Friday, November 14, 2008

Mana Yang Lebih Hebat?


Motivation of The Day : " Mana Yang Lebih Hebat? "

Kakek meletakkan surat kabar yang ia baca, kemudian menatapku melewati
kaca mata plusnya yang tebal.

"Apa itu cerdas?" tanyanya.

"Pandai berpikir." jawabku.

Kakek mengangguk. "Lalu apa itu rajin?"

"Suka bekerja." jawabku lagi.

"Kemarilah." Ia melambaikan tangan agar aku duduk di sisinya. Aku
mendekat dan duduk di kursi di sampingnya. Melihat dari dekat wajah
kakek yang diukir guratan usia tua, dibingkai sepasang mata teduh yang
menyimpan selaksa kebijaksanaan.

"Nah, sekarang katakan, apa yang kau naiki kemarin waktu menuju ke rumah
kakek?"

"Mobil."

"Benar, mobil. Apa yang membuatnya bergerak?"

"Mm... Roda.."

"Apakah roda hanya dapat melaju lurus ke depan?"

Aku menggeleng. "Tidak, roda dapat berbelok-belok. "

"Mengapa demikian?"

"Karena ada kemudinya." Jawabku lagi. Masih tak memahami apa hubungan
semua ini dengan pertanyaanku tadi.

Kakek tersenyum.

"'Roda' adalah 'rajin', karena ia selalu bergerak. Itulah kewajibannya,
pekerjaannya, tugas yang harus selalu ia lakukan. 'Kemudi' adalah
'cerdas', karena ialah yang berpikir, menentukan kemana roda harus
berbelok, ke kanan, atau ke kiri."

"Berarti 'cerdas' lebih hebat, karena tanpa kemudi, roda tak dapat
mengerti kemana harus mengarahkan lajunya!" Aku berseru.

"Begitukah? Jika tak ada roda apakah ia akan tetap hebat? Apa jadinya
kemudi tanpa roda, apakah mobil tetap dapat melaju?" Kakek bertanya.

"Berarti... 'rajin' lebih hebat. Walaupun tanpa kemudi, ia masih dapat
melaju." sahutku ragu-ragu.

"Dan membiarkan mobilnya menabrak segala sesuatu, karena tidak mengikuti
alur jalan yang berliku?"

Aku memandang kakek.

"Cucuku... Keduanya tidak akan menjadi hebat, bila berdiri
sendiri-sendiri, terpisah, tanpa mau bergabung. Karena kehebatan itu
hanya muncul bila mereka saling mendukung dan bekerja sama. Kemudi yang
menentukan arahnya, dan roda yang melajukan mobil sesuai tugasnya."

Kakek menatapku, "Kau tahu, apa yang membuat keduanya bekerja bersama?"

Aku menggeleng.

"Pengemudi mobilnya. Yang mengatur kemudi dan roda agar saling mendukung
dan berjalan bersama. Bagaimana laju mobilmu, halus atau kasar, menabrak
atau lancar, tergantung siapa yang duduk di tempat itu." jawab Kakek.

"Ia adalah hatimu." Telunjuknya terarah ke dadaku.

"Yang mengatur lajunya langkahmu. Dengannya kau memilih, apakah hanya
menjadi cerdas, atau hanya menjadi rajin, atau memutuskan mendudukkan
keduanya bersisian dan saling melengkapi satu sama lain.

Secerdas apapun seseorang, sebesar apapun idenya, tak akan berguna tanpa
kerja keras yang mewujudkannya menjadi nyata.

Serajin apapun seseorang, bila itu dilakukan tanpa pemikiran, hasilnya
hanya akan menjadi sia-sia."

Kakek menatapku dengan bijak.

"Jadi, menurutmu, mana yang lebih hebat, menjadi cerdas atau menjadi
rajin?"

"Menjadi keduanya." Kataku mantap, dengan senyum lebar membalas
senyumnya.

WTA Championships
Venus Memang Petenis Ulet

Mungkin saja laga final WTA Championships di Doha, Qatar, Minggu (9/11), tak sesuai dengan keinginan banyak pencinta tenis dunia.

Venus Williams, tetap incar posisi nomor satu dunia. (Foto: Getty Images)

Alih-alih menginginkan semifinal, plus final ideal dengan diisi empat petenis terdahsyat WTA, nama-nama seperti Jelena Jankovic, Dinara Safina, Serena Williams, dan si cantik Ana Ivanovic telah menepi dari persaingan.

Justru pelajaran seputar keuletan yang sesungguhnya disajikan dua petenis peringkat terendah kejuaraan, Venus Williams dan Vera Zvonareva, yang melaju ke babak akhir. Venus akhirnya menjadi juara setelah di final menaklukkan petenis Rusia itu dalam pertarungan tiga set, 6-7 (5), 6-0, 6-2.

Pertarungan dua petenis ulet itu berjalan seru. Vera, yang melangkah ke final setelah melalap semua lawan di grup, tak terkecuali Jelena, petenis nomor satu dunia, mengawali kemenangan di set pertama lewat tie break yang ketat.

Setelah unggul, 5-3, dengan servis di tangan dan skor 40-0, Zvonareva gagal menuntaskan gim kesembilan itu untuk kemenangannya. Justru Venus yang mampu mematahkan servis sehingga memaksa tie break. Bahkan, petenis Rusia berusia 24 tahun itu sempat tertinggal 1-5 di tie break sebelum ia mati-matian merebut enam angka berturut-turut untuk menyudahi set pertama yang mencekam itu.

Bermain Agresif

Namun, memasuki set kedua, sepertinya tenaga Zvonareva sudah habis. Apalagi di seberang lapangan, Venus, sang juara Wimbledon, tak mau menyerah mudah. Petenis AS yang di semifinal menjinakkan Jelena dalam tiga set ganti memegang kendali pada dua set berikutnya.

Dengan servis yang keras, smes, dan groundstrok e yang agresif, Venus akhirnya merebut dua set terakhir dengan mudah dalam waktu kurang dari 50 menit.

”Saya sangat senang,” ujar Venus. ”Saya bermain dengan lawan tangguh dan harus berjuang di setiap angka hingga pertandingan berakhir,” tambah kakak dari Serena yang kian mengembangkan senyum berkat hadiah uang sebesar 1,34 juta dolar AS (sekitar Rp 13 miliar) itu. Inilah untuk pertama kalinya hadiah bagi pemenang WTA Championship serupa jumlahnya dengan juara ATP Championship yang sedang bergulir di Shanghai.

“Modalku memang tak sebaik petenis yang bertanding di sini, tetapi aku sudah mencapai final. Ini di luar dugaanku, tetapi sekarang aku optimistis bisa membuat petenis mana pun menaruh respek kepadaku,” kata Vera pada Sunday Times.

Dengan gelar juara akhir tahun ini, ranking Venus melonjak dua titik dari delapan ke enam WTA. Begitu pula dengan Zvonareva, yang kini menempati posisi tujuh dunia.

“Saya tahu bahwa saya bisa meraih ranking lebih tinggi,” ujar Venus, mantan petenis nomor satu dunia yang kini menginjak usia 28 tahun. Meski belum kembali ke nomor satu, Venus sudah membuktikan bahwa ia memang petenis yang ulet. (Dede Isharrudin/ Sigit Nugroho)

HASIL PERTANDINGAN
---------------------------------------
Semifinal
Vera Zvonareva 7 3 6
Elena Dementieva 6 6 3

Jelena Jankovic 2 6 3
Venus Williams 6 2 6

Final
Venus 6 6 6
Vera 7 0 2

No comments: