Oleh Drs. H. Zainuddin Sri Kuntjoro, MPsi.
Dalam dunia kerja, komitmen seseorang terhadap organisasi/perusaha an seringkali menjadi isu yang sangat penting. Saking pentingnya hal tersebut, sampai-sampai beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan/posisi yang ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan pekerjaan. Sayangnya meskipun hal ini sudah sangat umum namun tidak jarang pengusaha maupun pegawai masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Dalam rangka memahami apa sebenarnya komitmen individu terhadap organisasi/perusaha an, apa dampaknya bila komitmen tersebut tidak diperoleh dan mengapa hal tersebut perlu dipahami, penulis mencoba menjelaskannya dalam artikel pendek ini.
Pengertian
Porter (Mowday, dkk, 1982:27) mendefinisikan komitment organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu :
1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
2. Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi.
3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi).
Sedangkan Richard M. Steers (1985 : 50) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi
Secara singkat pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi dari beberapa ahli diatas mempunyai penekanan yang hampir sama yaitu proses pada individu (pegawai) dalam mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Disamping itu, komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau organisasi secara aktif. Karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.
Jenis Komitmen
Komitmen organisasi dapat dibedakan menjadi 2 bagian:
1. Jenis Komitmen menurut Allen & Meyer
Allen dan Meyer (dalam Dunham, dkk 1994: 370 ) membedakan komitmen organisasi atas tiga komponen, yaitu : afektif, normatif dan continuance.
* Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi.
* Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi.
* Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi.
Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Pegawai dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu pegawai dengan komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Pegawai yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.
Setiap pegawai memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Pegawai yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan pegawai yang berdasarkan continuance. Pegawai yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.
2. Jenis komitmen organisasi dari Mowday, Porter dan Steers
Komitmen organisasi dari Mowday, Porter dan Steers lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen organisasi ini memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku. Sikap mencakup:
* Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.
* Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dna tanggungjawab pekerjaan yang diberikan padanya.
* Kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.
Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah:
Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat maju. Pegawai dengan komitmen tinggi, ikut memperhatikan nasib organisasi.
Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu lama.
Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pegawaian dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.
Menumbuhkan Komitmen
Komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu : identifikasi, keterlibatan dan loyalitas pegawai terhadap organisasi atau organisasinya
1. Identifikasi
Identifikasi, yang mewujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena pegawai menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula (Pareek, 1994 : 113).
2. Keterlibatan
Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkab mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Disamping itu, dengan melakukan hal tersebut maka pegawai merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan (Sutarto, 1989 :79). Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula (Steer, 1985). Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi, tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pegawai yang keterlibatannya lebih rendah.
Ahli lain, Beynon (dalam Marchington, 1986 : 61) mengatakan bahwa partisipasi akan meningkat apabila mereka menghadapi suatu situasi yang penting untuk mereka diskusikan bersama, dan salah satu situasi yang perlu didiskusikan bersama tersebut adalah kebutuhan serta kepentingan pribadi yang ingin dicapai oleh pegawai dalam organisasi. Apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi hingga pegawai memperoleh kepuasan kerja, maka pegawaipun akan menyadari pentingnya memiliki kesediaan untuk menyumbangkan usaha dan kontribusi bagi kepentingan organisasi. Sebab hanya dengan pencapaian kepentingan organisasilah, kepentingan merekapun akan lebih terpuaskan.
3. Loyalitas
loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun (Wignyo-soebroto, 1987). Kesediaan pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila pegawai merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja.
Pegawai Kontrak
Mengingat bahwa seringkali di dalam suatu organisasi terdiri dari pegawai tetap dan juga pegawai kontrak, maka masalah komitmen seringkali menjadi pertanyaan pihak organisasi terhadap pegawai kontrak. Secara psikologis tentu perlu dicermati, karena komitmen organisasi, munculnya lebih psikologis dibanding kebutuhan sosial-ekonomi yang bersumber dari gaji atau upah. Orang mencari kerja awalanya agar memperolah status sebagai pegawai dan mendapatkan imbalan berupa gaji atau upah. Namun setelah bekerja tuntutannya cenderung menjadi meningkat, misalnya apakah suasana kerjanya menyenangkan atau tidak, apakah ia merasa sejahtera atau tidak, merasa puas dengan pekerjaan dan apa yang didapat, dsb. Semua faktor tersebut akan memberikan andil terhadap munculnya komitmen organisasi. Pada pegawai kontrak, umumnya masa 6 (enam) bulan pertama adalah periode dimana pegawai baru menyesuaikan diri dengan tugas, dan biasanya pada saat tersebut lah ia baru terlihat efisien dalam menjalankan tugas-tugasnya. Namun sayangnya jika ia ternyata cuma dikontrak 1 (satu) tahun, maka dalam bulan-bulan berikutnya ia sudah harus berpikir bahwa akhir tahun masa kontrak habis dan harus memperpanjang, itupun masih meragukan apakah dapat diperpanjang atau tidak; jika secara kebetulan ternyata tidak dapat diperpanjang maka secara disadari atau tidak ketentraman dalam menjalankan tugas terganggu. Begitu juga jika diperpanjang untuk tahun kedua, maka pada akhir tahun pegawai umumnya sudah terlihat gelisah karena setelah tahun kedua kemungkinan untuk diperpanjang snagat kecil (terbentur peraturan, dll), sehingga efisiensi kerjanya menjadi kurang, karena perhatiannya pasti lebih tercurah untuk mencari kerja di tempat lain. Dalam kondisi tersebut maka bagi pegawai kontrak tentu sulit diukur tingkat komitmennya terhadap organisasi, apalagi jika kita melihat bahwa komitmen tersebut menyangkut aspek loyalitas dan sebagainya. Dengan dasar ini maka penting bagi pihak manajemen (pengusaha) untuk menentukan pekerjaan atau jabatan apa saja yang cocok untuk pegawai kontrak sehingga tidak merugikan organisasi di kemudian hari.
Dua Pihak
Dengan membaca uraian di atas, maka terlihat bahwa komitmen individu terhadap organisasi bukanlah merupakan suatu hal yang terjadi secara sepihak. Dalam hal ini organisasi dan pegawai (individu) harus secara bersama-sama menciptakan kondisi yang kondusif untuk mencapai komitmen yang dimaksud. Sebagai contoh: seorang pegawai yang semula kurang memiliki komitmen, namun setelah bekerja ternyata selain ia mendapat imbalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ternyata didapati adanya hal-hal yang menarik dan memberinya kepuasan. Hal itu tentu akan memupuk berkembangnya komitmen individu tersebut terhadap organisasi. Apalagi jika tersedia faktor-faktor yang dapat memberikan kesejahteraan hidup atau jaminan keamanan, misalnya ada koperasi, ada fasilitas transportasi, ada fasilitas yang mendukung kegiatan kerja maka dapat dipastikan ia dapat bekerja dengan penuh semangat, lebih produktif, dan efisien dalam menjalankan tugasnya. Sebaliknya jika iklim organisasi kerja dalam organisasi tersebut kurang menunjang, misalnya fasilitas kurang, hubungan kerja kurang harmonis, jaminan sosial dan keamanan kurang, maka secara otomatis komitment individu terhadap organisasi menjadi makin luntur atau bahkan mungkin ia cenderung menjelek-jelekkan tempat kerjanya. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan berbagai gejolak seperti korupsi, mogok kerja, unjuk rasa, pengunduran diri, terlibat tindakan kriminal dan sebagainya. (jp)
ANDA BUKANLAH PIKIRAN ANDA.
Temen2 ... met pagi ... duduk maniez ya .. n sediakan
kopi buat yg ngopi .. n teh buat yg nge teh .. n kita
baca ini ya .. aku kutip dr THE POWER OF NOW ..
soalnya gi baca itu hehehhe n aku sharing ma temen2 ya
...
DOA Sebagai REFLEKSI KOREKSI DIRI
Berdoa itulah bentuk refleksi koreksi diri kita. Kedewasaan kita dalam hidup yang begitu
kompleks merupakan cerminan doa yang kita panjatkan dalam keseharian. Doa pun bagaikan
pemacu semangat berkreasi kita untuk menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
Bila kita lihat banyak orang berduyun-duyun menengadahkan kedua belah tangan yang
memohon segala harapannya dengan terus berdoa. Di lain hal ada pula diantara kita yang
dapat memperoleh keinginan melalui doa yang disampaikannya. Doa yang kita haturkan
terkadang untuk diri sendiri, kadang pula untuk orang lain yang sangat kita kasihi. Pastilah
diantara kita merasakan kekhawatiran dan berharap semoga doa yang kita sampaikan terpenuhi.
Tentu ini sangatlah beralasan, bila kita sadari tak semua doa terkabul seperti yang diharap.
Mengapa demikian Sang Maha Kuasa sangat mengetahui dengan benar mengapa harapan kita
diberikan dan mengapa tidak diberikan. Yakinkah, DIA akan memberikan yang terbaik untuk
kita terima meski kadang kita menganggap pemberiannya tidak seperti yang kita inginkan.
Lakukanlah doa dengan segenap hati dan berikan ketulusan yang kita miliki, jadikanlahdoa
sebagai tetesan air yang mampu menyejukan jiwa dan mengempaskan udara panas di gurun pasir.
Dengan demikian kita akan memperoleh banyak makna dari setiap kata yang terukir dalam doa
yang kita panjatkan. Hanya dengan doa kita lebih menghargai arti kehidupan, dengan doa kita
lebih dapat menerima apapun yang terjadi di dunia ini dengan iklas, dengan doa kita mampu
mengikis rasa sombong dalam diri, dan dengan doa pun semakin mengkristallah kekuatan jiwa
yang bersemayam dalam diri. Tak bisa dipungkiri, dengan doa hubungan manis dengan Sang
Khalik semakin terjalin erat.
Moskow, bukan Manchester!
Liga Champion adalah kesuksesan dari sisi finansial, tapi tidak untuk pemerataan kekuatan. Ajang ini hanya untuk mereka yang punya modal kuat.
Membedah liga akbar antarklub Eropa ini memang tak ada habis-habisnya. Lihat saja, walau membuka pintu lebar-lebar bagi klub yang bukan juara di liga domestik, tetap saja sulit berharap muncul banyak debutan di partai final. Penyebabnya memunculkan segudang perdebatan.
Mereka yang kuat secara finansial akan mengumpulkan pesepakbola terbaik dari seluruh penjuru dunia. Bila memiliki pelatih yang piawai meracik strategi memainkan "tentara-tentara mahal" itu, siapa yang sanggup menjegal laju mereka?
"Haruskah kita membiarkan klub kaya itu semakin kaya?" Inilah kegelisahan Sepp Blatter, orang tertinggi di FIFA.
Blatter gundah melihat perkembangan Liga Champion. Ia berniat membatasi jumlah pemain asing yang boleh dimainkan sebuah klub Eropa. Ya, Blatter mencabut kapak perang melawan hukum ekonomi di kawasan Uni-Eropa.
Mungkinkah tahun 2010 nanti kita akan melihat mininal enam pemain Inggris di Chelsea dalam starting line-up? Menarik menanti buah kegelisahan Blatter.
Sekarang mari menuju Moskow. Tahun 2008 kembali mempertemukan dua klub dari satu negara di partai puncak Liga Champion. Hal yang oleh Blatter dianggap merusak kemajuan sepakbola.
Setelah Spanyol sebagai pembuka final sesama negara tahun 2000, Italia menyusul 3 tahun kemudian. Spanyol, Italia, lalu Inggris. Negara mana yang sanggup meladeni dominasi mereka di pentas Eropa?
Menunggu kick-off dari kota Moskow, Rabu (21/5), membuat ingatan saya kembali ke dua derby terdahulu. Sepanjang sejarah mengikuti final Liga Champion, bagi saya partai puncak tahun 2003 adalah kekelaman.
Di kota Manchester, 28 Mei 2003, penampilan AC Milan dan Juventus sungguh menyebalkan. Hasil 0-0 dan kemudian adu penalti tak menjadi masalah bila 90 menit plus tambahan waktu mereka lalui dengan kemauan memainkan sepakbola menyerang dan bermutu.
Nah, kebangkitan sepakbola Rusia, yang ditandai kehadiran timnas mereka di Euro 2008 serta trofi Piala UEFA bagi Zenit St. Petersburg pekan lalu semoga menular pada Man. United dan Chelsea.
Di Moskow, kita layak berharap kedua finalis menjaga keagungan Liga Champion.
Menutup Perbatasan
Dalam keadaan normal, Anda dapat melakukan perjalanan secara bebas ke Eropa berdasarkan Schengen Agreement. Namun, selama bergulirnya Piala Eropa 2008 mendatang, Austria justru akan menutup jalur perbatasan.
Negara-negara penandatangan perjanjian tersebut wajib membuka perbatasan yang memisahkan negaranya dengan negara tetangga terdekat. Austria tak melakukannya.
Artinya salah satu negara penyelenggara Euro 2008 yang berbatasan langsung dengan Jerman, Italia, Slovenia, Rep. Ceska, Slovakia, dan Hongaria ini akan kembali melakukan pengawasan dan pengaturan terhadap orang-orang yang ingin memasuki Austria.
Apa alasan utama Austria mengambil tindakan ini? Jawabannya sederhana: hooligan! Rupanya pemerintah Austria takut hooligan masuk ke Austria melalui perbatasan-perbatasan tadi dan membuat kericuhan dalam pesta sepakbola empat tahunan di Benua Biru.
Jerman pun melakukan hal serupa dua tahun silam. Sebagai tuan rumah Piala Dunia 2006, pemerintah Jerman menjaga ketat perbatasan mereka demi mencegah timbulnya masalah di dalam stadion saat pertandingan berlangsung. Seperti yang tertulis di Perjanjian Schengen, hanya pemerintah setempat yang memiliki wewenang membuat peraturan ini.
Sementara itu, penggila sepakbola yang berasal dari dunia ketiga alias di luar daratan Eropa harus mempunyai visa agar bisa melewati perbatasan maupun petugas imigrasi bandara. Peraturan ini berlaku di kedua negara penyelenggara Euro 2008, Austria dan Swiss.
Swiss sendiri bukanlah anggota Uni Eropa. Hingga saat ini, mereka belum menandatangani Schengen Agreement, walau ada kemungkinan Swiss akan menandatangani perjanjian tersebut 1 November mendatang.
Persaingan Bisnis
UEFA tentu sangat senang mempunyai Liga Champion dan Euro 2008 sebagai dua mesin penghasil uang mereka. Namun, UEFA kurang bahagia dengan serangan yang mereka alami di sektor pemasaran.
Ini masalah baru di dunia olahraga. Perusahaan-perusahaan besar yang tidak menjadi partner atau sponsor resmi UEFA atau Euro 2008 berusaha memanfaatkan momentum ajang ini.
Migros, sebuah supermarket besar berusia 100 tahun di Swiss, jadi contoh konkret kekuatiran UEFA. Belum lama ini Migros meluncurkan kejuaraan sepakbola bertajuk M ’08 bagi para penggila sepakbola. Sebanyak 16 tim, mengacu pada 16 negara peserta Euro 2008, akan berkompetisi di game show yang disiarkan televisi itu.
Migros pun akan melakukan kampanye iklan besar-besaran seputar kejuaraan M ’08, memanfaatkan momentum Euro 2008. Mereka mengambil keuntungan dari Euro 2008 tanpa membayar sepeser pun!
Walau tidak senang dengan situasi ini, UEFA tak mampu berbuat apa-apa karena Migros tak menggunakan logo atau nama Euro 2008 dalam kejuaraan M ‘08.
Yang bisa dilakukan UEFA hanya memastikan bahwa tidak akan ada perusahaan lain yang melakukan promosi semacam ini di luar stadion Euro 2008.
Tim Khusus
Ini mirip peristiwa dua tahun lalu. Ratusan pendukung Belanda yang mengenakan topi oranye besar dengan logo Heineken berusaha masuk ke dalam stadion. Namun, Heineken bukanlah sponsor resmi Germany 2006. Semua fan Belanda itu diminta mencopot topinya bila ingin masuk ke dalam stadion.
Tahun ini pun kondisinya sama. Tak ada orang yang diperbolehkan masuk stadion bila memakai benda untuk promosi merek lain di luar partner resmi UEFA.
UEFA juga telah membentuk tim spesial yang akan bertugas mengawasi area sekitar stadion dan stasiun kereta, 6 sampai 7 jam sebelum laga dimulai. Semua adalah antisipasi bila ada perusahaan selain partner dan sponsor resmi yang hendak memberi merchandise gratis pada para penonton yang ingin masuk stadion.
Sebetulnya tidak semua orang senang Euro 2008 diadakan di Swiss. Perusahaan perjalanan Swiss, TUI, memasang iklan di harian suratkabar di Bern.
Dalam iklan itu, terlihat gambar pendukung timnas Belanda tengah berteriak dengan mulut terbuka, wajahnya diwarnai sesuai dengan warna bendera Belanda, merah-putih-biru. Dan di sebelah gambar tersebut terdapat tulisan "Er Kommt, Sie Gehen" yang artinya “Dia datang, Anda pergi”.
Di bawah iklan itu, ada tawaran berlibur ke Lanzarote selama seminggu dengan biaya sebesar 770 franc atau sekitar Rp 6,8 juta. Sekadar berjaga-jaga saja bila Anda ingin pergi ketika timnas Belanda main di Bern.
Why do Forex Traders Fail?
You are here: Home > Why do Forex Traders Fail?
The high rate of failure for a new trader can be related to the six major obstacles that a trader faces, which are summarised as follows -
* Poor Skills
* Lack of adequate capital
* Setting unrealistic targets and goals
* Lack of Patience
* Lack of discipline
* High risk aversion.
If we look at the list, it becomes apparent that the failure is as a result of trading without having in place a proper Trading System and a Trading Plan– One that includes mind training, quality Forex education and strategies and sound money management rules.
So what are the Characteristics of a Successful Trader? All we have to do is to reframe the liabilities listed above;
* Adequate trading knowledge and understanding. You should seek services of good quality mentors and a trading coach.
* Adequate capitalisation – Don’t be fooled that you can earn thousands every week from a starting capital of $500
* Realistic Goals – don’t expect 100% profit each month, it simply is not possible.
* Have patience – don’t trade if you don’t have to. You should wait for a set-up according to your trading plan and system.
* Have Discipline to follow your rules
* Understanding and Managing Risk
And lastly the most important is having a Trading System and a Trading Plan. Virtually 90% of Traders that I have coached have never had one!
If you look at the advice from the world’s most successful people or traders today, you will notice that they follow the guidelines as identified above.
“Give me a stock clerk with a goal and I’ll give you a man who will make history. Give me a man with no goals and I’ll give you a stock clerk” – J.C. Penny
“ If you go to work on your goals, your goals will go to work on you. If you go to work on your plan, your plan will go to work on you. Whatever good things we build end up building us.” – Jim Rohn
Saturday, May 24, 2008
Komitmen Organisasi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment