
Tak Mudah Cina Juara
Prestasi kembali diukir pebulutangkis Cina. Untuk keenam kalinya Negeri Tirai Bambu ini merebut Piala Sudirman. Terakhir, Cina menjadi juara pada perhelatan di Scotstoun International Arena, Glasgow, Minggu (17/6), setelah mengalahkan Indonesia 3-0.
Kemenangan ini membuat Li Yongbo mengumbar senyum. Berbekal kesuksesannya ini, dia sangat optimistis bahwa pada pesta olahraga antarbangsa, Olimpiade Beijing 2008, pebulutangkis tuan rumah akan menyapu bersih seluruh lima medali emas yang disediakan.
“Kesuksesan ini merupakan tambahan modal untuk menuju Olimpiade Beijing 2008. Kami sangat optimistis pebulutangkis Cina akan merebut seluruh emas yang disediakan,” tutur Li Yongbo.
Zhang Ning, bintang Cina di kancah Piala Sudirman X, pun sangat senang karena dia kembali sukses mengantar negerinya menjadi juara setelah di Beijing 2005. Kali ini, Zhang juga menjadi kunci penutup kemenangan Cina dengan mengalahkan Adrianti Firdasari di partai ketiga.
Bagi Cina, Glasgow memberikan keberuntungan tersendiri. Sama seperti 10 tahun silam, kali ini Negeri Panda itu benar-benar sulit dibendung. Sejak babak penyisihan hingga final, mereka hanya sekali kehilangan satu partai, saat Lin Dan dikalahkan Lee Chong Wei di penyisihan grup. Selebihnya, seluruh lawan disapu 5-0.
Tidak Mudah
Sejak awal pun Cina menyebut selalu tidak mudah untuk mengatasi Indonesia. Saat jumpa pers sebelum pertandingan pun pelatih kepala Cina, Li Yongbo, mengakui melawan anak-anak Cipayung membutuhkan pekerjaan ekstra keras. Kalau sampai memandang enteng, bisa-bisa mereka menuai kekalahan.
Posisi Indonesia sebagai underdog diakui Li Yongbo sangat menguntungkan Indonesia. Padahal, meski tidak diunggulkan, Tim Merah-Putih memiliki kemampuan untuk mengejutkan semua lawan. Terbukti lawan kuat, seperti Denmark di penyisihan grup dan Inggris di semifinal, bisa disingkirkan.
“Saya akui Indonesia pun tidak bisa dipandang enteng. Mereka tetap kuat sebagai negara bulutangkis. Tidak mudah bertemu Indonesia. Lain cerita kalau kita jumpa tim lemah macam Kamboja atau Vietnam,” ujar Li Yongbo.
Pemain tunggal putri Zhang Ning pun menyatakan bahwa untuk mengalahkan Indonesia harus mengeluarkan seluruh kemampuan terbaik. Memang dirinya lebih beruntung mendapat lawan yang menjadi titik lemah Indonesia, tetapi tidak demikian halnya dengan rekan-rekannya.
“Perlu pejuangan keras. Saya pun dituntut selalu mencoba yang terbaik,” ujarnya. Selamat untuk Cina!
Hasil Final
Cina vs Indonesia (3-0)
Zheng Bo/Gao Ling vs Flandy Limpele/Vita Marissa 19-21, 21-17, 21-19; Cai Yun/Fu Haifeng vs Candra Wijaya/Markis Kido 21-11, 21-13; Zhang Ning vs Adrianti Firdasari 21-16, 21-9; Yang Wei/Zhao Tingting vs Greysia Polii/Vita Marissa; Lin Dan vs Taufik Hidayat (Dua partai akhir tak dipertandingkan)
Perjuangan Heroik Kita
Salah besar memandang Indonesia sebagai negara lemah. Di kejuaraan perseorangan, citra itu boleh dialamatkan. Cuma, jangan harap itu terjadi di kancah beregu, seperti perebutan Piala Sudirman X di Glasgow, 11-17 Juni.
Kalau sudah membela Merah-Putih secara tim, semangat dan motivasi pemain akan berlipat ganda. Kalau tidak dibekali semangat, bisa-bisa kita sudah disisihkan Inggris di semifinal, bahkan tersingkir sejak penyisihan grup. Sayang, berbekal semangat besar kita tak mampu menggusur Cina di final, Minggu (16/7)
“Cina memang lebih kuat. Meskipun begitu, perjuangan pemain kita sangat luar biasa: kalah, tetapi tetap membanggakan,” tutur manajer tim Lutfi Hamid.
Taufik Hidayat pun mengakui, meskipun gagal menyamai prestasi 1989, pemain Indonesia sudah menunjukkan kemampuan terbaiknya. Ada sisi posisif, yaitu kebersamaan dan kekompakan pemain terjaga. “Ini karena pemain dibekali semangat untuk tampil membela Indonesia sebaik mungkin,” sebutnya.
Sebelum itu, lihatlah perjuangan heroik pemain-pemain kita kala menggusur Inggris 3-2, Sabtu (16/6). Nasib kita benar-benar di ujung tanduk. Tertinggal 0-2, kemudian bisa membalikkan keadaan menjadi kemenangan. Semua pemain tampil hebat.
“Kalau sudah membela nama Indonesia, yang ada di dada ini hanya ingin hasil terbaik,” ujar Candra Wijaya.
Hal serupa dinyatakan Greysia Polii/Vita Marissa, yang membuat kedudukan Indonesia menjadi 2-2 setelah Taufik Hidayat mengatasi Andrew Smith. “Saya selalu bersemangat di lapangan,” sebut Grace.
Candra tak asal ngomong. Saat berpasangan dengan Markis Kido di partai penentuan lawan Anthony Clark/Robert Blair, siapa pun memuji hebat penampilannya: bersemangat dan tampil meledak-ledak. Saat memastikan kemenangan 3-2 atas Inggris, Candra melompat-lompat di lapangan.
Semangat pantang menyerah dan terus ngotot menutup kekurangan ganda yang baru pertama kali main di ajang resmi itu. Apalagi, formula Candra/Kido diakui layaknya berjudi setelah Kido/Hendra Setiawan selalu kalah dari ganda Inggris itu dalam dua pertemuan sebelumnya.
“Memang sedikit gambling ketika Candra kami pasangkan dengan Kido,” sebut koordinator pelatih, Christian Hadinata.
“Kalau sudah di partai penentuan, yang berbicara adalah mental dan keberanian. Karena itu, kita pilih Candra,” timpal pelatih ganda Herry Imam Pierngadi dan Sigit Pamungkas.
Prestasi kembali diukir pebulutangkis Cina. Untuk keenam kalinya Negeri Tirai Bambu ini merebut Piala Sudirman. Terakhir, Cina menjadi juara pada perhelatan di Scotstoun International Arena, Glasgow, Minggu (17/6), setelah mengalahkan Indonesia 3-0.
Kemenangan ini membuat Li Yongbo mengumbar senyum. Berbekal kesuksesannya ini, dia sangat optimistis bahwa pada pesta olahraga antarbangsa, Olimpiade Beijing 2008, pebulutangkis tuan rumah akan menyapu bersih seluruh lima medali emas yang disediakan.
“Kesuksesan ini merupakan tambahan modal untuk menuju Olimpiade Beijing 2008. Kami sangat optimistis pebulutangkis Cina akan merebut seluruh emas yang disediakan,” tutur Li Yongbo.
Zhang Ning, bintang Cina di kancah Piala Sudirman X, pun sangat senang karena dia kembali sukses mengantar negerinya menjadi juara setelah di Beijing 2005. Kali ini, Zhang juga menjadi kunci penutup kemenangan Cina dengan mengalahkan Adrianti Firdasari di partai ketiga.
Bagi Cina, Glasgow memberikan keberuntungan tersendiri. Sama seperti 10 tahun silam, kali ini Negeri Panda itu benar-benar sulit dibendung. Sejak babak penyisihan hingga final, mereka hanya sekali kehilangan satu partai, saat Lin Dan dikalahkan Lee Chong Wei di penyisihan grup. Selebihnya, seluruh lawan disapu 5-0.
Tidak Mudah
Sejak awal pun Cina menyebut selalu tidak mudah untuk mengatasi Indonesia. Saat jumpa pers sebelum pertandingan pun pelatih kepala Cina, Li Yongbo, mengakui melawan anak-anak Cipayung membutuhkan pekerjaan ekstra keras. Kalau sampai memandang enteng, bisa-bisa mereka menuai kekalahan.
Posisi Indonesia sebagai underdog diakui Li Yongbo sangat menguntungkan Indonesia. Padahal, meski tidak diunggulkan, Tim Merah-Putih memiliki kemampuan untuk mengejutkan semua lawan. Terbukti lawan kuat, seperti Denmark di penyisihan grup dan Inggris di semifinal, bisa disingkirkan.
“Saya akui Indonesia pun tidak bisa dipandang enteng. Mereka tetap kuat sebagai negara bulutangkis. Tidak mudah bertemu Indonesia. Lain cerita kalau kita jumpa tim lemah macam Kamboja atau Vietnam,” ujar Li Yongbo.
Pemain tunggal putri Zhang Ning pun menyatakan bahwa untuk mengalahkan Indonesia harus mengeluarkan seluruh kemampuan terbaik. Memang dirinya lebih beruntung mendapat lawan yang menjadi titik lemah Indonesia, tetapi tidak demikian halnya dengan rekan-rekannya.
“Perlu pejuangan keras. Saya pun dituntut selalu mencoba yang terbaik,” ujarnya. Selamat untuk Cina!
Hasil Final
Cina vs Indonesia (3-0)
Zheng Bo/Gao Ling vs Flandy Limpele/Vita Marissa 19-21, 21-17, 21-19; Cai Yun/Fu Haifeng vs Candra Wijaya/Markis Kido 21-11, 21-13; Zhang Ning vs Adrianti Firdasari 21-16, 21-9; Yang Wei/Zhao Tingting vs Greysia Polii/Vita Marissa; Lin Dan vs Taufik Hidayat (Dua partai akhir tak dipertandingkan)
Perjuangan Heroik Kita
Salah besar memandang Indonesia sebagai negara lemah. Di kejuaraan perseorangan, citra itu boleh dialamatkan. Cuma, jangan harap itu terjadi di kancah beregu, seperti perebutan Piala Sudirman X di Glasgow, 11-17 Juni.
Kalau sudah membela Merah-Putih secara tim, semangat dan motivasi pemain akan berlipat ganda. Kalau tidak dibekali semangat, bisa-bisa kita sudah disisihkan Inggris di semifinal, bahkan tersingkir sejak penyisihan grup. Sayang, berbekal semangat besar kita tak mampu menggusur Cina di final, Minggu (16/7)
“Cina memang lebih kuat. Meskipun begitu, perjuangan pemain kita sangat luar biasa: kalah, tetapi tetap membanggakan,” tutur manajer tim Lutfi Hamid.
Taufik Hidayat pun mengakui, meskipun gagal menyamai prestasi 1989, pemain Indonesia sudah menunjukkan kemampuan terbaiknya. Ada sisi posisif, yaitu kebersamaan dan kekompakan pemain terjaga. “Ini karena pemain dibekali semangat untuk tampil membela Indonesia sebaik mungkin,” sebutnya.
Sebelum itu, lihatlah perjuangan heroik pemain-pemain kita kala menggusur Inggris 3-2, Sabtu (16/6). Nasib kita benar-benar di ujung tanduk. Tertinggal 0-2, kemudian bisa membalikkan keadaan menjadi kemenangan. Semua pemain tampil hebat.
“Kalau sudah membela nama Indonesia, yang ada di dada ini hanya ingin hasil terbaik,” ujar Candra Wijaya.
Hal serupa dinyatakan Greysia Polii/Vita Marissa, yang membuat kedudukan Indonesia menjadi 2-2 setelah Taufik Hidayat mengatasi Andrew Smith. “Saya selalu bersemangat di lapangan,” sebut Grace.
Candra tak asal ngomong. Saat berpasangan dengan Markis Kido di partai penentuan lawan Anthony Clark/Robert Blair, siapa pun memuji hebat penampilannya: bersemangat dan tampil meledak-ledak. Saat memastikan kemenangan 3-2 atas Inggris, Candra melompat-lompat di lapangan.
Semangat pantang menyerah dan terus ngotot menutup kekurangan ganda yang baru pertama kali main di ajang resmi itu. Apalagi, formula Candra/Kido diakui layaknya berjudi setelah Kido/Hendra Setiawan selalu kalah dari ganda Inggris itu dalam dua pertemuan sebelumnya.
“Memang sedikit gambling ketika Candra kami pasangkan dengan Kido,” sebut koordinator pelatih, Christian Hadinata.
“Kalau sudah di partai penentuan, yang berbicara adalah mental dan keberanian. Karena itu, kita pilih Candra,” timpal pelatih ganda Herry Imam Pierngadi dan Sigit Pamungkas.
No comments:
Post a Comment