Monday, June 23, 2008

Otak Kasus Munir Terbongkar


Muchdi Pr Terancam Hukuman Mati

JAKARTA - Konspirasi pembunuhan aktivis HAM Munir terkuak. Polisi akhirnya menemukan sosok di belakang layar yang selama ini diyakini menggerakkan terpidana 20 tahun Pollycarpus Budihari Priyanto menghabisi Munir pada 7 September 2004.

Dia adalah mantan Deputi V Penggalangan Badan Intelijen Negara (BIN) yang juga mantan Danjen Kopassus Mayjen (pur) Muchdi Purwoprajono. Mabes Polri pun menetapkan purnawirawan kelahiran Jogjakarta 13 April 1948 itu sebagai tersangka. ''Besok (hari ini, Red) kami pindahkan dan lakukan penahanan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok," kata Kabareskrim Komjen Pol Bambang Hendarso Danuri di Mabes Polri tadi malam (19/6).

Muchdi dijemput penyidik di Apartemen Sahid, Jakarta Pusat, tadi malam (19/6). Operasi tertutup yang dipimpin langsung oleh Kabareskrim itu berjalan mulus. ''Pak Mathius Salempang (ketua tim teknis penyidik kasus Munir, Red) yang turun menjemput tersangka. Dia (Muchdi) lantas dibawa ke Bareskrim," kata sumber Jawa Pos yang ikut penangkapan.

Sumber lain memastikan, setidaknya tiga temuan baru yang meyakinkan polisi atas keterlibatan mantan perwira yang dicopot dari posisi Danjen Kopassus oleh Menhankam/Panglima ABRI Jenderal Wiranto sebagai buntut kasus penculikan 97. Kasus penculikan itu dibongkar oleh Munir.

Yang pertama, kesaksian agen madya BIN Budi Santoso yang masih berdinas di Pakistan. Budi yang hingga kini belum pernah muncul di pengadilan dan publik itu mengatakan, pada 6 September 2004, Polly menelepon dan mengatakan bahwa dirinya terbang ke Singapura bersama Munir. ''Pada 7 September-nya, Polly -sapaan Pollycarpus- kembali telepon sepulang dari Singapura, sambil mengatakan, 'saya dapat ikan besar'," tirunya.

Kesaksian Budi yang berdinas pada Direktorat 5.1 itu melengkapi kesaksian sebelumnya yang digunakan jaksa dalam peninjauan kembali (PK) kasus Munir dengan terdakwa Polly.

Saat itu, kepada polisi yang memeriksanya pada 3 dan 8 Oktober 2007, Budi mengakui mengenal Polly pada 14 Juni 2004. Dia berjumpa Polly di ruang kerja Muchdi di Kantor BIN.

Saat itu Budi diperintah Muchdi untuk membawa uang Rp 10 juta. Tapi, Budi tidak tahu uang itu untuk apa. Proses ini oleh Budi dicatat dalam buku kasnya yang juga disita polisi. Budi juga mengaku sering ditelepon dari HP maupun nomor rumah Polly. Isinya menanyakan posisi Muchdi.

Bukti baru lain adalah kesaksian dua anak buah Muchdi saat masih aktif berdinas di BIN. "Kedua orang yang berstatus sipil itu menguatkan bahwa Polly memang benar sering bertemu Muchdi. Semua ini dirangkaikan dengan fakta jika ada 41 hubungan telepon antara nomor milik Muchdi dengan nomor milik Polly di seputar hari pembunuhan Munir," bebernya.

Namun, sumber itu mengakui jika polisi belum berhasil mengetahui isi percakapan di dalam hubungan dalam nomor telepon tersebut. Tapi, bukti dan saksi-saksi di atas menjadi tambahan bahwa Muchdi terkait kasus Munir. Apalagi, hingga kini mantan Pandam VI/Tanjungpura itu selalu membantah dirinya terkait kasus Munir. Muchdi bahkan sempat mendatangi redaksi Jawa Pos pada 2006 lalu untuk mengklarifikasi jika dirinya tidak terkait kasus pembunuhan pendiri Kontras itu.

Lalu apa motif Muchdi menyuruh Polly -yang juga diyakini agen BIN- menghabisi Munir? "Biar nanti pengadilan yang membuka. Yang jelas, ini tidak melibatkan institusinya. Ini hanya tindakan oknum," sambung sumber lain.

Muchdi dijerat menggunakan pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) juncto pasal 55 (1) KUHP (menyuruh dan memberi kesempatan dalam perbuatan pidana). Ancaman hukumannya maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup atau dua puluh tahun.

Saat ditanya Jawa Pos soal Munir beberapa jam sebelum ditangkap polisi di Kantor DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Jl Brawijaya IX, Jaksel, Muchdi tidak mau menanggapi. "Kalau tidak ada urusannya dengan parpol, saya tidak mau jawab," ujarnya gusar.

Ketika ditanya lagi, jawaban wakil ketua umum Gerindra itu tetap sama. "Ini di parpol ya, jangan tanya yang lain. Saya nggak mau jawab," ujarnya dengan nada meninggi.

Begitu pula Polly, yang kukuh mengaku tidak mengenal Muchdi. Saat dibesuk Jawa Pos di Lapas Sukamiskin, Bandung, Senin lalu (16/6), mantan pilot Garuda itu mengaku tidak terlibat dalam kasus Munir, apalagi disuruh Muchdi membunuh Munir (Jawa Pos, 17/6).

Suara lelaki kelahiran Solo 26 Januari 1961 tersebut bahkan meninggi saat ditanya soal Budi Santoso. "Saya juga pingin tahu wajah Budi yang mana? Ngaku-nya kolonel, BIN lagi, tapi saya coba temuin dalam sidang, dia tidak datang," tegasnya.

Lalu, bagaimana lanjutan proses yang akan dilakukan polisi setelah menangkap Muchdi? Kabareskrim Bambang mengatakan, polisi akan melengkapi berkas Muchdi. Lantas, kasusnya dilimpahkan ke pengadilan melalui kejaksaan. Prinsipnya, tambah Bambang, berkas Muchdi segera dinyatakan lengkap (P-21) setelah dilengkapi berkas pemeriksaan tersangka.

Menurut Bambang, hingga kemarin, polisi belum menemukan calon tersangka lain di luar Muchdi. "Kecuali nanti berkembang di pengadilan," ujarnya.

Hasil Tim Pencari Fakta Munir yang dibentuk berdasar keppres pada 2005 menyatakan, Munir tewas akibat pembunuhan oleh permufakatan jahat. Dugaannya, ada operasi intelijen dari beberapa kalangan di BIN. Kepala BIN saat itu, Jenderal (pur) Hendropriyono, pernah digugat Munir. Polly hanyalah bagian dari operasi tersebut. Aktor yang terlibat dalam kasus itu dipisah menjadi aktor perencana operasi, aktor penyedia fasilitas, dan aktor pelaksana operasi.

Juru bicara tim pengacara Muchdi, Zaenal Maarif, yang datang ke Bareskrim Polri beberapa saat setelah kliennya ditangkap polisi menolak istilah "penangkapan" .

Menurut Zaenal, kliennya memenuhi penggilan dengan didampingi seorang pengacaranya.

Tapi, pengakuan itu, agaknya, bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan. Polisi benar-benar bergerak cepat dan tidak ingin kecolongan. Meski demikian, dalam jumpa persnya tadi malam, Bambang tidak menyebut Muchdi ditangkap, tetapi dijemput. "Kami jemput dia (Muchdi) di sebuah tempat,'' kata Bambang.

Di bagian lain, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen mengaku belum tahu bahwa ada permintaan Muchdi untuk melibatkan Badan Pembinaan Hukum TNI dalam membela kasusnya. "Tidak ada," ujarnya. Secara teknis, menurut Sagom, Muchdi tidak bisa didampingi pihaknya karena pada waktu kejadian yang bersangkutan sudah berstatus purnawirawan.

Selain Komjen Pol Bambang Hendarso, tim penjemput juga melibatkan Direktur I Keamanan dan Transnasional Brigjen Badrodin Haiti. Mereka berpakaian sipil dan tidak mengendarai mobil dinas. Bambang menggunakan Kijang Krista. Badrodin menumpang Kijang Innova.

Beberapa petugas Gegana juga dilibatkan dalam iring-iringan empat mobil yang membawa Muchdi. Saking cepatnya, Jawa Pos yang stand by di pintu belakang Bareskrim Polri tidak sempat memotret Muchdi saat dibawa masuk. Yang jelas, Muchdi mengenakan kacamata dan topi.

Munir dibunuh pada 7 September 2004. Saat itu suami Suciwati itu hendak melanjutkan studi ke negeri Belanda. Namun, bapak dua anak itu tidak pernah sampai ke Negeri Tulip tersebut dalam keadaan hidup saat racun arsenik memenuhi aliran darahnya. Belakangan, sebelum Muchdi, polisi telah memproses Polly, mantan Dirut Garuda Indra Setiawan, dan mantan chief secretary Airbus 330 Rohainil Aini.

Juga ada dua orang tersangka lain yang belum juga dikenai proses hukum -karena akan direhabilitasi- , yakni Oedi Irianto dan Yeti Susmiarti. Dua nama itu awalnya diduga ikut meracun Munir di atas pesawat Garuda yang terbang dari Jakarta ke Singapura pada hari nahas tersebut. Namun, belakangan polisi merevisi bahwa lokasi peracunan bukan di dalam pesawat, melaikan di Bandara Changi, Singapura.

Di tempat terpisah, istri almarhum Munir, Suciwati, belum merasa puas atas proses hukum terhadap Muchdi. Sebab, dia menganggap, ada pihak lain yang lebih berperan sebagai pembuka akses perencanaan konspirasi pembunuhan Munir. ''Polisi harus mampu mengungkap pelaku tersebut,'' kata Suciwati.(naz/bay/rdl/ agm)

* * *

Jawapos, 21 Juni 2008


Seharian Muchdi Bungkam



Kukuh Tak Kenal Polly saat Diperiksa

JAKARTA - Polisi bergerak cepat memeriksa maraton tersangka kasus pembunuhan Munir, Mayjen (pur) Muchdi Purwoprajono. Korps baju cokelat itu memanfaatkan 20 hari masa penahanan pertama untuk menggali keterangan dari mantan deputi V/Penggalangan Badan Intelijen Negara (BIN) tersebut. Rencana pemindahan lulusan Akademi Militer 1970 itu ke Rutan Mako Brimob, Depok, juga ditunda.

Tapi, tak banyak yang didapatkan polisi dari mantan Danjen Kopasuss itu. Hampir semua pertanyaan dijawab tidak tahu sebagaimana saat dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana 20 tahun dalam kasus Munir, 18 Mei 2005. ''Ngunci. Banyak tidak tahunya. Tapi, tak masalah karena kami tidak mengejar pengakuan,'' kata seorang penyidik yang menangani kasus tersebut kemarin (20/6).

Pertanyaan yang dilontarkan penyidik tak jauh dari seputar hubungan Muchdi dengan Polly sebagaimana kesaksian anak buahnya, agen madya BIN Budi Santoso, soal komputer di kantor deputi V yang di dalamnya ditemukan soft copy surat dari Wakabin M. As'ad kepada mantan Dirut Garuda Indra Setiawan hingga soal kontak telepon 41 kali antara nomor milik Muchdi dengan nomor milik Polly. ''Masih keras,'' ujarnya.

Apakah dengan begitu polisi menemui jalan buntu? ''Tentu tidak. Kami berani menahan karena punya alasan kuat. Kami masih punya beberapa bukti tambahan dan saksi yang belum terpublikasi. Masih ada kartu as-nya,'' tegas sumber itu.

Sebelumnya, koran ini menulis, bukti baru yang digenggam polisi untuk menjerat Muchdi adalah kesaksian tambahan dari Budi Santoso dan dua anak buah Muchdi semasa dia menjabat deputi V/Penggalangan.

Pernyataan bahwa Muchdi mengaku tak tahu tentang kasus Munir dibenarkan salah seorang pengacaranya, Luthfie Hakim. Menurut dia, penyidik telah menyampaikan 44 pertanyaan kepada kliennya itu. ''Semua masih sesuai pernyataan semula. Yaitu, tidak kenal Pollycarpus dan tidak berkaitan dengan kasus Munir,'' kata Lutfie yang bergabung bersama sejumlah pengacara lain membela Muchdi.

Soal komputer, dia menegaskan bahwa di ruangan Muchdi tidak ada komputer. ''Dia itu mengaku gaptek (gagap teknologi, Red),'' ungkapnya.

Karena itu, dirinya tidak melihat alasan penahanan bagi kliennya. Hal yang sama dikatakan Zaenal Ma'arif, pengacara Muchdi yang lain. Menurut mantan wakil ketua DPR itu, Muchdi berencana mengajukan penangguhan penahanan dengan menulis surat kepada Kapolri Jenderal Sutanto pada Senin (23/6).

Tadi malam, Muchdi beristirahat di ruang pemeriksaan lantai II Biro Analis Bareskrim. Karo Analis Bareskrim Brigjen Pol Mathius Salempang menjadi ketua tim teknis penyidik kasus Munir.

Selama Muchdi berada di Bareskrim Polri sejak dijemput Kamis (19/6) dari Apartemen Sahid, sejumlah perubahan terjadi di Bareskrim. Misalnya, pemasangan metal detector di pintu utama Bareskrim dan pengerahan pasukan Brimob Kedung Halang Bogor.

Menurut Kabidpenum Polri Kombes Pol Bambang Kuncoko, tindakan itu dilakukan untuk memastikan keselamatan yang bersangkutan. Tapi, hingga kini, polisi tidak mendeteksi adanya kemungkinan sabotase buntut penahanan purnawirawan jenderal berbintang dua itu. ''Aman dan kondusif,'' tegas Bambang di Mabes Polri kemarin (20/6).

Muchdi akan dipindah ke Rutan Mako Brimob, Depok, begitu pemeriksaan dinyatakan cukup.

Saat berkunjung ke Aceh Besar kemarin, Kapolri Jenderal Pol Sutanto menjelaskan bahwa masalah yang disangkakan kepada Muchdi tidak berkaitan dengan lembaga. Hal tersebut merupakan perbuatan oknum sebagai perorangan. ''Siapa dan berbuat apa,'' katanya.

Muchdi disangka melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana jo pasal 55 KUHP ayat 1 (menyuruh dan memberi kesempatan dalam perbuatan pidana). Ancaman hukumannya maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara.

Munir yang juga mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Malang, Jatim, itu tewas pada 7 September 2004 di atas Pesawat Garuda yang terbang dari Jakarta menuju Belanda melalui Singapura. Pengadilan telah memvonis bersalah mantan Dirut Garuda Indra Setiawan dengan setahun penjara dan mantan pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto dengan 20 tahun penjara atas kasus tersebut.

Muchdi Bukan Akhir

Kemarin, istri almarhum Munir, Suciwati, mengadakan jumpa pers di Kantor Kontras, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta. Ibu dua anak itu ditemani sejumlah aktivis Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum). ''Ini belum berakhir karena ada pihak-pihak lain di sekitar lingkaran Muchdi,'' tegasnya.

Dia menyatakan salut atas kerja kepolisian yang berani memeriksa seorang mantan deputi V BIN. Dari keterangan Muchdi, dia optimistis konspirasi di balik pembunuhan suaminya akan terkuak.

''Ini merupakan langkah awal dari semuanya. Kali pertama dalam sejarah Indonesia, seorang jenderal tertangkap dan menjadi tersangka pembunuhan. Meski, sebenarnya masih ada dalang di balik ini semua,'' ungkapnya.

Suci menuturkan, jika dirunut dari surat perintah penugasan mantan pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto yang ditandatangani Wakil Ketua BIN M. As'ad, bukan tidak mungkin ada campur tangan ketua BIN saat itu. ''Namanya siapa lagi, semua sudah tahu,'' ujar wanita yang kemarin berkaus merah bergambar foto wajah suaminya tersebut.

Dia juga mengkhawatirkan proses peradilan bagi Muchdi. ''Kami ingin pemerintah memastikan jaksa-jaksa penuntut yang kredibel, bersih dari korupsi dan impunitas. Jaksa agung harus mempertimbangkan kondisi mencuatnya kasus di internal kejaksaan saat ini,'' katanya.

Di tempat yang sama, Sekretaris Kasum Usman Hamid meminta agar polisi berani menindaklanjuti penyelidikan dengan memeriksa tokoh-tokoh BIN saat Muchdi bertugas. ''Ada fakta hukum persidangan Pollycarpus, Indra Setiawan, dan hubungan komunikasi Polly-Muchdi. Ada juga surat dan pertemuan di kantor BIN. Hal itu sangat jelas menunjukkan keterlibatan Muchdi tidak tunggal,'' jelasnya.

Dia juga meminta agar Muchdi kooperatif atas fakta yang ada. ''Muchdi harus ditanya soal peran kepala BIN saat itu, yakni A.M. Hendropriyono, '' ujarnya.

Direktur Setara Institute Hendardi yang juga hadir dalam acara tersebut sependapat dengan Usman. ''Pengungkapan pembunuhan Munir sampai semua aktor perencana dan pemberi perintah sangat krusial untuk memperbaiki institusi intelijen, militer, dan demokratisasi di Indonesia,'' tegasnya.

Upaya Kasum dan aktivis HAM yang mendesak pengusutan Hendropriyono sudah dibaca pengacara Muchdi. Kemarin, mereka juga mengadakan jumpa pers di kawasan Pulau Dua, Senayan. ''Ini hanya kepentingan politis untuk 2009. Pak Muchdi adalah korban. Paling sebentar lagi disebut Pak Hendro, dan siapa lagi, dan siapa lagi,'' kata Desmond J. Mahesa, salah seorang anggota tim pengacara Muchdi.

Desmond yang pernah diculik Kopassus pada 1997-1998 dan diungkap oleh Munir itu yakin Muchdi tidak bersalah. ''Karena pemerintah gagal, diskenariokan ada pengungkapan kasus ini. Agar citranya naik lagi,'' ungkapnya.

Fadli Zon yang juga hadir dalam jumpa pers itu menuturkan, Muchdi adalah seorang patriot sejati. ''Bisa dilihat dari karirnya di militer. Dia terjun langsung untuk membela kepentingan negara,'' katanya.

Dari istana, Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng menyatakan bahwa SBY meminta BIN ikut membantu polisi. ''Ini perkembangan yang baik. BIN diharapkan ikut terlibat dalam mengungkap otak utama di balik pembunuhan Munir,'' katanya.

Mensesneg Hatta Radjasa mengungkapkan, siapa saja yang terlibat, polisi harus berani menangkap.(naz/rdl/tom/ jpnn/nw)

Dominasi Gedung Tua

Landmark Innsbruck didominasi bangunan tua. Goldenes Dachl, Altes Landhaus, dan Stadtsaal menjadi yang utama dan selalu direkomendasikan pada para pendatang.

Goldenes Dahl atau Atap Emas merupakan bangunan abad ke-16 yang dibangun Kaisar Maximilian I. Atap yang terbuat dari tembaga dilapisi emas untuk menunjukkan kemakmuran sang kaisar.

Altes Landhaus atau Gedung Parlemen Tua dibangun pada 1720. Sesuai namanya, dulunya gedung ini digunakan untuk kegiatan pemerintahan.

Gedung yang menjadi perpaduan paling dramatis antara gaya barok dan pascamodern adalah Stadtsaal atau gedung serbaguna. Atap gedung yang dibangun pada pertengahan abad ke-14 itu diganti dengan kaca sehingga tembus cahaya.

Percampuran gaya ini membuat gedung itu terlihat elegan dan modern tapi tetap klasik. Sesuai namanya, Stadtsaal selalu digunakan masyarakat Innsbruck untuk perhelatan akbar kota itu, baik berupa festival atau perayaan tahunan lain.





Stadion Tivoli Neu
Stadion Multifungsi

Sejak direncanakan untuk dibangun menggantikan Stadion Tivoli lama, Stadion Tivoli Neu sudah dirancang guna menjadi stadion multifungsi.

Stadion Tivoli Neu, dibangun hanya memakan waktu 18 bulan. (Foto: AFP)

Meski dipakai terutama untuk sepakbola dan menjadi markas tim FC Wacker Innsbruck, Tivoli Neu dibangun untuk mengakomodasi cabang olahraga lain. Salah satunya adalah american football dan menjadi markas Swarco Raiders.

Selain lapangan utama di dalam stadion yang memakai rumput asli, tersedia juga dua lapangan latihan. Fasilitas lain di dalam lingkungan kompleks Tivoli Neu adalah lapangan voli pantai, street ball, bisbol, inline skate, atletik, dan basket.

Selain itu, tersedia juga fasilitas yang disebut House of Sports. Di sini terdapat ruangan fitnes, pengobatan olahraga, dan terapi. Area untuk olahraga ekstrem juga ada, terutama panjat dinding.

FC Wacker Innsbruck

Setelah FC Tirol Innsbruck bubar tahun 2002 karena bangkrut, FC Wacker Innsbruck menjadi pengganti sebagai penghuni baru kota Innsbruck. Sebelumnya, FC Tirol adalah tim yang bermarkas di Stadion Tivoli lama dan ikut pindah saat Tivoli Neu dibangun dengan hanya memakan waktu 18 bulan.

Ketika pertama berdiri, dengan menyebut diri sebagai penjelmaan spirit FC Tirol, FC Wacker sama sekali tidak mengklaim semua prestasi dan pencapaian FC Tirol. Nama pertama yang dipilih adalah FC Wacker Tirol. Baru pada tahun 2007 klub baru ini mengganti nama menjadi FC Wacker Innsbruck.

FC Wacker hanya perlu dua musim untuk menjejakkan kaki di Bundesliga Austria. Prestasi terbaiknya adalah menempati posisi keenam klasemen di musim pertama, 2004/2005.

Sayang, baru dua musim berlaga di Bundesliga, pada kompetisi 2007/2008 mereka menempati posisi terakhir dan harus degradasi ke First League.

DATA STADION
-----------------------------
Nama Lengkap: Stadion Tivoli Neu
Dibangun/Dibuka: 1999
Renovasi: 2006
Dibuka: 2007
Klub Pemakai: FC Wacker Innsbruck
Kapasitas: 30.000 (selama Euro 2008), 17.400 (normal)





Hanya Sementara

Stadion Tivoli Neu punya satu keunikan dibandingkan dengan tujuh stadion penyelenggara Euro 2008 lain. Jika stadion lain membangun baru atau merenovasi stadion untuk memenuhi standar UEFA secara permanen, Tivoli Neu berbeda.

Stadion ini punya kapasitas asli 17.400 penonton. Khusus selama Euro 2008, kapasitas stadion ditingkatkan menjadi 30.000 penonton (maksimal hingga 32.000). Penambahan ini hanya meliputi 3/4 area penonton di stadion tersebut. Seusai menggelar tiga pertandingan Grup D, penambahan kapasitas ini akan dibongkar dan kapasitas stadion dikembalikan ke semula.

Meski bersifat sementara, selama Euro 2008 tidak terlihat sama sekali kesan penambahan tersebut. Dengan tinggi atap mencapai 42 meter, disebutkan bahwa penonton yang duduk di kursi paling atas akan menyaksikan pertandingan dari ketinggian 38 meter.

No comments: