Monday, May 5, 2008

Brief History of International Labour Day




We trace a brief outline of the history of International Labour Day from the Pagan fertility festival – Beltane – to the Roman festival Floralia, to the fight for an 8-hour working day in the United States of America at the end of the 19th century – where International Labour Day has its roots, to the internationalizatio n of the movement. Curiously, the USA is one of the few countries which does not have a public holiday on May 1st.

Beltane, Festival of Light

Beltane (Bealtaine or Cetsamhain) is the name given to the Festival of Light celebrated by the British Celts, welcoming the death of Winter and the birth of Spring, celebrated at the beginning of May. It is a fertility festival, symbolizing the union between male and female forces and it was celebrated by lighting a new fire, meaning new life. Cattle passed through the fire or the smoke and young couples jumped over the flames so as to be protected with the new life.

Floralia

The beginning of May was also an important fertility festival for the Romans. They celebrated the Festival of Flora, Goddess of Flowers. The celebration of Flora was called Floralia, which lasted from 28th April to 2nd May. During the Middle Ages all over Europe, this time was celebrated with singing and dancing. People went to the forests to cut down a tree, to form a Maypole. This served as a focal point for village festivities.

May Celebrations in the New World

These European celebrations at the beginning of May, celebrating the beginning of the agricultural calendar (sowing and planting) crossed the Atlantic and although such celebrations were repressed by the Puritans, they survived in the New World.

How was International Labour Day born?

And it was in the USA that the labour movement was born, which would choose this day to focus its demands. The embrionic workers’ associations and unions organized themselves during the 19th century and began to fight against deplorable working conditions – a working day of between 8 and 10 hours and in many cases in conditions of extreme discomfort and/or danger. In some industries, the life expectancy did not reach 25 years of age!

The unions/associations formed the Federation of Organized Trades and Labor Unions – FOTLU (November 1881), later the American Labour Federation, which at its National Convention in Chicago in 1884, proclaimed that after 1st May 1886, the working day should be 8 hours. FOTLU announced a series of actions and strikes to apply pressure on the authorities to force them to implement the new working regime. Meanwhile the labour movement was brutally repressed by the Pinkerton security agents and the police.

When the day arrived, 1st May 1886, around 300,000 workers in 13,000 firms started to strike. Chicago was the epicentre of the labour movement and names such as Louis Lingg, Johann Most, Albert Parsons and August Spies will forever be linked with May 1st. The strikes and the revolutionary atmosphere created by the various factions linked to the labour movement continued during 2nd and 3rd May, but always in a climate of peace. However, everything would change the following day.

Haymarket Massacre

Due to the increasing brutality by the authorities against the peaceful labour movement, the workers decided to organise a public conference in Haymarket Square, Chicago, on May 4th. The main speaker, August Spies, addressed the crowd of workers and their families, including many children. Eye witnesses, which included the Mayor of Chicago, declared that his speech did not incite violence.

However, the police force decided to charge and attack the crowd; someone (and it is not clear whether it was a worker of an agent provocateur connected to the authorities, threw a bomb at the police and these responded by firing into the crowd.

Eight anarchist leaders were arrested and accused of instigating violence and the jury (chosen from among the corporate elitists) found them guity in one of the most blatant travesties of justice in history. Four were hanged, one committed suicide in his cell the night before the hanging in November 1887. The other three were pardoned six years later.

The day was never adopted as a public holiday in the USA but the workers’ movement and its claims echoed far and wide, reaching the four corners of the world, where May 1st started to become the focal point for demonstrations in favour of workers’ rights. International Socialist proclaimed the date International Labour Day in 1889.

In 1890, May Day demonstrations were generalised and worldwide, from the USA and Canada, to Brazil, Cuba, Peru, Chile, and across Europe from Ireland to Russia.

Timothy BANCROFT-HINCHEY



Pesan Moral dari Cerita Rakyat Papua

SP/Ruht Semiono

Penyanyi Edo Kondologit (kiri) tampil dalam Pentas Sastra Lisan "Nug Nug Wan" di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (2/5). "Nug Nug Wan" merupakan cerita rakyat dari Tobati Enggros, Jayapura, Papua yang diekspresikan dalam bentuk seni pertunjukan.

Berkumpul bersama merupakan adat kebiasaan masyarakat Papua. Saat itu, mereka bisa saling bertukar cerita atau anekdot. Banyak cerita-cerita itu yang diceritakan secara turun-temurun hingga sering dikira legenda rakyat. Melalui kisah tersebut, banyak pesan moral yang bisa dipetik, seperti yang diceritakan dalam Nug Nug Wan.

Cerita milik masyarakat Enggros Tobati, Jayapura Papua ini dikemas secara apik ke dalam bentuk seni pertunjukan teater oleh Yayasan Papua Art's Centre Entertainment (PACE). Pertunjukan yang digelar di teater Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada Jumat (2/5) tersebut menggabungkan seni tari dan musik dengan sastra lisan.

Menurut sutradara pertunjukan, Jefri Zeth Nendissa, sastra lisan merupakan budaya masyarakat Papua yang diwariskan turun-temurun. Tidak ada buku yang menuliskan kisah-kisah tersebut. Semua cerita diwariskan dari mulut ke mulut.

Kisah yang diangkat malam itu pun sebenarnya sangat sederhana. Diangkat dari "Mop" atau cerita komedi ringan yang dibumbui dengan nilai-nilai kebijaksanaan. Alkisah sepasang suami istri yang tamak, satu-satunya pemilik kolam ikan di dunia yang tidak diketahui oleh masyarakat. Namun akhirnya, rahasia mereka terbongkar juga sehingga kolam tersebut dihancurkan oleh tuan tanah sehingga ikan-ikan di dalamnya dapat dimiliki oleh masyarakat. Kolam yang terbongkar tersebut kemudian dipercaya sebagai teluk Yotefa.

Nendissa mengatakan tujuan awal ia mengangkat cerita rakyat milik desa Tobati dan Enggros adalah untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas sebuah kisah anekdot mengenai asal usul teluk indah yang terletak di sebelah utara pulau Irian tersebut.

Seni pertunjukan ini menggabungkan nyanyian khas Papua dan tari-tarian rakyat sehingga menarik ditonton. Belum lagi para penonton juga dimanjakan suara merdu Edo Kondologit dan Michael "Idol" Jakarimilena. Edo berperan sebagai pencerita yang membimbing penonton memahami isi dari kisah yang disampaikan. Namun, tidak hanya sebagai narator, Edo juga mengambil bagian sebagai penyanyi dan penari dalam pertunjukan tersebut.

Pemeran suami atau ayi dalam pertunjukan tersebut adalah Michael Jakarimilena. Ia juga merupakan finalis Indonesia idol 2004. selain berakting dalam pertunjukan ini, ia juga menunjukkan kebolehannya bernyanyi. Pemeran istri atau anyi adalah Putri Nere, reporter sebuah stasiun swasta yang juga pernah ikut dalam ajang Miss Indonesia 2006.

Pertunjukan juga bergulir secara ringkas, ringan dan dibumbui banyak komedi sehingga terasa ringan. Para penari bergerak secara luwes dan dinamis mengikuti irama lagu pop Papua seperti "Pangkur Sagu" yang dikolaborasikan dengan tarian pergaulan Papua, Yosim Pancar.

Sulit Dicerna

Setting panggung yang sederhana juga tidak terlihat kaku. Sayangnya, pertunjukan teater tersebut berdialog dalam bahasa Indonesia dengan dialek Papua yang fasih sehingga sulit dicerna bagi orang awam yang jarang mendengar.

Tata panggung juga disusun dengan apik dengan setting lampu yang pas. Namun sayangnya, pada beberapa adegan, tata suara agak kacau dan saling tumpang tindih sehingga mengganggu pertunjukan. Namun, gangguan tersebut tidak membuat penonton kecewa. Berkali-kali terdengar tawa penonton melihat akting para pemain teater yang berdialog secara natural dan atraktif dengan penonton.

Tidak heran. Walau membawa budaya khas Papua dan pemain-pemain serta penari yang semuanya merupakan produk Papua, jalan cerita Nug Nug Wan kental dengan unsur pop yang ringan. Jefri Zeth Nendissa, arsitek dibalik pertunjukan ini sudah mengemban ilmunya selama bertahun-tahun di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Ia mengatakan sudah saatnya cerita rakyat milik tanah Papua diceritakan kepada masyarakat luas dengan cara yang ringan, seperti halnya cerita-cerita ini dikisahkan turun-temurun dengan cara yang ringan.

Judul Nug Nug Wan yang ia pilih berarti cerita dari kampung. Jefri mengatakan anekdot teluk Yotefa tersebut dipilih sebagai jalan cerita karena ia memiliki rasa kedekatan dengan lokasi teluk tersebut. Lahir dan besar di Jayapura, Jefri mengatakan ia tumbuh dan besar dengan cerita tersebut. Riset yang untuk pertunjukan ini juga hanya sekitar 2 minggu. Itu pun untuk memperdalam detail cerita dengan menggandeng masyarakat asli Tobati Enggros untuk ikut serta dalam pertunjukan Nug Nug Wan.

Hadir pula malam itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, yang juga merupakan tokoh adat masyarakat Papua. Ia mengungkapkan perlunya pertunjukan- pertunjukan kebudayaan seperti Nug Nug Wan untuk mengangkat budaya Timur agar dapat dikenal luas hingga ke negri seberang. Tokoh-tokoh lain yang hadir adalah seperti beberapa pemangku masyarakat adat Papua serta pasangan artis Nia Zulkarnaen dan Ari Sihasale yang mengaku menikmati pertunjukan tersebut. [CAT/U-5]



WINNER VS LOSER
« on: May 03, 2008, 08:51:00 PM »

Winner
The Winner is always part of the answer;
The Winner always has a program;
The Winner says, "Let me do it for you";
The Winner sees an answer for every problem;
When a Winner makes a mistake, he says, "I was wrong";
A Winner makes commitments;
Winners say, "I must do something";


Loser
The Loser is always part of the problem.
The Loser always has an excuse.
The Loser says, "That is not my job."
The Loser sees a problem for every answer.
When a Loser makes a mistake, he says, "It wasn't my fault."
A Loser makes promises.
Losers say, "Something must be done."

No comments: