kembang Cengkeh Nasional yang merupakan perusahaan milik
Tommy. Tommy sendiri berstatus sebagai pimpinan BPPC. Dari hak
monopoli tersebut, BPPC diperkirakan mengeruk keuntungan Rp 1,4
triliun.
Terhitung sejak dibubarkannya pada 1998, BPPC masih menyisakan
kewajiban-kewajiban untuk mempertanggungjawab kan pengelolaan dana-
dana
milik dan hak petani cengkeh selama tata niaga cengkeh berlangsung,
yakni sumbangan diversifikasi tanaman cengkeh (SDTC) Rp 67 miliar,
sumbangan wajib khusus petani (SWKP) Rp 670 miliar, dana konversi Rp
74 miliar dan dana penyertaan modal (DPM) Rp 1,1 triliun yang
keseluruhannya dipungut dari petani cengkeh dan pabrik rokok cengkeh.
(agm
============ =
* Tommy's defeat a sure thing, AG's office says
National News - Tuesday, May 22, 2007
The Jakarta Post, Jakarta
The Attorney General's Office (AGO) is confident a Guernsey court
will
grant full disclosure and an extension of a freezing order on the
allegedly ill-gotten funds of former president Soeharto's son Hutomo
"Tommy" Mandala Putra.
"I'm hoping we'll win. Let's see Thursday, they have impartial judges
there," said Yosef Suardi Sabda, the AGO's civilian case director for
state administrative cases, on Monday.
The British Royal Court in Guernsey, a British crown dependency off
the northern French coast, will decide Wednesday on the government's
request for a full disclosure of the case and a freezing order
extension on US$46 million belonging to Tommy, which is being held at
the Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas in Guernsey.
The requests -- a form of legal intervention -- came after the bank
refused to release the money, citing the possibility that it was
obtained through graft.
Tommy's Garnet Investment Ltd., the company the money was deposited
on
behalf of, then brought the bank to trial seeking the money's
release.
The AGO said it had submitted documents asserting that the money --
claimed by Tommy to have been collected through the sale of his
shares
in automotive company Lamborghini -- was in fact laundered.
The AGO believes the funds were part of a sum collected through
illegitimate means during the reign of Tommy's father, Soeharto, in
an
era spanning three decades when corruption practices were rife.
"If the government wins, we can withdraw the money through legal and
civil avenues. The civil avenue can be worked out in either Indonesia
or Guernsey, while the legal one is by demanding funds to substitute
the state's loss," Yosef was quoted as saying by detik.com news
portal.
Full disclosure of the case would mean that the court will expose the
origin and flow of the funds in question, which have been frozen
since
Jan. 22.
Tommy's head legal representative for the Guernsey trial, O.C.
Kaligis, said he had prepared 800 pages of documents stating that the
funds were legitimate and free from corruption.
The case surfaced in the wake of the disclosure of another case
involving Tommy and $10 million that he withdrew from BNP Paribas in
London using a government account at the Justice and Human Rights
Ministry's Directorate General of General Legal Administration.
The money, withdrawn in February 2005, is claimed to belong to
another
of Tommy's companies, Motorbike Corp. The withdrawal was cleared with
the alleged approval of Yusril Ihza Mahendra and Hamid Awaluddin.
Yusril was justice and human rights minister when the request for
clearance from BNP Paribas was made. He authorized the transfer, but
was replaced by Hamid just prior to the withdrawal taking place. Both
were recently dismissed in last week's Cabinet reshuffle.
Legal experts have insisted that the use of a government account for
private means constitutes money laundering and violates the 2003 UN
anti-corruption convention and the 2003 money laundering law.
============ =
* Police hunt Tommy's illegal fortune
National News - Wednesday, May 23, 2007
Ridwan Max Sijabat, The Jakarta Post, Jakarta
Paralleling an investigation by the Attorney General's Office, the
National Police are assuming a proactive role in tracking down the
assets of Hutomo "Tommy" Mandala Putra believed to have been derived
from money laundering.
Deputy chief of National Police Comr. Gen. Makbul Padmanegara said
Tuesday the police were investigating the assets of the youngest son
of former president Soeharto, which are being held in several
companies, including his overseas-based Motorbike Corp.
"The police will continue hunting for Tommy's illegal assets,
including the 36 million euros he allegedly laundered by depositing
the funds in the Bank Nationale de Paris Paribas in London," Makbul
told a Regional Representatives Council (DPD) hearing here.
"We are investigating where he obtained the money from. We are also
still looking for supporting evidence from a number of companies in
which the money had allegedly been invested," he said.
While the National Police have just recently initiated their
investigation, the AGO has been intensively investigating the matter
under the leadership of the then-attorney general Abdul Rahman Saleh.
The office said recently it was also investigating alleged corruption
in connection with Tommy's role in the liquidated Clove Marketing and
Buffer Agency (BPPC) and the now-dissolved PT Timor Putra National.
Tommy, 44, got an early release from prison in October 2006 after
serving only one third of a 15-year jail term for ordering the July
2001 murder of a Supreme Court justice.
Former state secretary Yusril Ihza Mahendra and former minister of
justice and human rights affairs Hamid Awaluddin were recently sacked
from the cabinet partly because of their alleged role in helping
Tommy
withdraw the money from the French bank.
Makbul called on the Financial Transaction Reports and Analysis
Center
(PPATK) to speed up its investigation into Tommy's assets and hand
over its findings to the police so they could follow them up in
accordance with the law.
He also called on the DPD and the House of Representatives to clarify
the roles of PPATK and the police in their deliberation of the bill
on
money laundering in order to avoid overlapping investigations into
money laundering cases.
"To us, PPATK has the authority to carry out preliminary
investigations into money laundering cases, while the official
investigations into such cases should be left for law enforcers,
including the police and the Attorney General's Office," he said.
============ =======
* Indonesian police hunt Tommy Soeharto's illegal fortune
May 23, 2007, People's Daily Online --- http://english. people.com. cn/
Paralleling an investigation by the Attorney General's Office, the
Indonesian Police are assuming a proactive role in tracking down the
assets of Tommy Soeharto believed to have been derived from money
laundering, local press reported Wednesday.
The police were investigating the assets of the youngest son of
former
President Soeharto, which are being held in several companies,
including his overseas-based Motorbike Corp., English daily The
Jakarta Post reported.
"The police will continue hunting for Tommy's illegal assets,
including 36 million euros he allegedly laundered by depositing the
funds in the Bank Nationale de Paris Paribas in London," deputy chief
of National Police Comr. Gen. Makbul Padmanegara was quoted as
saying.
"We are investigating where he obtained the money from. We are also
still looking for supporting evidence from a number of companies in
which the money had allegedly been invested," he said.
Tommy, 44, got an early release from prison in October 2006 after
serving only one third of a 15-year jail term for ordering the July
2001 murder of a Supreme Court justice.
Makbul urged the Financial Transaction Reports and Analysis Center
(PPATK), the country's anti-money laundering agency, to speed up its
investigation into Tommy's assets and hand over its findings to the
police so they could follow them up in accordance with the law.
"To us, PPATK has the authority to carry out preliminary
investigations into money laundering cases, while the official
investigations into such cases should be left for law enforcers,
including the police and the Attorney General's Office," he said.
Janganlah beredebat kusir, agama pada hakekat-nya banyak menggunakan
kata2 kiasan, atau kita namakan kata2 tipuan, yang penting umat bisa
tetap percaya dan yang belum percaya bisa dibujuk jadi percaya, dan
yang tetap belum juga percaya bisa akhirnya dipaksa percaya, atau
lebih jauh lagi diteror agar percaya.
Perdefinisi, "kiasan" sama artinya TIPUAN. Jadi kata kiasan artinya
kata tipuan, artinya kata yang bukan arti sebenarnya.
Demikianlah dalam semua agama selalu digunakan kata kiasan, karena
sebenarnya agama itu menipu umatnya, tapi karena "menipu" itu tidak
ethis, maka agar kelihatan ethis, kita jangan menggunakan kata
"menipu" melainkan "kiasan".
Ajaran Islam contohnya dalam kalimat Syahadat, digunakan kata
"bersaksi", padahal si pengucap sama sekali tidak pernah bahkan tidak
mungkin bersaksi. Jadi arti sebenarnya justru berlawanan dari arti
kata yang sebenarnya, jelas disini terjadi penyimpangan atau penipuan,
namun agar umat tidak tersinggung kalo kita menyatakan ajaran Islam
itu ajaran menipu atau ajaran yang membohongi diri sendiri, maka kita
jangan mengatakan sebagai arti tipuan, tapi kita namakan sebagai arti
kiasan. Mungkin kalo kita sodorkan kata2 seperti ini kepada ahli
bahasa, maka akan ditolak sebagai kata kiasan, namun karena ini memang
bukan urusan bahasa melainkan urusan keIMANAN, maka diterima saja apa
maunya mereka yang percaya agar jangan menteror atau membomb. Karena
pada dasarnya, setiap agama HARUS MENANG dalam berdebat, meskipun
kalah tetap saja menyatakan menang !!!!
Tidak berbeda dengan ajaran Yesus dalam agama Kristen, Yesus berkata,
"kasihilah musuhmu", padahal kalo kamu mengasihi seseorang, tidak akan
pernah kamu menamakannya sebagai musuh. Hanya orang2 yang kamu benci
saja yang kamu sebut sebagai musuh. Misalnya, kamu mengasihi ibumu,
tidak pernah kamu menyatakan bahwa ibumu adalah musuhmu. Demikianlah,
arti "kasih" disini berlawanan dari arti sebenarnya, juga bisa kita
namakan sebagai arti kiasan. Dilain kesempatan, Yesus juga bilang,
kalo "beriman sebesar biji sesawi, maka kamu akan kuat memindahkan
gunung". Jelas ya, beriman itu enggak bisa diukur pakai biji sawi,
keduanya benda yang berbeda, iman=angan2, sedangkan sawi=realitas.
Artinya bahwa kalo angan2 itu kamu anggap realitas maka gunung itu
bisa kamu pindahkan. Disini khan enggak masuk akal, bagaimana mau
memindahkan gunung pakai angan2 agar bisa jadi realitas???? " Kembali
kita tak perlu berdebat, karena ini cuma arti kiasan yang tujuannya
berbohong atau membohongi umat maupun diri sendiri agar mau tetap
percaya kepada Yesus itu Tuhan pencipta segala terutama segala penipuan.
Dari kedua contoh ajaran agama Islam dan Kristen diatas, masihkah anda
semua menganggapnya berguna untuk berdebat agama ??? Jelas, agama
bukan alat untuk berdebat, melainkan alat untuk berperang, yaitu
mendorong masing2 umat untuk memerangi umat lainnya. DEMIKIANLAH
HAKEKAT TUJUAN BERAGAMA.
Namun tidak bisa kita mengabaikan, bahwa pemuka2 agama Kristen sudah
tidak terikat sama sekali dari tujuan beragama untuk berperang,
pengalaman Gereja lebih menyadarkan mereka bahwa berperang hanya
menghancurkan semuanya sehingga akhirnya agama hanyalah merupakan
fungsi alternative dalam "entertainment" bukan lagi digunakan sebagai
alat mengadili, alat mempertimbangkan baik atau jahat, dan juga bukan
sebagai alat untuk menghukum siapapun juga. Demikianlah,
berkembangnya pemahaman ulama Kristen ini akhirnya melahirkan
"sekulerisme" yang menjadi dasar terciptanya HAM dan Demokrasi dan
dasar bagi berkembangnya ilmu pengetahuan.
Berbeda dengan Islam yang stagnasi terikat kepada masa lalunya dimana
ajaran sesat mereka harus dilestarikan keasliannya, atau dengan kata
lain dilestarikan kebiadabannya sehingga tetap mendakwahkan
keimanannya tetap dengan cara2 teror yang oleh mereka dinamakan
sebagai cara2 yang "kasih".
diduga sebagai tindak pencucian uang. Kepolisian akan menyelidiki
asal-usul uang tersebut. "Meskipun di media massa disebutkan bahwa
mekanisme aliran dananya seperti itu (dari perusahaan Tommy ke BNP
Paribas), patut diduga kalau itu adalah money laundering," kata
Direktur II Bidang Ekonomi Khusus Kepolisian RI Wenny Warouw dalam
rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah di Jakarta kemarin.
Dalam rapat kerja yang membahas Rancangan Undang-Undang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang itu Wenny juga
menyatakan polisi sudah mempersiapkan penyelidikan kasus
ini. "Rencana penyelidikan sudah kami paparkan kepada Kepala Badan
Reserse Kriminal Mabes Polri," katanya.
Menurut Wenny, dugaan awal itu didapat setelah beberapa pekan lalu
kepolisian menerima laporan transaksi keuangan mencurigakan dari
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Polisi akan menyelidiki aliran dana Tommy dari BNP Paribas, termasuk
bank-bank yang mengalirkan dana itu. "Tugas kami menyelidiki asal
uang itu dan berapa sisa yang masih ada di luar negeri," ujarnya.
Terkait dengan dana Tommy di BNP Paribas cabang Guernsey, Kejaksaan
Agung tengah mempersiapkan sejumlah bukti yang menyatakan bahwa uang
itu adalah hasil korupsi. Dengan bukti-bukti itu, kejaksaan berharap
dapat membekukan dana 36 juta euro (Rp 421 miliar).
Dalam persidangan hari ini, pengadilan Gurnsey akan memutuskan
berlanjut-tidaknya pembekuan dana itu. Pengadilan juga akan
memutuskan permohonan pengungkapan asal-usul dana Tommy di BNP
Paribas Guernsey tersebut.
Bukti yang dipakai kejaksaan di antaranya dugaan korupsi dalam tata
niaga cengkeh Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang
dibentuk oleh Soeharto pada 1992. Selain ada Tommy yang datang
dengan bendera PT Kembang Cengkeh Nasional, dalam BPPC ada Induk
Koperasi Unit Desa (Inkud) dan PT Kerta Niaga (badan usaha milik
negara).
Kejaksaan melihat adanya pelanggaran dalam penggunaan kredit
likuiditas Bank Indonesia (KLBI) Rp 175 miliar untuk BPPC. "Dalam
ketentuannya, pinjaman lunak dari KLBI harus digunakan untuk membeli
cengkeh langsung dari petani guna meningkatkan taraf hidup petani,"
kata juru bicara Kejaksaan Agung, Salman Maryadi, kemarin.
Kenyataannya, menurut Salman, bukan itu yang dilakukan oleh BPPC.
Namun, Salman tak menjelaskan secara terperinci penyimpangan BPPC.
Badan itu bahkan diduga masih nombok Rp 1,9 triliun kepada petani.
Kuasa hukum Tommy Soeharto, Otto Cornelis Kaligis, mengatakan kasus
ini tidak bisa menjadi bukti dalam sidang di Guernsey karena tidak
ada orang yang Iterlibat kasus ini yang terbukti korupsi. "Bagaimana
BPPC dipakai sebagai bukti korupsi kalau dulu Nurdin Halid (mantan
Direktur Utama Inkud) bebas?" kata Kaligis di gedung Komisi
Pemberantasan Korupsi, Jakarta, kemarin.
Selain itu, kata Kaligis, bukti bahwa Tommy tidak terlibat korupsi
adalah bisa dicairkannya dana di BNP Paribas cabang London sekitar
Rp 90 miliar. "Itu bukti bahwa Paribas mengakui uang itu milik
Tommy, bukan uang negara Republik Indonesia," ujarnya. DESY PAKPAHAN
| FANNY FEBIANA | RINI KUSTIANI
Sumber: Koran Tempo - Rabu, 23 Mei 2007
============ ========= =====
http://www.fajar. co.id/news. php?newsid= 35654
* Kasus BPPC Dibuka Lagi
(22 May 2007, 220 x , Komentar)
*Kejakgung Segera Panggil Nurdin Halid dan Tommy
JAKARTA - Setelah hampir sepuluh tahun terpendam, kasus dugaan
penyalahgunaan tata niaga cengkeh oleh Badan Penyangga dan Pemasaran
Cengkeh (BPPC) akan dibuka lagi Kejaksaan Agung. Kasus yang terjadi
antara tahun 1992 hingga 1998 itu bakal menyeret kembali Nurdin
Halid,
mantan direktur utama Puskud Hasanuddin dan putra kesayangan mantan
Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.Rencana
akan dimulainya penyidikan ini, terungkap setelah kejakgung
mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) pada 7 Mei lalu.
"Sprindiknya sudah dikeluarkan sebelum tim jaksa berangkat ke
Guernsey. Kalau nggak Senin sore (7 Mei), ya Selasa (8 Mei)," kata
Direktur Penyidikan Kejakgung M Salim saat ditemui sebelum mengikuti
rapat dengan Jaksa Agung Hendarman Supandji di gedung Kejakgung,
malam
tadi.
Dari catatan koran ini, kasus BPPC sebenarnya pernah disidik
kejaksaan
pada 2000 silam. Ini didasarkan sprindik No Print-
135/F/F.2.1/ 11/2000,
yang dikeluarkan pada 16 November 2000. Kejakgung memang tak pernah
mengumumkan sprindik tersebut. Meski demikian, informasi sprindik
tersebut termuat dalam bahan tertulis jaksa agung dalam rapat kerja
(raker) dengan Komisi Hukum DPR pada 18 Juni 2001.
Dalam sprindik tersebut, mantan Presiden Soeharto ditetapkan sebagai
tersangka dalam kasus BPPC setelah terindikasi melakukan perbuatan
melawan hukum saat menerbitkan Keppres No 20 Tahun 1992 dan Inpres No
1 Tahun 1992 yang memberikan kemudahan monopoli pembelian cengkeh
oleh
BPPC. Sayangnya, kelanjutan penyidikan kasus BPPC kala
itu "tenggelam"
seiring pergantian beberapa jaksa agung.
Dalam penjelasannya kemarin, Salim sama sekali tidak menyinggung
sprindik yang dikeluarkan pada 2000 silam. Salim hanya menjelaskan,
penerbitan sprindik pada 7 Mei 2007, didasarkan hasil penyelidikan
tim
jaksa. Salim juga tak menyebut tahun penyelidikan kasus tersebut.
Yang jelas, kasus tersebut pernah diselidiki tim gabungan
pemberantasan tindak pidana korupsi (TGTPK) pada 2000 silam. "Ini
pernah ditangani kejaksaan melalui TGTPK," tegas Salim. Tim jaksa
yang
lama telah menyerahkan laporan yang akan ditindaklanjuti tim baru
beranggotakan Djoko Widodo, Sahat Sihombing, Baringin Sianturi,
Yusfidli, dan Susdiarto.
Salim mengatakan, tim jaksa menemukan indikasi kuat terjadinya tindak
pidana korupsi. Di antaranya, ada persyaratan yang tidak dilaksanakan
terkait Keppres No 20/1992 jo Inpres No 1/1992 tentang Pembentukan
BPPC. "Ada ketentuan yang disalahgunakan, " kata Salim.
Ditanya kapan terjadinya kasus BPPC, Salim menolak menjawab detail.
"Pokoknya di bawah 1999," jelas mantan wakil kepala Kejati Jawa
Tengah
ini. Dia juga menjawab, kasus tersebut bakal dijerat menggunakan
undang-undang pemberantasan korupsi yang lama, UU No 3 Tahun 1971.
Menurut Salim, kejaksaan berkoordinasi dengan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menentukan nilai kerugian
negara. "Kami menaksir nilainya miliaran rupiah," jelas Salim.
Salim menambahkan, saat ini, tim jaksa mendalami temuan korupsi dalam
kasus BPPC. "Malam ini (kemarin) akan dirumuskan peran beberapa pihak
yang terlibat. Kami juga akan melapor ke jaksa agung," beber Salim.
Tim jaksa merasa optimistis, tidak kehilangan barang bukti, mengingat
kasus tersebut diselidiki tujuh tahun silam.
Soal nama-nama yang akan dipanggil, lanjut Salim, kejaksaan masih
menyusun jadwal pemeriksaan. Tim jaksa akan memanggil beberapa nama
yang diduga terlibat, termasuk Tommy dan Nurdin Halid, mantan
direktur
utama Puskud Hasanuddin dan mantan dirut Inkud. "Siapapun akan kami
panggil," tegas jaksa senior ini.
Ditanya penyidikan kasus BPPC terkait persidangan kasus Tommy di
Guernsey, Salim tidak membantah. "Kalau dikait-kaitkan, boleh-boleh
saja," jawab Salim. Yang pasti, kejaksaan berpegang pada hasil
penyelidikan yang dilaksanakan bersama TGTPK.
Menurut Salim, kejaksaan sengaja mendahulukan penyidikan kasus BPPC
di
banding kasus program mobil nasional (mobnas) PT Timor Putra Nasional
(TPN). Alasannya, kasus BPPC paling cepat pembuktiannya. "Soal siapa
tersangkanya, kami belum menetapkannya. Kami masih mendalaminya, "
kata
Salim.
Terpisah, Direktur Perdata Kejakgung Yoseph Suardi Sabda mengatakan,
berkas penyidikan kasus BPPC dibeber dalam persidangan di Guernsey.
"Untuk memperkuat kasus BPPC, kami menyertakan laporan ICW
(Indonesian
Corruption Watch) mengenai kerugian negara atas peran Tommy dalam
mengelola BPPC," jelas Yoseph.
Selain itu, lanjut Yoseph, kejaksaan selaku kuasa pemerintah RI
memasukkan surat perintah penyelidikan (sprinlid) kasus TPN untuk
memperkuat alat bukti bahwa Tommy masih terlibat kasus pidana di
kejaksaan. "Ini sekaligus menanggapi surat Menkumham Hamid Awaluddin
5
April 2005 yang menyatakan Tommy tidak terlibat perkara apapun di
Indonesia," jelas Yoseph.
Menurut Yoseph, kubu Tommy tidak dapat menjadikan surat Hamid untuk
menyatakan bebas berperkara, mengingat Depkumham bukan lembaga
penyidikan. "Hakim di Guernsey sendiri menanyakan apakah Hamid masih
menjabat menteri atau tidak. Rupanya, hakimnya juga mengikuti
perkembangan reshuffle kabinet," jelas jaksa berkaca mata tebal ini.
Terpisah, Koordinator Badan Pekerja (BP) ICW Teten Masduki pernah
menyurati jaksa agung pada 26 Maret lalu, agar kejaksaan memproses
hukum kasus BPPC. Dalam surat bernomor SK/BP/ICW/III/ 2007, Teten
melaporkan temuan ICW pada 2000 silam tentang dugaan penyelewengan
kekuasaan dalam tata niaga cengkeh oleh BPPC. "Ini merupakan satu
kasus yang dapat ditindaklanjuti, " kata Teten.
Dalam suratnya, Tetep menuliskan, kronologis kasus BPPC. Dia
mengawali
sejarah pembentukan BPPC sebagai badan yang dibentuk berdasarkan
Keppres No 20/1992 jo Inpres No 1/1992. Dari dua aturan tersebut,
mantan Presiden Soeharto telah memberikan monopoli penuh kepada BPPC
untuk membeli dan menjual hasil produksi cengkeh dari petani. Seluruh
hasil produksi cengkeh oleh petani harus dibeli oleh BPPC dengan
harga
yang telah ditentukan, sedangkan Pabrik Rokok Kretek (PRK) harus
membeli cengkeh dari BPPC dengan harga yang telah ditentukan juga.
BPPC sendiri didalamnya terdiri dari berbagai unsur, yakni Inkud dari
unsur koperasi, PT Kerta Niaga dari unsur BUMN dan unsur swasta
melalui PT Kembang Cengkeh Nasional yang merupakan perusahaan milik
Tommy. Tommy sendiri berstatus sebagai pimpinan BPPC. Dari hak
monopoli tersebut, BPPC diperkirakan mengeruk keuntungan Rp 1,4
triliun.
Terhitung sejak dibubarkannya pada 1998, BPPC masih menyisakan
kewajiban-kewajiban untuk mempertanggungjawab kan pengelolaan dana-
dana
milik dan hak petani cengkeh selama tata niaga cengkeh berlangsung,
yakni sumbangan diversifikasi tanaman cengkeh (SDTC) Rp 67 miliar,
sumbangan wajib khusus petani (SWKP) Rp 670 miliar, dana konversi Rp
74 miliar dan dana penyertaan modal (DPM) Rp 1,1 triliun yang
keseluruhannya dipungut dari petani cengkeh dan pabrik rokok cengkeh.
(agm
============ =
* Tommy's defeat a sure thing, AG's office says
National News - Tuesday, May 22, 2007
The Jakarta Post, Jakarta
The Attorney General's Office (AGO) is confident a Guernsey court
will
grant full disclosure and an extension of a freezing order on the
allegedly ill-gotten funds of former president Soeharto's son Hutomo
"Tommy" Mandala Putra.
"I'm hoping we'll win. Let's see Thursday, they have impartial judges
there," said Yosef Suardi Sabda, the AGO's civilian case director for
state administrative cases, on Monday.
The British Royal Court in Guernsey, a British crown dependency off
the northern French coast, will decide Wednesday on the government's
request for a full disclosure of the case and a freezing order
extension on US$46 million belonging to Tommy, which is being held at
the Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas in Guernsey.
The requests -- a form of legal intervention -- came after the bank
refused to release the money, citing the possibility that it was
obtained through graft.
Tommy's Garnet Investment Ltd., the company the money was deposited
on
behalf of, then brought the bank to trial seeking the money's
release.
The AGO said it had submitted documents asserting that the money --
claimed by Tommy to have been collected through the sale of his
shares
in automotive company Lamborghini -- was in fact laundered.
The AGO believes the funds were part of a sum collected through
illegitimate means during the reign of Tommy's father, Soeharto, in
an
era spanning three decades when corruption practices were rife.
"If the government wins, we can withdraw the money through legal and
civil avenues. The civil avenue can be worked out in either Indonesia
or Guernsey, while the legal one is by demanding funds to substitute
the state's loss," Yosef was quoted as saying by detik.com news
portal.
Full disclosure of the case would mean that the court will expose the
origin and flow of the funds in question, which have been frozen
since
Jan. 22.
Tommy's head legal representative for the Guernsey trial, O.C.
Kaligis, said he had prepared 800 pages of documents stating that the
funds were legitimate and free from corruption.
The case surfaced in the wake of the disclosure of another case
involving Tommy and $10 million that he withdrew from BNP Paribas in
London using a government account at the Justice and Human Rights
Ministry's Directorate General of General Legal Administration.
The money, withdrawn in February 2005, is claimed to belong to
another
of Tommy's companies, Motorbike Corp. The withdrawal was cleared with
the alleged approval of Yusril Ihza Mahendra and Hamid Awaluddin.
Yusril was justice and human rights minister when the request for
clearance from BNP Paribas was made. He authorized the transfer, but
was replaced by Hamid just prior to the withdrawal taking place. Both
were recently dismissed in last week's Cabinet reshuffle.
Legal experts have insisted that the use of a government account for
private means constitutes money laundering and violates the 2003 UN
anti-corruption convention and the 2003 money laundering law.
============ =
* Police hunt Tommy's illegal fortune
National News - Wednesday, May 23, 2007
Ridwan Max Sijabat, The Jakarta Post, Jakarta
Paralleling an investigation by the Attorney General's Office, the
National Police are assuming a proactive role in tracking down the
assets of Hutomo "Tommy" Mandala Putra believed to have been derived
from money laundering.
Deputy chief of National Police Comr. Gen. Makbul Padmanegara said
Tuesday the police were investigating the assets of the youngest son
of former president Soeharto, which are being held in several
companies, including his overseas-based Motorbike Corp.
"The police will continue hunting for Tommy's illegal assets,
including the 36 million euros he allegedly laundered by depositing
the funds in the Bank Nationale de Paris Paribas in London," Makbul
told a Regional Representatives Council (DPD) hearing here.
"We are investigating where he obtained the money from. We are also
still looking for supporting evidence from a number of companies in
which the money had allegedly been invested," he said.
While the National Police have just recently initiated their
investigation, the AGO has been intensively investigating the matter
under the leadership of the then-attorney general Abdul Rahman Saleh.
The office said recently it was also investigating alleged corruption
in connection with Tommy's role in the liquidated Clove Marketing and
Buffer Agency (BPPC) and the now-dissolved PT Timor Putra National.
Tommy, 44, got an early release from prison in October 2006 after
serving only one third of a 15-year jail term for ordering the July
2001 murder of a Supreme Court justice.
Former state secretary Yusril Ihza Mahendra and former minister of
justice and human rights affairs Hamid Awaluddin were recently sacked
from the cabinet partly because of their alleged role in helping
Tommy
withdraw the money from the French bank.
Makbul called on the Financial Transaction Reports and Analysis
Center
(PPATK) to speed up its investigation into Tommy's assets and hand
over its findings to the police so they could follow them up in
accordance with the law.
He also called on the DPD and the House of Representatives to clarify
the roles of PPATK and the police in their deliberation of the bill
on
money laundering in order to avoid overlapping investigations into
money laundering cases.
"To us, PPATK has the authority to carry out preliminary
investigations into money laundering cases, while the official
investigations into such cases should be left for law enforcers,
including the police and the Attorney General's Office," he said.
============ =======
* Indonesian police hunt Tommy Soeharto's illegal fortune
May 23, 2007, People's Daily Online --- http://english. people.com. cn/
Paralleling an investigation by the Attorney General's Office, the
Indonesian Police are assuming a proactive role in tracking down the
assets of Tommy Soeharto believed to have been derived from money
laundering, local press reported Wednesday.
The police were investigating the assets of the youngest son of
former
President Soeharto, which are being held in several companies,
including his overseas-based Motorbike Corp., English daily The
Jakarta Post reported.
"The police will continue hunting for Tommy's illegal assets,
including 36 million euros he allegedly laundered by depositing the
funds in the Bank Nationale de Paris Paribas in London," deputy chief
of National Police Comr. Gen. Makbul Padmanegara was quoted as
saying.
"We are investigating where he obtained the money from. We are also
still looking for supporting evidence from a number of companies in
which the money had allegedly been invested," he said.
Tommy, 44, got an early release from prison in October 2006 after
serving only one third of a 15-year jail term for ordering the July
2001 murder of a Supreme Court justice.
Makbul urged the Financial Transaction Reports and Analysis Center
(PPATK), the country's anti-money laundering agency, to speed up its
investigation into Tommy's assets and hand over its findings to the
police so they could follow them up in accordance with the law.
"To us, PPATK has the authority to carry out preliminary
investigations into money laundering cases, while the official
investigations into such cases should be left for law enforcers,
including the police and the Attorney General's Office," he said.
Janganlah beredebat kusir, agama pada hakekat-nya banyak menggunakan
kata2 kiasan, atau kita namakan kata2 tipuan, yang penting umat bisa
tetap percaya dan yang belum percaya bisa dibujuk jadi percaya, dan
yang tetap belum juga percaya bisa akhirnya dipaksa percaya, atau
lebih jauh lagi diteror agar percaya.
Perdefinisi, "kiasan" sama artinya TIPUAN. Jadi kata kiasan artinya
kata tipuan, artinya kata yang bukan arti sebenarnya.
Demikianlah dalam semua agama selalu digunakan kata kiasan, karena
sebenarnya agama itu menipu umatnya, tapi karena "menipu" itu tidak
ethis, maka agar kelihatan ethis, kita jangan menggunakan kata
"menipu" melainkan "kiasan".
Ajaran Islam contohnya dalam kalimat Syahadat, digunakan kata
"bersaksi", padahal si pengucap sama sekali tidak pernah bahkan tidak
mungkin bersaksi. Jadi arti sebenarnya justru berlawanan dari arti
kata yang sebenarnya, jelas disini terjadi penyimpangan atau penipuan,
namun agar umat tidak tersinggung kalo kita menyatakan ajaran Islam
itu ajaran menipu atau ajaran yang membohongi diri sendiri, maka kita
jangan mengatakan sebagai arti tipuan, tapi kita namakan sebagai arti
kiasan. Mungkin kalo kita sodorkan kata2 seperti ini kepada ahli
bahasa, maka akan ditolak sebagai kata kiasan, namun karena ini memang
bukan urusan bahasa melainkan urusan keIMANAN, maka diterima saja apa
maunya mereka yang percaya agar jangan menteror atau membomb. Karena
pada dasarnya, setiap agama HARUS MENANG dalam berdebat, meskipun
kalah tetap saja menyatakan menang !!!!
Tidak berbeda dengan ajaran Yesus dalam agama Kristen, Yesus berkata,
"kasihilah musuhmu", padahal kalo kamu mengasihi seseorang, tidak akan
pernah kamu menamakannya sebagai musuh. Hanya orang2 yang kamu benci
saja yang kamu sebut sebagai musuh. Misalnya, kamu mengasihi ibumu,
tidak pernah kamu menyatakan bahwa ibumu adalah musuhmu. Demikianlah,
arti "kasih" disini berlawanan dari arti sebenarnya, juga bisa kita
namakan sebagai arti kiasan. Dilain kesempatan, Yesus juga bilang,
kalo "beriman sebesar biji sesawi, maka kamu akan kuat memindahkan
gunung". Jelas ya, beriman itu enggak bisa diukur pakai biji sawi,
keduanya benda yang berbeda, iman=angan2, sedangkan sawi=realitas.
Artinya bahwa kalo angan2 itu kamu anggap realitas maka gunung itu
bisa kamu pindahkan. Disini khan enggak masuk akal, bagaimana mau
memindahkan gunung pakai angan2 agar bisa jadi realitas???? " Kembali
kita tak perlu berdebat, karena ini cuma arti kiasan yang tujuannya
berbohong atau membohongi umat maupun diri sendiri agar mau tetap
percaya kepada Yesus itu Tuhan pencipta segala terutama segala penipuan.
Dari kedua contoh ajaran agama Islam dan Kristen diatas, masihkah anda
semua menganggapnya berguna untuk berdebat agama ??? Jelas, agama
bukan alat untuk berdebat, melainkan alat untuk berperang, yaitu
mendorong masing2 umat untuk memerangi umat lainnya. DEMIKIANLAH
HAKEKAT TUJUAN BERAGAMA.
Namun tidak bisa kita mengabaikan, bahwa pemuka2 agama Kristen sudah
tidak terikat sama sekali dari tujuan beragama untuk berperang,
pengalaman Gereja lebih menyadarkan mereka bahwa berperang hanya
menghancurkan semuanya sehingga akhirnya agama hanyalah merupakan
fungsi alternative dalam "entertainment" bukan lagi digunakan sebagai
alat mengadili, alat mempertimbangkan baik atau jahat, dan juga bukan
sebagai alat untuk menghukum siapapun juga. Demikianlah,
berkembangnya pemahaman ulama Kristen ini akhirnya melahirkan
"sekulerisme" yang menjadi dasar terciptanya HAM dan Demokrasi dan
dasar bagi berkembangnya ilmu pengetahuan.
Berbeda dengan Islam yang stagnasi terikat kepada masa lalunya dimana
ajaran sesat mereka harus dilestarikan keasliannya, atau dengan kata
lain dilestarikan kebiadabannya sehingga tetap mendakwahkan
keimanannya tetap dengan cara2 teror yang oleh mereka dinamakan
sebagai cara2 yang "kasih".
No comments:
Post a Comment