Thursday, May 15, 2008

Gerakan yang amat luas






Untuk memberi gambaran tentang luasnya gerakan atau aksi-aksi menentang naiknya harga BBM berikut ini disajikan sejumlah kecil kutipan berita-berita dari berbagai sumber, antara lain :

“Menurut VHR 13 Mei 2008, Front Pembebasan Nasional yang terdiri dari organisasi-organisa si ABM, PRP, SMI, PPRM, WALHI, FBTN, Perempuan Mahardika, KPA Serikat Pengamen Indonesia, IGJ, LBH JAKARTA, LBH FAS, JGM, KORBAN, ARM, PRAXIS, IKOHI, SPEED, SIEKAP, BUTRI, PERGERAKAN, PAWANG telah mengeluarkan pernyataan menentang kenaikan BBM. Pernyataan itu berbunyi : « Genderang perlawanan rakyat Indonesia, melawan rencana kenaikan harga BBM telah dibunyikan; mahasiswa, kaum miskin kota, kaum buruh, kaum tani dan perempuan di seluruh penjuru Indonesia, setiap hari melakukan aksi-aksi, dan terus membesar dan menyatu dari hari ke hari. Ini menunjukkan, bahwa tingkat kesejahteraan rakyat sudah dalam batas yang paling rendah, sehingga kenaikan harga BBM sebesar 30 %, tidak akan lagi sanggup di tanggung oleh rakyat Indonesia”.

* * *

Mahasiswa yang berdemonstrasi di depan Istana Merdeka sejak Senin (12/5) tidak patah arang. Mereka berusaha mendapat dukungan dari dewan perwakilan rakyat di 11 daerah di seluruh Indonesia. DPRD Semarang, Jogja, dan Riau telah menyatakan sikapnya dengan mendukung Tujuh Gugatan Rakyat (Tugu Rakyat). Pada Rabu (21/5) nanti, sekitar 40.000 mahasiswa dari seluruh Indonesia akan kembali ke depan Istana Merdeka Jakarta untuk mengajak rakyat agar mencabut amanah konstitusi yang telah diberikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Pencabutan amanah ini menyusul kekecewaan mahasiswa karena SBY tidak memberikan respon positif terhadap Tugu Rakyat. Tugu Rakyat menuntut agar pemerintah menasionalisasikan aset-aset strategis bangsa, perwujudan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang terjangkau rakyat, serta penuntasan kasus BLBI dan korupsi Soeharto beserta kroni-kroninya. Selain itu, mereka juga menuntut pengembalian kedaulatan bangsa pada sektor pangan, ekonomi, dan energi; penjaminan ketersediaan dan keterjangkauan harga kebutuhan pokok bagi rakyat; penuntasan reformasi birokrasi dan berantas mafia peradilan; serta penyelamatan lingkungan (Tempo Interaktif, 13 Mei 2008)

Akan mengepung Istana 21 Mei

Ribuan mahasiswa di berbagai daerah, kembali menggelar aksi demonstrasi turun ke jalan menolak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Aksi demo mahasiswa di berbagai daerah ini kembali diwarnai bentrokan dengan polisi. Dalam aksinya itu, mahasiswa tetap menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membatalkan rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Jika tuntutan itu tidak dipenuhi, para mahasiswa mengancam akan menggelar aksi demo yang lebih besar lagi.



Aksi menginap di depan Istana Negara sudah berakhir. Namun, itu bukan berarti demo akan mengendur, karena mahasiswa telah menyiapkan aksi demo besar-besaran pada 21 Mei mendatang untuk memprotes kebijakan SBY yang dinilai menyusahkan masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Indonesia memberikan tenggat waktu satu pekan kepada pemerintah untuk merealisasikan tuntutan para mahasiswa. Penegasan ini disampaikan dalam orasi sebelum ribuan mahasiswa dari BEM se-Indonesia yang menginap di depan Istana Negara membubarkan diri. Massa mahasiswa langsung berjalan menuju Bundaran Hotel Indonesia (HI). Beberapa aktivis menegaskan, mereka akan kembali mengepung Istana Merdeka pada 21 Mei mendatang dengan aksi demo besar-besaran, apabila pemerintah tidak merespons tuntutan mereka.



Sementara itu, di Bojonegoro, Jatim, aksi unjuk rasa puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bojonegoro, di gedung DPRD setempat, diwarnai perkelahian antara mahasiswa dan polisi. Sedangkan di Toli-toli, Sulteng, aksi unjuk rasa yang dilakukan aliansi mahasiswa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan BEM Universitas Madako (Umada) nyaris bentrok dengan polisi. Insiden itu bermula ketika puluhan demonstran memaksakan diri masuk ke dalam gedung DPRD Tolitoli, namun dihalau puluhan aparat yang sudah berjaga-jaga dari awalnya.



Massa mahasiswa ini semakin kecewa karena ketika mereka berorasi di depan gedung dewan tidak ada satu pun wakil rakyat itu menemui mereka karena situasinya masih dalam masa reses. Meskipun begitu, para demonstran tetap mamaksakan diri untuk menduduki Gedung DPRD Tolitoli yang berada di depan bundaran "Kota Cengkih" ini.



Sedangkan di Madiun, sedikitnya 20 mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Madiun menduduki kantor Radio Republik Indonesia (RRI) setempat.

Mahasiswa yang datang dengan menggunakan kendaraan bermotor tersebut, sebelum melakukan pendudukan ruang rekaman RRI Madiun, melakukan orasi di depan pintu masuk RRI. Dalam orasinya mereka menuntut pemerintah membatalkan rencana menaikkan harga BBM. Setelah melakukan orasi di depan kantor RRI di Jalan Mayjen Panjaitan Kota Madiun, selanjutya massa dari HMI yang diwaliki oleh beberapa perwakilan mendesak pihak RRI untuk menyiarkan secara langsung tuntutan mereka. "Radio merupakan salah satu media yang bisa dijangkau oleh semua masyarakat. Dengan disiarkan melalui radio, maka penolakan terhadap kenaikan harga BBM bisa didengar oleh siapa saja, termasuk pemerintah," katanya menambahkan.



Di Bandung, puluhan mahasiswa Universitas Pasundan (Unpas) melakukan aksi bakar ban bekas dan menggelar teatrikal di tengah Jalan Lengkong Besar, Bandung. Aksi yang berlangsung selama sekitar satu jam itu sempat memacetkan arus lalu lintas kendaraan bermotor di kawasan tersebut.

Hal itu mengundang aparat kepolisian setempat untuk melakukan pengamanan aksi unjuk rasa yang dimotori mahasiswa Fakultas Hukum dan Fakultas Sosial dan Pemerintahan itu.



Koordinator aksi, Adnan Yusuf, menyampaikan pernyataan sikap terkait dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM tersebut. "Kami mahasiswa Bandung menolak kenaikan BBM, karena akan berdampak pada kesengsaraan rakyat miskin. Jangan sampai bangsa yang kaya sumber daya alam ini mati di lumbung sendiri," katanya.



Sedangkan di Blitar, aktivis GMNI dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) turun ke jalan untuk menolak rencana kenaikan tarif BBM. (Suara Karya, 14 Mei 2008)


A Luxurious Presence

When we planned a weekend away together, we were seeking to find a place where we could escape from the business of our day-to-day lives. We needed to go to a place that would allow us to put things back into proper perspective, focus on our lives as a couple and to examine our priorities.
After we checked in, our first interaction with another guest was our encounter with the man and his fancy car in the circular driveway in front of the Mansion. He was blocking the narrow driveway, car parked, door wide opened. We could have easily continued along, if only he would have closed the door to his car.

The concierge ran up to our car window with a sense of urgency and a hint of authority uttering that was something wrong with the hydraulics system of the car. We quietly sat in our car, observing the man with his broken down, door wide opened Jaguar.

My husband is a skilled auto technician with a good heart who has worked on the finest of cars. I knew that my husband was fully present in our quest to create space where we could focus on our lives together when he chose not to engage in the stranger's situation or try to rescue him.

Several minutes passed before the car owner approached us with an apology. He explained that the car was inoperable and that he could not close his door, as his hands had gotten dirty so he could not touch his car door to close it to allow us to get by.

The man with the broken down Jaguar's reality was clear to us, the cleanliness of his car door should take priority over our ability to exit the driveway at this time.

My husband's reaction was calm. He went to his toolbox in the back of our car, pulled out a clean rag, handed it to the man and suggested that it could be used to close the door so that we could be on our way. The man seemed a bit hesitant to accept such a simple solution to what seemed to be a very difficult situation for him, but he accepted the rag, closed his door and watched with a rather puzzled look on his face as we drove away.

We arrived at the building where we would stay for night and agreed to head out for a walk and some lunch after dropping off our bags. Our room was on the lower level of the building. It was well appointed with amenities, spacious and bit dark as it lacked the capacity to allow natural light to come in.

We noticed the note card on the bed almost immediately. It said that the resort as environmentally conscience and would only wash sheets every other day, unless otherwise requested, in an effort to conserve water.

We both agreed that we were happy to be in such and environmentally conscience place, as conservation was something we both are compassionate about.

We held hands as we walked and discussed the lessons of Eckhart Tolle that we had engaged in earlier as we set out to explore the place of luxury.

We checked out the spa, to see what it offered as a means of "getting away from it all." It was a busy place, filled with people dressed in fancy white bathrobes and black plastic slippers where fresh towels abound. "So this is what luxury looks like", I found myself thinking. I refilled my reusable water bottle while were there and we were on our way.

After observing the spa, we found an outside café that seemed like a great spot to stop for some lunch. While we waited for our salads, we talked about how we were both surprised that the same facility which washed sheets every other day rather than every day in an effort to be environmentally conscience, did not have a place to recycle all those plastic cups in the spa.

As we looked out over the golf course, we wondered if they kept the greens looking so lovely without the use of chemicals. Our shared effort to live with as little impact to our planet as possible was the topic of conversation during our lunch together.

We examined the options available in order to make the best choice possible with regards to the enormous amounts of left over salad on our plates when we were done eating. Our waitress explained that people complained if large quantities of food were not served. She also explained that almost no one finishes those large quantities.

We asked if they composted. We found out they do not. We discussed how using the restaurant's disposable container to take the leftovers with us would create additional waste beyond what we already were looking at. We resolved to not take the leftovers and to bring our own reusable container from now on when we go out to eat.

We made the most of the rest of our trip to the luxury spa. We used their facilities, dined at their restaurants and did our best to hold true to our own beliefs along the way. We learned that one man's luxury differs greatly from another's. The amenities at the spa that were placed there for our comfort in the first place, were the same things that made us uncomfortable. We do not like to support, create or contribute to avoidable waste. We did not give careful thought to what we were doing when we arranged to come to the luxury resort. We focused only on finding a place that we could rest comfortably and be together. When we came across the luxury spa's website, it seemed perfect at the time.

Would we go back to the luxury spa? Absolutely not, but not because they did not provide everything they promised. We will not go back because when we slowed down to think about it, if we were really present when we sought to find the perfect "getaway" spot, we would have recognized that the luxury spa was not a place we would want to support. This was a place that would put any environmentally conscience person outside of their comfort zone, us included.

We did however get exactly what were seeking in the first place. What we sought, we did not find by the golf course, in a fancy white robe or even inside the resort's swanky castle. What we got, was our return to presence, something we possessed all along and had lost sight of. We learned from our experience at the resort and left with a new appreciation for what comfort and luxury really mean to us.

Most importantly we will remember that the only place we will ever need to go to experience what we sought in the first place, is within. (Shirley Warren)




" Beranilah Mengambil Resiko "

*Bila ditulis dalam bahasa Cina, kata krisis terdiri dari dua huruf. Yang satu mewakili ancaman dan yang satu lagi mewakili peluang* - *John F. Kennedy*.

Resiko selalu menakutkan karena ia menawarkan seratus kemungkinan, seribu ketidakpastian dan sejuta kegagalan. Bayang-bayang ini selalu mengerikan bagi siapa saja. Tapi tahukah Anda bahwa resiko selalu menyembunyikan wajah satunya : peluang ? Peluang selalu menggoda siapa saja karena ia menjanjikan seratus kemungkinan, seribu harapan dan sejuta keberhasilan.



Jangan pernah memandang koin kehidupan dari sisi resiko, tapi baliklah, maka Anda akan menemukan sisi peluang.
Mampukah Anda membalik takdir Anda dari resiko menjadi peluang ? Ingat, tidak banyak orang yang berani melakukannya.

Sekitar 100 tahun lalu, seorang dokter tua dari desa pergi ke kota . Setelah mengikatkan kudanya dan masuk ke dalam sebuah toko obat, dia mulai berbicara dengan pegawai muda toko obat itu. Dokter tua itu mencoba menjual sesuatu kepada pemuda itu. Beberapa saat kemudian dokter itu keluar menuju keretanya dan kembali dengan membawa sebuah ketel kuno dan sebuah gayung kayu besar.


Ditunjukkannya ketel tua itu kepada pemuda tersebut yang kemudian memeriksanya. Dimasukkan tangannya ke dalam saku untuk mengambil uang $ 500 - seluruh simpanannya. Uang itu diberikannya kepada dokter itu yang lalu menyerahkan secarik kertas yang memuat sebuah resep rahasia. Kata-kata dalam lembaran kertas itu sebenarnya harta-karun yang besar, yang saat itu tidak disadari baik oleh dokter dan pemuda itu. Dokter tua senang dapat menjual ketel beserta isinya dengan harga $ 500. Sementara pemuda itu mengambil kesempatan besar dengan mempertaruhkan seluruh simpanannya untuk mendapatkan sebuah ketel tua dan secarik kertas belaka...


Pemuda itu sadar bahwa apa yang baru saja dibelinya itu tidak lain adalah sebuah gagasan besar.



Kisah ini selanjutnya telah menjadi sejarah besar karena pegawai toko itu yang bernama Asa Candler - ketel tua dan secarik kertas kecil itu memiliki peran besar mengenalkan Coca Cola ke seluruh dunia.

*INILAH PRINSIP-PRINSIP KESUKSESAN ITU*

Kesuksesan besar berkembang dari sebuah gagasan dan keberanian dalam mengambil resiko.
Asa Candler berani mempertaruhkan seluruh simpanan $ 500 untuk sebuah ketel tua dan resep rahasia. Jika Asa Candler tidak berani mengambil resiko itu mungkin kita tidak mendengar nama Coca Cola. Tapi karena keberanian besar yang diambilnya, dia pantas mendapatkan kekayaan ini dan dunia dapat menikmati minuman coke yang nikmat itu.

Tiga Penyerang Menjauh dari Anfield

Liverpool - Steven Gerrard berharap Liverpool mendatangkan beberapa pemain baru untuk menghadapi musim depan. Sementara belum ada yang masuk, tiga pemain malah cenderung menjauh dari Anfield.

Tiga pemain tersebut adalah Harry Kewell, Peter Crouch, dan Andriy Voronin. Kewell di akhir pekan lalu dipastikan manajer Rafael Benitez free transfer karena kedua pihak tidak mencapai kata sepakat untuk kontrak baru, salah satunya karena Kewell keberatan apabila gajinya diturunkan.

Dengan demikian selesailah masa kerja lima tahun Kewell di Merseyside. Selama itu ia hanya terlibat dalam 139 pertandingan resmi The Reds karena cedera telah menjadi kawan akrabnya. Ia bahkan sudah tak pernah membela Liverpool lagi sejak klubnya kalah 1-2 dari Barnsley di Piala FA 16 Februari lalu.

Tentang Crouch, penyerang ceking-jangkung ini sedang dalam posisi tak jelas. Gara-gara kehilangan tempat di skuad utama -- Benitez menomorsatukan duet Fernando Torres dan Dirk Kuyt --, nasib striker internasional Inggris ini pun menjadi gamang.

Ia kabarnya disodorkan pula kepada Aston Villa dalam upaya Benitez mendapatkan gelandang Gareth Barry. Crouch terakhir diisukan tengah diincar klub Spanyol Villarreal. Adapun Liverpool disebut-sebut tidak keberatan melepas eks pemain Southampton itu itu jika mendapat harga yang pantas.

Sementara Voronin sedang didekati VfB Stuttgart. Dilansir situs Goal, agen penyerang Ukraina itu telah melakukan kontak dengan direktur sport Stuttgart, Jochen Schneider, tentang kemungkinan membawa pemain berusia 29 tahun itu kembali ke Jerman.

Voronin bergabung dengan Liverpool sebagai free agent pada musim panas tahun lalu. Sama seperti Crouch, secara reguler ia gagal menembus tim inti. Ia hanya bermain dalam 19 pertandingan liga, kebanyakan dari bangku cadangan, dengan mengemas lima gol.

Di musim terakhirnya di Bayer Leverkusen, pemain gondrong itu bermain 31 kali di Bundesliga dan mengukir 10 gol. Ia masih terikat kontrak hingga 2011, tapi kabarnya Liverpool tidak keberatan pula untuk melepas Voronin, baik menjual atau sekadar meminjamkannya.

Sementara itu Gerrard menyerukan timnya melakukan perekrutan lagi untuk menguatkan skuad sehingga mimpi panjang mereka yang masih belum terwujud, yakni kembali menjuarai Liga Inggris, bisa terwujud.

"Kami perlu bantuan dan pemain-pemain baru. Manajer juga butuh pertolongan dari direksi untuk mewujudkan perekrutan itu, dan membuat kami lebih kuat. Saya tidak tahu banyak rencana transfer Rafa. Dia belum mengontak saya dan menyebut nama-nama," ungkap Gerrard.

"Tapi dia memang meyakinkan saya dan pemain-pemain lain bahwa jika ada pemain yang bisa digaet dan bisa menguatkan tim ini, maka dia (Benitez) akan memburu dan membeli pemain itu. Adalah penting jika Rafa mendapat dukungan yang sepantasnya," tukas sang kapten. ( a2s / ian )



'Final' Seri A
Inter Juga Mungkin Tanpa Fansnya

Roma - Bisa jadi karena prinsip keadilan, fans Inter Milan kemungkinan akan dilarang hadir di Ennio Tardini, seperti halnya pendukung AS Roma yang diharamkan ke Catania.

Seperti diketahui, fans AS Roma dicekal masuk Sisilia saat Giallorossi melawat ke Estadio Angelo Massimino pada hari Minggu (18/5/2008) mendatang. Alasan utama pencekalan tersebut adalah mengurangi risiko-risiko yang ada terutama kerusuhan suporter.

Malangnya, hanya fans Roma yang diperlakukan demikian. Sementara pendukung Inter, yang akan mengikuti timnya bertanding diperbolehkan datang ke Ennio Tardini oleh Osservatorio, komisi yang berwenang mengevaluasi risiko yang ada dalam olahraga.

Kecaman pun muncul atas keputusan Osservatorio itu, salah satunya datang dari ketua Lega Calcio Antonio Matarrese. "Fans Roma harusnya diperbolehkan melawat ke Catania karena pertandingan ini merupakan pertandingan yang patut disaksikan tanpa adanya perbedaan," ungkapnya kemarin.

Pernyataan tersebut langsung menuai reaksi dari Osservatorio. Kabarnya mereka langsung menggelar rapat darurat untuk memutuskan mengenai pencekalan suporter di giornata pamungkas Seri A 2007/2008 ini. Demikian seperti diwartakan Channel4, Rabu (14/5/2008).

Dari hasil rapat tersebut ada satu keputusan yang sudah diambil, yaitu pencekalan terhadap fans Roma tetap dilakukan. Sedangkan keputusan lain, kabarnya, fans Inter juga akan dilarang untuk hadir di Ennio Tardini.

Meski belum bisa dipastikan, namun indikasi adanya kebenaran pada kabar tersebut terlihat pada ditundanya penjualan tiket untuk laga Parma kontra Inter. Keputusan final dari Osservatorio kemungkinan baru akan diketahui besok.



Urusi Sepatu Berhadiah Mercy

Birmingham - James McPike bisa jadi adalah boot boy paling beruntung di Liga Primer Inggris. Pemain muda klub Birmingham City, yang baru saja tergusur dari Premiership, tersebut dapat mobil Mercy berkat mengurusi sepatu dan hal remeh temeh lainnya.

Di sebuah klub, boot boy biasa ditugasi membayangi pemain bintang dengan tujuan menimba ilmu. Si yunior lantas memberikan imbalan dengan membantu seniornya, utamanya mengurusi sepatu. Di akhir musim, si bocah sepatu bisa ketiban untung dengan mendapat suvenir, yang umumnya adalah sepatu bekas pakai pemain yang jadi tutornya.

Untuk James, suvenir dimaksud adalah sebuah mobil Mercedes. Pemain muda Birmingham tersebut ditugasi "menempel" penyerang asal Prancis Olivier Kapo, yang kemudian memberikan mobil seharga 30 ribu pounds (sekitar Rp 540 juta) sebagai kompensasi dari sepatu bekas.

Tak ayal James menganggap kalau sang senior hanya sekadar bergurau. Pemuda kelahiran 4 Oktober 1988 tersebut juga menukas kalau dirinya tak mampu membayar asuransi mobil semahal itu. Tapi Kapo benar-benar berniat memberikan mobilnya, sampai-sampai menyupiri James pulang, menyerahkan kunci mobil dan perlengkapan lainnya, serta bersikeras membayar asuransi mobil untuk setahun.

Seorang sumber klub menyatakan bahwa James sebenarnya hanya meminta sepatu bekas Kapo untuk menandai akhir musim. "Dia jelas kecewa ketika Kapo menjawab dia sudah membawanya pulang. Dia (Kapo) memberikan hadiah lain yang lebih luar biasa saat dia menyerahkan serangkaian kunci," sebut sumber itu seperti dilansir Daily Mail.

Buat Kapo yang setahunnya mendapat bayaran 1,5 juta pound (sekitar Rp 27 miliar) di Birmingham, Mercedes yang dihibahkannya ke James tampaknya tak terlalu berarti, meski baru dibelinya sekitar setahun silam. Toh di garasi dia masih punya Porsche dan Hummer.

Buat James sendiri, yang bayarannya diduga hanya berkisar 300 pound (sekitar Rp 5,4 juta) per pekan, hadiah ini jelas luar biasa. Pemain yang sudah dikontrak Birmingham secara profesional pada usia 17 tahun tersebut pun langsung bergaya dengan mengendarai mobil barunya ke tempat latihan tim.

Alhasil, Manajer Birmingham Alex McLeish terkaget-kaget melihat sang anak didiknya datang dengan mobil mahal. Setelahnya, dia baru tahu kalau Mercedes tersebut adalah hadiah dari Kapo.

"Itu tindakan luar biasa dan suatu hal yang menegaskan karakter Kapo. Dia pernah di Italia bersama Juventus, salah satu klub terbesar di dunia, namun dia jelas tidak melupakan saat-saat dirinya masih jadi pemain muda yang penuh cita-cita, mengharapkan hal yang lebih baik dan besar," tutur McLeish.

Nah, berhubung Kapo sepertinya sedang sedemikian dermawan, sang pelatih kemudian mencoba ambil kesempatan. Mau apa? Ya, ikut minta jatah hadiah.

"Karena dia sedang murah hati, saya tanya apa sih yang dilakukannya dengan rumah yang sudah ditinggalkan di Turin. Sayangnya dia cuma nyengir dan bilang 'kalau itu saya ingin menyimpannya'," ceplos McLeish.


No comments: