Tuesday, May 6, 2008

Lima Jurus Jitu Negosiasi Bisnis




1. Pisahkan pokok masalah yang dinegosiasikan dengan lawan. Jangan
sampai masalah pribadi menghambat proses negosiasi yang sedang
berjalan. Tak heran perusahaan-perusaha an besar biasanya mempunyai tim
negosiasi yang terdiri dari beberapa orang dengan keahlian
berlapis-lapis. Dengan begitu, tidak akan pernah terjadi konflik
pribadi dengan proses negosiasi.

2. Selalu mengacu pada tujuan utama negosiasi. Apa hasil akhir yang
kita inginkan dalam negosiasi ini? Bukan masalah menang atau kalah,
apalagi sampai menjatuhkan lawan. So, tetap berkepala dingin dan
jangan pernah terpancing dengan emosi atau ego mau menang sendiri.

3. Berikan alternatif win-win solution pada lawan. Selalu fleksibel
selama negosiasi agar terhindar dari jalan buntu. Persiapkan beberapa
solusi alternatif yang diprediksi bisa menciptakan kondisi saling
menguntungkan bagi lawan.

4. Selesaikan proses negosiasi dengan cepat dan tidak bertele-tele.
Hindari faktor-faktor yang bisa melelahkan lawan seperti proses
negosiasi yang terlalu lama, tempat negosiasi yang tidak kondusif,
dll. Karena faktor-faktor tersebut cenderung membuat lawan jadi
emosional dan berbalik menekan kita.

5. Riset, riset dan riset. Hal terpenting dalam negosiasi sering
berkaitan dengan etika dan budaya. Negosiator ulung selalu melakukan
riset untuk mengetahui karakter lawannya. Apa latar belakangnya,
kebiasaan, hobi, kesukaan, dll. Terbukti bahwa kebanyakan kontrak
besar bisnis dimenangkan bukan di meja rapat, tapi di lapangan golf,
kapal pesiar atau restoran.

Apa pun Sistemnya, Hasilnya Sama Saja


PEMILU di Indonesia merupakan perhelatan akbar yang datangnya lima tahun sekali. Akbar, karena momen tersebut sering diisi dengan perilaku hura-hura, bagi-bagi uang dan bagi-bagi jabatan. Mereka yang banyak terlibat dalam perhelatan ini tentu politisi, tim sukses dan calo-calo suara.

Lalu bagaimana dengan rakyat? Tak jarang ''karya agung'' ini disambut dingin oleh masyarakat. Mengapa? Karena pemilu yang digelar beberapa kali, belum pernah menghasilkan figur yang benar-benar membela kepentingan rakyat kecil.

Bagi rakyat, berpartisipasi dalam pemilu baik pilpres, pemilu legislatif maupun pilkada tak lebih dari kewajiban sebagai warga negara yang baik. Kenapa sikap pesimisme itu makin tumbuh di tengah perubahan sistem pemilu dari proporsional tertutup menjadi pemilu proporsional terbuka?

Hal ini tiada lain karena figur yang dihasilkan pemilu dengan sistem yang berbeda tersebut tidak ada bedanya dengan pemilu sebelumnya. Kasarnya, kalau dulu masyarakat memilih kucing dalam karung, sekarang memilih kucing dalam keranjang. Barangnya ya sama; kucing.

Coba kita lihat perilaku wakil rakyat kita saat ini dan saat sebelumnya. Keduanya terjadi pemutusan hubungan antara rakyat dengan wakilnya. Akibatnya mereka tidak mampu memperjuangkan berbagai kepentingan rakyat. Bahkan wewenang yang mereka miliki lebih dimanfaatkan demi kepentingan partai dan pribadi. DPR/DPRD yang berfungsi mengawasi jalannya pemerintahan justru tidak terkontrol. Partai yang seharusnya alat bagi rakyat cenderung memperalat rakyat. Sementara legislatif selaku lembaga kontrol, sering membuat keputusan yang tak terkontrol. Bahkan sering mendapat kontrol dari rakyat.

Kesimpulannya apa yang terjadi dulu, juga terjadi saat ini. Walaupun sistem pemilu telah diubah dari proporsional tertutup menjadi proporsional terbuka, hasilnya sama saja.

Seperti kita ketahui, saat ini sedang berlangsung pembahasan RUU Pemilu Legislatif di DPR-RI. Tujuannnya agar nantinya ada landasan yang lebih baik dengan pembenahan sistem pemilu, sehingga terjadi peningkatan akuntabilitas wakil rakyat.

Terhadap rencana tersebut, banyak yang meragukan hasil yang dapat dicapai dari pemilu dengan sistem baru tersebut. Mereka menyatakan; apapun sistemnya, semasih berpola pikir lama--mementingkan kelompok dan diri sendiri--maka hasilnya tidak akan berubah. Kedengarannya pesimis dan putus asa. Tetapi itulah fakta yang terjadi saat ini.

Lalu apa yang harus dilakukan sehingga produk yang dihasilkan dari perhelatan akbar tersebut bermanfaat bagi rakyat? Pertama; harus diawali dari rekrutmen para calon pemimpin ke depan dengan sistem yang baik. Partai politik jangan asal dapat orang. Mencari pemimpin jangan didasarkan atas siapa yang mau, tetapi harus pula dilandasi latar belakang dan sikap mental calon tersebut. Kedua, harus ditekankan bahwa menjadi calon pemimpin apakah wakil rakyat, kepala daerah atau presiden bukan untuk mencari kekayaan. Oleh karena itu proses ini harus dilalui dengan alami. Jangan sogok sana-sogok sini untuk memuluskan tujuan. Apalagi uang sogok diambil dari jual tanah atau pinjaman bank. Sangat repot! Karena ini akan berpotensi memunculkan niat korupsi untuk mencari pengganti hasil jual tanah atau melunasi pinjaman di bank. Untuk itu, parpol sejak awal harus menyiapkan figur-figur calon pemimpin yang bersih. Kalau tidak, calon tersebut akan ditinggalkan rakyat.

Contoh pada pemilu legislatif 2004. Ketika itu menunjukkan bahwa sebagian besar nasib wakil rakyat tertolong nomor urut. Sulitnya mencapai BPP atau persentase tertentu dari BPP membuat nasib caleg pada pemilu 2009 kembali bergantung pada nomor urut. Itu artinya, mereka menjadi wakil rakyat karena nomor urut, bukan dihendaki oleh sebagian besar rakyat



Orang Miskin Dapat Bantuan Rp 100 Ribu per Bulan

Kalla: BBM Naik Sekitar 30 Persen
Selasa, 06 May 2008 | 16:38 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi dalam waktu dekat besarnya kemungkinan hampir sama atau mendekati dengan kenaikan pada Maret 2005 sebesar 30 persen.

"Pemerintah kita sudah dua kali menaikkan BBM, yang pertama Maret 2005 sebesar 30 persen, Pada Oktober 2005 sebesar 120 persen dan tahun ini munkin naiknya sama dengan yang pertama," kata Kalla di depan para gubernur, bupati dan walikota seluruh Indonesia pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional Pada Tahun 2008 di Hotel Bidakara Selasa (6/5).

Pada kenaikan pertama, kata Kalla, kenaikan tersebut langsung disambut demonstrasi selama dua minggu. Namun, yang kedua, meskipun besaran kenaikannya lebih tinggi namun demonya hanya seminggu. "Kenapa, karena ada kompensasinya dan kenaikan nanti kompensasinya jauh lebih besar berupa bantuan langsung tunai," kata Kalla.

Sebesar 50 persen dari dana akibat kenaikan BBM, kata Kalla, akan langsung disalurkan ke masyarakat penghasilan rendah. 50 persen akan masuk ke anggaran pendapatan dan belanja negara untuk mengurangi tekanan terhadap subsidi."Golongan masyarakat bawah akan jauh untung, saya contohkan biasanya sehari Rp 30 ribu untuk beli minyak tanah, dia dapat BLT Rp 100 ribu, jadi untung Rp 70 ribu," kata dia.

Model kenaikan ini, ujar Kalla, dijamin tidak akan menyengsarakan masyarakat berpenghasilan rendah. Kenaikan mengambil porsi orang-orang yang mampu tetapi masih suka membeli BBM bersubsidi. "Ini dari yang mampu ketidakmampu, jadi sistem robinhood, masa naik mercy sama volvo beli bensin murah, bayar mahallah," kata dia.

Anton Aprianto


No comments: